Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Banyak yang menganggap pelayan adalah pekerjaan rendahan. Tidak salah, karena memang dalam penggambarannya selalu diposisikan rendah. Disuruh-suruh, dibentak-bentak, bahkan jika duduk pun harus di bawah. Oleh karena itu, tertancap di pikiran banyak orang untuk menghindari status sebagai pelayan. Namun pandangan seperti ini, tidaklah tepat sebab pelayanan adalah pekerjaan yang mulia. Apa jadinya dunia ini, jika tidak ada orang-orang yang menyediakan diri untuk melayani. Seorang istri dengan sukarela melayani suami. Seorang ibu dengan bangga melayani anak-anaknya. Para guru dengan suka-cita melayani dan mendidik murid-muridnya. Dan banyak lagi pribadi-pribadi luar biasa yang mendedikasikan dirinya untuk melayani negeri, melayani sesama, bahkan melayani alam sekitarnya. Mari kontemplasi dengan firman Allah berikut ini:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Maka sebab rahmat dari Allah, engkau bersikap lemah-lembut kepada mereka. Seandainya engkau bersikap kasar (dalam ucapan dan perbuatan), mereka pasti pergi meninggalkanmu (tidak mau berdekatan denganmu). Maafkanlah mereka. Mohonkan ampun lah untuk mereka. Ajaklah mereka bermusyawarah (mendengarkan aspirasi mereka) dalam segala perkara (yang akan dikerjakan). Jika engkau sudah berketetapan hati, tawakal-lah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang tawakal.” (QS Ali Imran: 159).
Dalam buku Lisanul Hal, Kisah-kisah Teladan dan Kearifan karya KH. Husein Muhammad, ada dua orang sahabat yang bernama Abu Ali dan Abdullah. Mereka berdua, pergi ke luar kota. Sesuai petunjuk Nabi SAW, Abdullah mengusulkan agar ada orang yang memimpin perjalanan. Abu Ali merasa Abdullah pantas memimpin. Abdullah tidak menolak. Kedua orang itu telah mempersiapkan bekal yang cukup untuk perjalanan mereka. Abdullah mulai memainkan perannya sebagai pemimpin. Ia mengangkat satu karung berisi bekal perjalanan itu. Ketika Abu Ali menawarkan diri untuk membawanya, Abdullah menolak sambil mengatakan, “Aku yang membawanya bukankah aku sudah siap memimpin? Maka kamu harus mematuhi aku,” Abu Ali mengangguk dan diam saja.
Ketika malam tiba, Buya Husein menyampaikan, mereka berdua tertidur. Tetapi, tidak lama kemudian hujan tiba-tiba turun dengan lebatnya. Mereka kehujanan. Abdullah berdiri di atas kepala Abu Ali dan melindunginya dengan mantelnya. Abu Ali terbangun dan berkata kepada dirinya sendiri: “Kamu memang pemimpin.” Abdullah terus berdiri sepanjang malam dalam keadaan basah kuyup sampai hujan mereda. Otaknya selalu dipenuhi pikiran bahwa seorang pemimpin adalah pelayan dan pelindung. Dari kisah ini, seperti ingin mengingatkan kita semua bahwa sudah lama tidak mendengar seorang pemimpin seperti Abdullah, yang melayani. Karena yang paling populer pada masa sekarang, adalah sebaliknya, rakyat menjadi pelayan dan melindungi pemimpinnya.
Karena itulah, maka dalam kepemimpinan pun akan bertambah agung jika didalamnya ada pelayanan. Sang Guru Bijak sering mengingatkan; kepemimpinan adalah pelayanan. Tidaklah lengkap jiwa seorang pemimpin, jika tidak mau melayani, sekalipun dia pemimpin negeri atau raja yang berkuasa yang punya pelayan ribuan. Yahya bin Aktsam berkata, “Pada suatu malam aku menginap di rumah Amirul Mukminin al-Ma’mun. Aku terbangun di tengah malam karena rasa haus yang sangat, maka aku pun bangkit (mencari air). Tiba-tiba Amirul Mukminin berkata, “Wahai Yahya, apa gerangan yang terjadi?” Aku menjawab, “Demi Allah, aku sangat haus wahai Amirul mukminin.” Lalu, Khalifah Al-Ma’mun bangun seraya membawa seteko air untukku. Aku berkata, “Wahai Amirul Mukminin, mengapa tidak kau suruh pembantu atau budak saja?” Beliau menjawab, “Tidak.” Karena bapakku meriwayatkan hadis dari bapaknya dan dari kakeknya dari Uqbah bin ‘Amir ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, سيد القوم خادمهم ‘Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.’” (HR Ibnu Asakir).
