Oleh M. Ramadhani
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal,” (QS Al Hujurat : 13).
Sepak bola tidak henti-hentinya memberi Inspirasi. Bahkan, bagi penulis, sering memberi surprise. Terakhir, kekalahan salah satu tim unggulan juara Argentina oleh tim Saudi Arabia, malam tadi. Sorotan kamera, tertuju kepada kepala sang bintang, Lionel Messi, keluar lapangan dengan wajah tertunduk. Dan Saudi Arabia merayakan kemenangan seperti telah menjadi sang juara dunia. Beredar kabar, sang Raja, turut bahagia dan tentu saja bonus sudah menunggu.
Kejutan World Cup 2022 ini dimulai dari malam Opening Ceremony. Sang aktor kawakan Hollywood, Morgan Freeman, dengan suara khasnya, tampil berjalan ke atas panggung, membuka keheningan di tengah Kemegahan Stadion Al Bayt. Berdialog dengan Ghanim Al-Muftah. Sosok difabel yang ini merupakan seorang pengusaha dan influencer yang lahir dengan Caudal Regression Syndrome, kelainan langka yang mengalami gangguan perkembangan tulang belakang bagian bawah. Kemudian Ghanim Al-Muftah terdengar melantunkan potongan ayat suci Al-Qur’an di atas yaitu surat Al-Hujurat ayat ke-13. Ayat ini seolah menjadi inspirasi tema besar acara ini yaitu “pertemuan untuk seluruh umat manusia, menjembatani perbedaan melalui kemanusiaan, rasa hormat, dan inklusi.”
Hal ini menghadirkan dakwah Islam sedang menampilkan wajah yang inklusif.
“Saya tidak yakin. Apakah saya diterima?” kata sang aktor.
“Kami mengirimkan panggilan karena semua orang diterima. Ini adalah undangan untuk seluruh dunia,” kata Ghanim.
“Apa yang mempersatukan kita di sini pada saat ini jauh lebih besar daripada apa yang memisahkan kita. Bagaimana kita bisa membuatnya bertahan lebih lama dari hari ini?” jawab Freeman.
Freeman melanjutkan pembicaraannya dengan al Muftah tentang persatuan dan rasa hormat. Sang aktor kemudian merentangkan tangan kirinya yang ditutupi sarung tangan kompresi, karena kondisi fibromyalgia-nya untuk meraih tangan lawan bicaranya.
Kejutan berlanjut dengan kemunculan bintang pop Korea, Jeon Jungkook (25 Tahun), salah satu anggota boy band dari BTS naik ke panggung. BTS, singkatan dari Beyond The Scene adalah grup boy band asal Korea Selatan dengan beranggotakan tujuh orang, antara lain RM, J-Hope, Suga, Jin, V, Jungkook, dan Jimin, yang dikelola oleh Big Hit Music. Dikenal dengan pengikut yang besar di media sosial, BTS dimasukkan oleh Forbes sebagai artis yang cuitannya paling banyak dicuit kembali di Twitter pada bulan Maret 2016. Pada Juni 2017, majalah Time menjadikan mereka sebagai salah satu dari 25 orang paling berpengaruh di internet. Pada 20 November 2017, Guinness World Records mengungkapkan bahwa BTS mendapatkan sebuah rekor di edisi 2018 mereka sebagai ‘memiliki keterlibatan Twitter paling banyak di dunia sebagai grup musik’. Pada Desember tahun itu, diungkapkan mereka menjadi selebritas yang paling banyak dicuitkan pada tahun 2017, yaitu 502 juta di seluruh dunia. Dan pada September 2018, BTS memberikan sebuah pidato di PBB sebagai duta dari Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF).
Malam itu, Jeon Jungkook, menyanyikan lagu berjudul Dreamers, yang merupakan theme song resmi Piala Dunia FIFA Qatar. FIFA mengharapkan 5 miliar pemirsa akan menyaksikan Piala Dunia, melonjak dari 3,5 miliar pada 2018. “Itu adalah single terbaru dari soundtrack resmi Piala Dunia tahun ini. Juga, merupakan perayaan bagi mereka yang dengan berani mengejar mimpi dan impian mereka,” dikutip dari situs resmi FIFA.
