Jakarta (23/3). Quinadiene Nasywa Azzura generasi muda LDII asal Pekanbaru, Riau, pernah gagal dalam kompetisi Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) dan Madrasah Young Researchers Supecamp (MYRES) pada Oktober 2023 silam. Namun ia berhasil mengubah kegagalannya itu, menjadi prestasi lain, dengan berhasil lolos sebagai anggota Parlemen Remaja DPR RI mewakili Provinsi Riau.
“Kalau kemarin tahun 2022, saya dan tim mewakili sekolah MAN 1 Pekanbaru berhasil mendapatkan Gold Medal pada kompetisi World Invention Competion and Exhibition (WICE) bidang IT and robotik yang diselenggarakan oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA) bekerja sama dengan University Malaysian Allied Health Sciences Academy,” ujarnya.
Pada kompetisi tersebut mereka berinovasi dengan membuat “INFULEDECT” yaitu sebuah alat infus yang dapat dikontrol dengan loT. Infus tersebut memiliki fitur pendeteksian kelajuan tetesan air infus dan fitur warning jika air infus sudah mencapai batas dan harus segera diganti. “Dan hal tersebut datanya dapat dikirimkan melalui web atau aplikasi Telegram,” ungkap Nadiene saat diwawancarai secara daring.
Ia memiliki cita-cita sebagai peneliti dan inventor, yang terus menciptakan inovasi baru yang bermanfaat bagi semua orang. Bahkan, pada kompetisi OPSI dan MYRES Oktober tahun 2023 lalu, ia bersama timnya RED CORE merancang sebuah ide teknologi yaitu Neuron Leg Braces (NLB) untuk penyandang disabilitas. Teknologi itu dilengkapi dengan sensor Neurosky.
“Inovasi ini terpikirkan dengan melihat anggota keluarga kami, utamanya nenek kami yang sudah lansia dan susah jalan. Namun ide kami tidak lolos, sebab beberapa orang yang beranggapan NLB ini masih agak mustahil dibuat untuk kalangan anak SMA,” kata Nadiene.
Menurutnya, NLB merupakan sebuah alat berupa kaki palsu yang sengaja dirancang khusus untuk penyandang disabilitas, di mana kerangka kaki yang dapat digerakkan dengan otak menggunakan sensor Elektroensefalogram (EEG), “Sehingga teknologi ini hanya memerlukan gelombang perintah dari otak untuk dapat menggerakkan anggota tubuh yang lumpuh atau cacat,” imbuh Nadiene.
Nadiene menyebut, mengikuti kompetisi sains ternyata menghadapi banyak kendala, apalagi inovasi yang ia buat bersama tim RED CORE merupakan penelitian yang dirancang mulai dari nol. “Kami sempat bingung dengan pemogramannya, tapi alhamdulillah kami berhasil menyelesaikan,” urainya.
NBL ini, tambah Nadiene, merupakan penelitian pertamanya dan tim lakukan dan belum pernah ada orang lain yang meneliti teknologi tersebut, “Di tambah lagi saat itu masa Covid-19 jadi saat presentasi kami juga mengalami gangguan sinyal,” jelasnya.
Meskipun demikian, Nadiene mengungkapkan kegagalan tersebut menjadi motivasi untuk terus berusaha untuk meraih impiannya. “Setelah gagal dari kompetisi itu, alhamdulillah Allah SWT menggantinya, saya lolos Parlemen Remaja 2023, dimana saya bisa audiensi dengan pemerintah mulai dari menteri, DPRD, sampai gubernur Provinsi Riau dan bahkan saya diundang untuk Podcast RRI mewakili Parlemen Remaja,” kata Nadiene.
Dilansir dari https://www.dpr.go.id/ bahwa Parlemen Remaja merupakan program pendidikan politik tahunan untuk pelajar tingkat SMA/sederajat di seluruh Indonesia. Program itu diselenggarakan oleh Sekretaris Jenderal DPR RI untuk meningkatkan pemahaman tentang demokrasi melalui pelaksanaan simulasi parlemen.
Lebih lanjut Nadiene bercerita, bahwa terdapat 10.000 pendaftar, namun hanya 134 peserta yang berhasil lolos termasuk dirinya, “Karena latar belakang saya IPA bukan IPS sehingga tema esai yang saya buat saat itu tentang teknologi Personal Health Record (PHR) seperti smartwatch yang bisa mendeteksi keberadaan seseorang,” ujarnya.
Hanya dengan menekan satu tombol, lanjutnya, dapat mengirimkan sinyal ke kantor polisi terdekat serta dapat merekam suara sebagai bukti kejadian. “Teknologi ini bisa menjadi solusi untuk mencegah pelecehan seksual, jadi mungkin hal itulah yang membuat saya lolos Parlemen Remaja,” ungkap Nadiene.
Nadiene juga menjelaskan program Parlemen Remaja ini seperti bekerja sebagai DPR RI, “Di dalamnya kami membahas UU tentang hukum pidana mati, demonstrasi bebas, dan hukum pidana penghinaan presiden, sebab kebetulan tahun ini temanya ‘Remaja Kenal Hukum, Taat Aturan Masyarakat Aman’,” ujar Nadiene.
Ia berpandangan tema tersebut bertujuan mengedukasi generasi muda, sekaligus memberikan ide bagaimana hukum pidana yang baik untuk ditetapkan di Indonesia.
Generasi muda LDII yang duduk di bangku kelas 12 SMA itu juga berpesan, agar sebagai anak muda jangan mudah menyerah dan takut akan kegagalan, “Jika sudah mencoba lalu tidak menang itu bukan sesuatu yang perlu ditangisi, karena setidaknya kita sudah mulai lebih dulu daripada mereka di luar sana yang hanya malas-malasan di rumah. Sertakan juga doa untuk mendapat hasil yang terbaik, seimbangkan juga ibadah dan dunianya,” tegas Nadiene.
Selain itu, Nadiene memberikan sedikit tips untuk generasi muda khususnya generasi LDII yang hendak mengikuti kompetisi seperti dirinya atau tertarik dengan program Parlemen Remaja.
“Pemilihan judul sebenarnya menjadi salah satu poin pertimbangan penyelenggara, kalau bisa sesuaikan dengan isu yang sekarang terjadi di kalangan masyarakat serta jangan lupa dampak positif atau realisasinya ke masyarakat. Buatkan juga semacam life mapping atau to do list untuk mempermudah mengerjakan sesuatu sesuai target,” tutup Nadiene. (Eva/FS/LINES).
Alhamdulillah…
Mengharumkan nama pekanbaru di tingkat Nasional.
Semoga Barokah