Ibnu al-Mubarok meriwayatkan dari Abi Syuraih bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Di antara amalan yang paling dicintai Allah adalah memasukkan kegembiraan pada hati muslim, melapangkan kesedihannya, membayar utangnya, atau memberi makan untuk menghilangkan rasa laparnya.” (Syu’abul Iman lil Baihaqi).
عَنِ جابر، رَضِيَ الله عَنْهُمَا، قَالَ : قال رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم: خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Dari Jabir ra. bercerita bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR At-Tirmidzi)
Sebaik-baik manusia adalah yang paling berjasa kepada orang lain. Uwais al-Qarni berkata, “Dalam perjalananku pernah melewati seorang pendeta, lalu aku bertanya, ‘Apakah derajat pertama yang harus dilewati seorang murid?’ Dia menjawab, ‘Mengembalikan semua hak orang dan meringankan punggung dari beban karena amalan seorang hamba tidak akan naik saat masih banyak hal-hal yang membebani dan menyusahkan orang lain. Tugas utama penguasa sebagai pelayan rakyat terfokus dalam dua hal, yaitu hirosatuddin dan siyasatuddunya (melindungi agama mereka dan mengatur urusan dunia.’” (Al-Ahkam as-Sulthoniyah, juz I). Pelayanan bidang pertama, hirosatuddin berupa menjamin setiap warga negara agar memahami ajaran agamanya masing-masing, mampu mengamalkannya dengan baik, dan melindungi agama mereka dari berbagai bentuk kesesatan. Sedangkan, siyasatuddunya berupa pelayanan terhadap rakyat agar bisa hidup layak sebagai manusia yang bermartabat.
Tuntutan inilah yang mendorong Umar bin Khatthab sering berkeliling malam hari untuk melihat kondisi rakyatnya. Saat ada yang mengeluh kekurangan pangan, ia menolongnya dan memanggul gandum sendiri. Ada kisah terkenal Khalifah Umar dengan seorang Ibu yang memasak batu dikelilingi tangis anaknya yang menggebu sampai mereka diam dan tertidur. Ada kisah Umar dengan seorang putri yang disuruh mencampur susu dengan air tawar namun menolak. Dan kisah-kisah lain penuh hikmah dan pembelajaran pelayanan. Dalam kesempatan lain Umar pernah berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di Baghdad, niscaya Umar akan ditanya, mengapa tidak kau ratakan jalannya?”
Bila semua pemimpin, tanpa terkecuali, dari yang besar maupun yang kecil-kecilan, menjadi pelayan bagi semua anggotanya, niscaya akan harmonislah dunia. Keadilan akan tegak berdiri, kesejahteraan akan datang membentang. Dan kebarokahan muncul kemudian sebagai hadiah yang tidak terlewatkan. Sungguh membahagiakan. Dan sebagai puncak pemahaman dari itu semua adalah kesadaran bahwa pemimpin adalah pelayan. Dengan berbagai nuansanya. Rasulullah SAW bersabda;
مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ
“Barangsiapa yang diserahi oleh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Agung mengatur kepentingan kaum muslimin, yang kemudian ia sembunyi dari hajat kepentingan mereka, maka Allah akan menolak hajat kepentingan dan kebutuhannya pada hari qiyamat.” (HR Abu Dawud)
Pada kesempatan lain Rasulullah SAW mendoakan dengan penuh kedalaman:
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ
“Ya Allah barangsiapa yang menguasai sesuatu dari urusan umatku, lalu mempersukar pada mereka, maka persukarlah baginya. Dan barangsiapa yang mengurusi umatku lalu berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah baginya.” (HR Muslim)
Subhanallah, ternyata islam memiliki nilai2 kepemimpinan dan pelayanan yang luhur sekali
Allhamdulillah..semoga penulis beserta tim allah paring kebarokahan serta menjadi manfaat buat semua pembacanya.
Aamin