Sumedang (23/3). Ahli Epidemiologi Griffith University Australia, Dicky Budiman memaparkan konsep fitrah manusia ditinjau dari sisi agama dan sains kesehatan. Ia menjabarkannya dalam “Talkshow Kesehatan” yang digelar DPW LDII Jawa Barat, pada Jumat (22/3), di Graha Aulia Jatinangor, Sumedang.
Pada kesempatan itu, ia menjelasakan agama dan sains merupakan entitas yang sangat mewarnai manusia. Kedua hal ini merupakan kebutuhan pokok bagi hidup dan sistem manusia.
Agama bagi manusia merupakan sebuah pedoman dan petunjuk yang akan menjadi sebuah kepercayaan bagi pemeluknya. Sedangkan sains bagi manusia adalah sebuah ilmu pengetahuan yang dikembangkan hampir sepenuhnya berdasarkan akal dan pengalaman dunia secara empiris.
Menurutnya, eksistensi sains bagi agama memiliki peran sebagai pengukuh dan penguat agama bagi pemeluknya. “Islam tanpa sains Islam sudah sempurna. Namun kehadiran sains dalam hal ini untuk memperkuat kebenaran Islam dengan dibuktikan lewat sains,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan manusia memiliki beberapa jenis fitrah yang telah dijelaskan pada beberapa ayat dalam Al Quran. Fitrah tersebut meliputi; fitrah beragama (QS. al-A’raf: 172 dan QS. Ar-Rūm: 30), fitrah sosial (QS. Alimrân: 112 dan QS. Al-Mâidah: 2), fitrah intelek (QS. AliImrân: 190 dan QS. Muhammad: 24), fitrah sexual/kawin (QS. al-Imrân: 14).
“Semua fitrah manusia tersebut ternyata bisa dijelaskan juga secara sains atau ilmu pengetahuan duniawi,” lanjutnya.
Sementara, berbicara menganai ibadah puasa, ia menjelaskan puasa bisa menjadi cara yang baik untuk menjaga kesehatan tubuh. Salah satunya manfaat puasa bagi kesehatan adalah menjaga kesehatan sistem pencernaan.
“Kalau kita enggak puasa, perut kita tidak berhenti untuk memproses makanan-makanan yang kita konsumsi. Sedangkan kalau kita puasa, ada waktu untuk organ pencernaan kita untuk beristirahat dan membersihkan organ-organ sistem pencernaan,” ungkapnya.
Selain manfaat pada kesehatan, ia menyebutkan puasa juga ternyata berdampak baik untuk melatih karakter. Hal tersebut berkaitan dengan penelitian “The Marshmellow Test” oleh Walter Mischel dan Ebbe B. Ebbesen. Penelitian itu bertujuan untuk mengukur perkembangan kendali delay gratification atau kemampuan untuk menunda dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan.
Dinukil dari Kompasiana.com, penelitian tersebut menemukan bahwa anak yang lebih sabar menunggu demi hadiah yang lebih besar, menunjukkan performa lebih baik di sekolah. Mereka juga memiliki SAT score (nilai untuk masuk perguruan tinggi) lebih tinggi. Selain itu, anak-anak tersebut mempunyai kepercayaan diri lebih tinggi dan keterampilan emosi lebih baik. Bahkan, penelitian menyebutkan bahwa mereka cenderung terhindar dari penyalahgunaan obat-obatan.
“Siapa yang bisa puasa itu setelah 15 menit, itu dia hasil kontrol emosinya bagus, tidak mudah terpecahkan perhatian atau fokusnya, efektif dalam beradaptasi. Bahkan kecerdasannya jauh daripada yang tidak bisa berpuasa,” ungkapnya.
Penelitian tersebut menurutnya selaras dengan konsep berpuasa. “Inti dari puasa adalah pengendalian diri. Maka dari itu ketika sahur dan buka ya harus dikendalikan juga, seperlunya saja, tidak berlebihan,” jelasnya.
Untuk itu ia menekankan pentingnya pengendalian pola gizi seimbang tetap harus menjadi prioritas untuk memenuhi kebutuhan zat gizi selama bulan puasa. “Dalam puasa, harus mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang. Kita juga perlu lemak, karbohdrat, semua gizi harus seimbang, tidak berlebihan,” tutupnya.
Manusia memiliki beberapa jenis fitrah yang telah dijelaskan pada beberapa ayat dalam Al Quran. Fitrah tersebut meliputi; fitrah beragama (QS. al-A’raf: 172 dan QS. Ar-Rūm: 30), fitrah sosial (QS. Alimrân: 112 dan QS. Al-Mâidah: 2), fitrah intelek (QS. AliImrân: 190 dan QS. Muhammad: 24), fitrah sexual/kawin (QS. al-Imrân: 14).
Semua fitrah manusia tersebut ternyata bisa dijelaskan juga secara sains atau ilmu pengetahuan duniawi.