Qatar, Islam dan Dakwah
Bagaimana cerita di balik terpilihnya Qatar tuan rumah World Cup 2022? Negara kecil, dengan jumlah penduduk 1,7 juta jiwa. Bandingkan dengan Indonesia yang 285 juta jiwa. Lalu, prestasi sepak bolanya biasa-biasa saja. Tidak lebih baik dari tim Timur Tengah lainnya seperti Saudi Arabia atau Iran. Tapi semua akhirnya memaklumi dan menyepakati karena Qatar punya sumber dana yang (seperti) tidak berbatas. Dari sisi kapasitas fiskalnya, Qatar adalah sebuah negara kaya yang terletak di Semenanjung Arab, Timur Tengah Asia Barat. Pendapatan per kapita Qatar yang sangat tinggi yaitu sebesar US$124.100 (2017) menjadikannya sebagai negara terkaya di dunia. Tulang punggung perekonomiannya adalah industri pertambangan gas alam dan minyak bumi. Qatar merupakan pengekspor gas alam terbesar ke-2 di dunia dengan jumlah ekspornya 118,9 miliar meter kubik (data 2014). Qatar juga tercatat sebagai negara pengekspor minyak bumi terbesar di dunia yaitu sebesar 1,303 juta barrel per hari (2013). Pendapatan Domestik Bruto (PDB) berdasarkan Paritas Daya Beli adalah sebesar US$ 339,5 miliar.
Terpilihnya Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia terjadi pada rapat komite eksekutif FIFA pada 2010. Hasil rapat pada saat itu, Rusia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018 dan Qatar tuan rumah Piala Dunia 2022. Qatar bersaing dengan beberapa negara lain dalam pemilihan tuan rumah 2022, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Amerika Serikat.
Dengan kekayaannya ini, wajar jika kemudian memunculkan kontroversi lain, Piala Dunia Qatar 2022 tak lepas dari dugaan suap yang mencuat ke publik. Dilansir dari The Guardian, Wakil Presiden FIFA di Kamerun dan Pantai Gading dikabarkan menerima suap sebesar US$1,5 juta untuk memilih Qatar sebagai tuan rumah.
Presiden FIFA saat itu, Sepp Blatter, sebenarnya menginginkan Amerika Serikat yang menjadi tuan rumah. Namun keinginan itu terganjal kepentingan Presiden Union of European Football Associations (UEFA) Michel Platini. Presiden Prancis pada saat itu, Nicolas Sarkozy, mendorong Platini memilih Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022
Dilansir dari Panditfootball, dalam penelusuran Jonathan Calvert dan Heidi Blake pada The Ugly Game: The Qatari Plot to Buy the World Cup, disebutkan Bin Hammam membayar lebih dari US$5 juta secara tunai kepada para pemimpin dari 30 federasi sepak bola di seluruh Afrika. Pembayaran itu dilakukan dua tahun sebelum pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2022 dilakukan. Ia juga dikabarkan melakukan suap ke Wakil Presiden FIFA Jack Warner.
Selanjunya, dalam pesta sepak bola sejagat ini, Qatar, dengan bangga menunjuan identitasnya sebagai negera Timur Tengah. Lebih tegasnya lagi. menunjukan identitasnya sebagai negara Islam. Pesan dakwah Islamnya ditandai dengan membatasi konsumsi wine dan berbagai minuman keras, seks bebas dan LGBT, serta berbagai pembatasan lain yang baru. Namun, dengan pertunjukan dan kemeriahan acara opening ceremony yang ditampilkan, memberikan pesan bahwa Qatar sedang menyampaikan dakwah Islam. Wajah Islam yang inklusif, menghargai perbedaan tetapi tegas dalam hal-hal yang menjadi prinsip prinsip, yang memang harus ditegakkan sebagai sebuah keyakinan.
