Semarang (10/6). Kapal Var Der Wijck merupakan kapal mewah yang dibuat pada tahun 1921. Kapal ini tenggelam pada tahun 1936 di Laut Jawa dengan membawa bahan baku.
Para awak kapal dan penumpang ditolong oleh para nelayan Indonesia. Menurut Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro (Undip), dalam peristiwa itu para nelayan menunjukkan sisi kemanusiaan dan mengesampingkan, bahwa Indonesia dijajah oleh Belanda.
“Ini adalah satu bukti, bahwa pernyataan Bung Karno mengenai Pancasila yang digali dari bumi Indonesia terbukti di sini. Artinya masyarakat nelayan masih sederhana, dalam arti mereka merawat nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun temurun,” ujar Singgih yang juga Ketua DPP LDII.
Para nelayan tidak melihat para korban itu adalah orang Belanda yang pemerintahnya menjajah negerinya. Mereka juga rela membantu, meskipun berisiko mengorbankan diri. Menurut Ketua DPP LDII itu mengatakan, nilai-nilai kemanusian yang diwariskan oleh leluhur bangsa Indonesia, harus terus dijaga dan disosialisasikan kepada generasi penerus bangsa.
“Saya kira nilai luhur di masa yang pesat seperti era modern seperti saat ini akan menjadi barang yang langka. Untuk itu ini perlu “diuri-uri”, digali, dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakat,” ujarnya dalam Dialog Budaya bertajuk “Var Der Wijck” yang disiarkan oleh TVRI Jawa Tengah.
Masyarakat Indonesia, sambung Singgih, juga mempunyai kelebihan bisa berdamai dengan sejarah. “Artinya, meskipun nelayan itu tahu dulu kita pernah dijajah oleh Belanda, namun dalam hal kemanusiaan, soal penjajahan disingkirkan. Ke depan kita perlu menggali event-event sejarah yang mengandung nilai-nilai luhur untuk terus dikembangkan kepada masyarakat khususnya generasi muda,” tambahnya.
Senada dengan Singgih, Dosen Ilmu Sejarah Undip Dhanang Respati mengatakan, masyarakat nelayan meiliki keguyuban karena mereka sama-sama merasa bekerja dalam situasi yang sangat keras di tengah laut. “Sehingga muncul solidaritas sosial, minimal di antara kelompok mereka sendiri untuk saling membantu apabila ada kecelakaan menimpa pihak lain, meskipun belum saling kenal di luar kelompoknya,” ungkap Dhanang.
Menurutnya, hal itu merupakan salah satu latar belakang yang melandasi adanya nilai yang terbangun di antara masyarakat dan komunitas tersebut. “Dan nilai kemanusiaan itu sampai sekarang masih ada, meski telah terjadi banyak perubahan sosial yang cepat dan ada nilai-nilai baru. Para nelayan walaupun tidak mengalami secara langsung selama tidak terpengaruh oleh budaya luar, saya meyakini nilai kemanusiaan itu masih jadi pedoman nelayan Indonesia,” tutupnya.
mari merawat nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun temurun,. ldii untuk bangsa
Mantap