Siapa bilang kalau sholat tasbih itu amalan populernya jokam? Siapa bilang? Aku tidak bilang begitu. Karena faktanya aku alami sendiri. Ketika masih usia belasan di kampung dulu, sholat tasbih selalu menjadi andalan para tetua kami untuk menyambut malam lailatul qodar. Malam kur – kuran. Mulai dari selikur (21), telu likur (23), selawe (25), pitu likur (27) dan sanga likur (29). Jadi semacam kegiatan sakral. Bayangkan, sholat tasbihnya itu dilaksanakan pas tengah malam. Ora baen – baen. Dilaksanakan dengan cara berjamaah lagi. Ya, berjamaah! Biasanya mulai jam 12.00 tet. Sebelum itu, dipukullah bedug bertalu – talu, setengah jam sebelumnya. Kami biasa menyebutnya dengan dandang. Sebagai tanda akan dimulainya sholat itu. Dan ukuran bedug dikampung kami termasuk bedug yang sangat besar, dengan diameter lebih dari 1 meter. Terbuat dari kayu jati bulat – glondongan. Bukan rakitan dari belahan – belahan kayu. Dan kami sering, yang masih ABG waktu itu, mempermainkan bedug ini dengan irama dangdut atau gambus. Beda dengan tabuhan bedug konvensional dari para tetua. Jadilah rame, karena kesempatan memukul bedug dan menyalurkan bakat. Karena terus terang kami sangat stress, kalau sholat itu dimulai. Lama sekali bo…!
Setelah berkumpul baru mulai sholat tasbihnya. Setiap kali pelaksanaan bisa 30 menit baru kelar. Itu paling cepat. Tergantung dari imamnya. Di masjid kampung saya dulu ada 3 imam definitif. Yang satu sudah sepuh, ini yang paling lama kalau ngimami. Dan terus terang banyak yang tidak pro dia. Satu lagi separo baya. Dai anak imam yang sepuh itu. Dia agak moderat, tetapi tetap saja masih banyak yang ogah – ogahan juga. Nah, ada imam yang paling muda. Ini yang jadi favorit. Sebab cepat dan memenuhi standar tuma’ninah dan tartil bacaan. Sayangnya, dia jarang ngimami. Jadi tetap saja, bagi kami waktu itu, sholat tasbih merupakan momok. Nah, cara mengkomandoinya, imam selalu mengeraskan bacaan la haula wala quwwata illa billah sebagai tanda selesai itungan bacaan tasbih setiap urutan gerakan. Biasanya sih, perasaan kami, sepertinya nunggunya lama sekali untuk mendengar kalimat itu diucapkan oleh imam. Jadi, sudah banyak cerita, yang sujud tidak bangun – bangun lagi. Alias tertidur karena lamanya sujud. Apalagi cerita kliyengan karena pusing campur ngantuk. Itu sudah biasa, dan hanya sholat tasbih itu saja amalan untuk menghadang lailatul qodar. Ya, boleh dikatakan sholat tasbih itu amalan tahunan. Hanya setiap akhir ramadhan ketemu dan ketemuan lagi. Tidak pernah terlewat.
Saya tidak ingin membahas kenapa sholat tasbih itu dikerjakan secara berjamaah? Boleh apa enggak itu harusnya sudah jelas. Karena sebagian besar sholat sunnah itu amalan munfarid alias sendiri. Tidak dicontohkan dengan cara berjamaah. Memang ada sebagian contoh sholat sunnah yang dikerjakan secara berjamaah, seperti sholat tarawih. Jadi nggak usah diperdebatkan lagi panjang lebar. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa amalan sholat tasbih itu memang pol. Dan bukan hanya kita saja yang menekuninya. Jadi jangan berbangga diri, kalau kita bisa melaksanakannya. Syukuri saja, bahwa kita diberi kekuatan dan kemampuan melaksanakan dan mencintai ajaran sunnah. Kenapa? Karena dikajikan dari sumbernya langsung. Kita tahu kalau sholat tasbih itu boleh dikerjakan setiap hari atau setiap minggu atau setiap bulan, setiap tahun atau seumur hidup sekali. Kefadholannya, bisa menghapus sepuluh macam dosa. Hanya saja, saya belum nemu praktik sholat tasbih yang berjamaah seperti di kampung saya dulu. Memang contohnya nggak dikerjakan secara berjamaah. Jadi, jangan dicoba ya sholat tasbih dengan cara berjamaah? Brr…..!
Oleh : Faizunal Abdillah