Sang Juara dan Politik Identitas
Lalu siapa jagoan anda sebagai juara World Cup 2022? Pertanyaan ini selalu menarik dibahas dan dibahas secara logis bahkan dengan unsur mistik dan supranatural. Menjadi tebak-tebakan yang kadang tidak rasional.
Kekalahan Argentina seperti menjadi isyarat bahwa World Cup 2022 akan penuh dengan kejutan. Tidak ada yang menyangka Saudi Arabia bisa powerful selama 90 menit. Mengejar kemanapun bola berada. Merapatkan saf pertahanan hingga peluit panjang dibunyikan. Begitu juga kekaguman orang terhadap kemampuan Qatar menggelar pesta sepak bola terbesar di abad 21 ini. Kehebatan Qatar dan kejutan atas kemenangan Saudi Arabia dianggap isyarat kemenangan dakwah Islam. Sehingga, World Cup Qatar 2022 terpapar politik identitas yang selalu dilekatkan pada agama Islam.
Pada hari yang bersamaan, di sebuah kesempatan pidatonya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan para bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) untuk tidak melakukan politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Dalam pidatonya itu, Jokowi berkali-kali menyerukan untuk tidak memanfaatkan isu agama dalam kontestasi politik. Bangsa Indonesia, kata Jokowi, pernah merasakan dampak buruk politik identitas.
Politik identitas, menurut Abdillah (2002) merupakan politik yang fokus utama kajian dan permasalahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh, politik etnisitas atau primordialisme, dan pertentangan agama, kepercayaan, atau bahasa. Politik identitas hadir sebagai narasi resisten kelompok terpinggirkan akibat kegagalan narasi arus utama mengakomodir kepentingan minoritas; secara positif, politik identitas menghadirkan wahana mediasi penyuaraan aspirasi bagi yang tertindas.
Politik identitas dianggap sebagai senjata yang kuat oleh elit politik untuk menurunkan popularitas dan keterpilihan rival politik mereka, atau upaya untuk mendapatkan dukungan politik dari publik. Isu etnis dan agama adalah dua hal yang selalu masuk dalam agenda politik identitas para elit di Indonesia, terutama kondisi masyarakat Indonesia di mana suasana primordialisme dan sektarianisme masih cukup kuat. Sehingga sangat mudah untuk memenangkan simpati publik, memicu kemarahan dan sentimen massa dengan menyebarkan isu-isu etnis, agama dan kelompok tertentu.
Kembali ke pertanyaan awal, siapakah yang akan menjadi Juara PIala Dunia? Atau bisa juga: Siapa yang akan menjadi pemenang Pilpres? Apapun kompetisinya, rumusnya sama: bermain dan bertandinglah secara sehat, sportif, elegan, adu strategis dan gagasan. Pesta adalah pesta dalam kegembiraaan, bermain keras boleh, tetapi jangan sampai bermain kasar apalagi anarkis. Di satu sisi Wasit harus jeli dan adil. Netral. Dengan alat bantu teknologi VAR dalam Piala Dunia 2022, offside pelanggaran pasti terlacak. Argentina adalah korbannya. Lalu, untuk Pilpres, apakah perlu tekbologi sejenis “VAR” untuk meminimalisir kecurigaan “Politik Identitas”? Sehingga siapapun yang akan jadi juara dan pemenang sebuah kompetisi akan dapat diterima dengan lapang dada.
Seperti Messi yang dengan gembira mencetak pinalti hadiah dari VAR, dan tak lama kemudian, juga kecewa dan tidak protes terhadap VAR yang menganulir golnya ke gawang Saudi Arabia. Sebuah inspirasi dan “dakwah islam” dari World Cup 2022 untuk Dunia, dan untuk Indonesia Jelang Tahun Politik 2024. Seperti lagu Dreamers, Jeon Jungkook-nya BTS, semua orang jangan takut bermimpi untuk menjadi Sang Juara dan Pemenang.
*Penulis adalah Pengurus DPW LDII NTB