Sejak Selasa (28/5) di X (Twitter), berkumandang #AllEyesOnRafah. Selanjutnya, tagar tersebut menjadi tren di berbagai platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan lain-lain. Kampanye ini telah menarik perhatian luas, dengan postingan terkait yang dibagikan lebih dari 40 juta kali di Instagram.
Tagar dan gambar bertema “All Eyes On Rafah” membanjiri media sosial, menyuarakan kesedihan dan solidaritas untuk warga Palestina yang terkena dampak konflik.
Seruan ini muncul setelah serangan udara oleh Israel di Rafah pada 26 Mei 2024. Rafah merupakan kawasan pengungsian bagi warga Palestina itu, mengalami serangan hebat yang berlangsung dari Senin malam (27 Mei) hingga Selasa pagi (28 Mei), mengakibatkan 37 orang tewas. Di antara korban, tujuh orang berada di tenda pengungsian dekat tenda Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar 200 meter dari lokasi kebakaran pada 26 Mei.
Di tengah kekacauan yang sering melanda Timur Tengah, terutama yang melibatkan kepentingan Barat dan Israel, Rafah muncul sebagai simbol harapan dan ketahanan. Terletak di perbatasan antara Mesir dan Jalur Gaza, kota ini menggambarkan kekuatan dan solidaritas internasional dalam menghadapi zionisme, kolonialisme, rasisme dan apartheid. Rafah, yang pernah menjadi persimpangan rute perdagangan kuno dan geopolitik modern, kini menjadi saksi penderitaan warganya akibat konflik yang berkepanjangan.
Rafah memiliki sejarah kaya sebagai pusat perdagangan dan keragaman budaya. Jalanan kota ini dipenuhi jejak para pedagang, peziarah, dan pengungsi, masing-masing meninggalkan pengaruh yang mendalam pada identitas kolektif Rafah. Mulai dari pasar yang ramai dengan aroma rempah hingga masjid-masjid yang tenang dengan panggilan adzan, Rafah tetap berdenyut dengan kehidupan, meski narasi putus asa sering mencoba mengaburkan eksistensinya.
Menurut Forbes, “All Eyes On Rafah” berarti “Semua Mata Tertuju pada Rafah.” Ungkapan ini merupakan seruan bagi masyarakat dunia untuk memperhatikan serangan yang terjadi di Rafah, Gaza, Palestina. Kalimat tersebut digunakan di media sosial untuk menarik perhatian terhadap kekejaman yang berlangsung di sana.
Asal Mula “All Eyes On Rafah”
Slogan “All Eyes On Rafah” muncul dari pernyataan Rick Peeperkorn, Direktur Kantor Wilayah Pendudukan Palestina di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pada Februari lalu, ia mengatakan, “Semua mata tertuju pada Rafah” beberapa hari setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan rencana evakuasi ke kota tersebut.
“Netanyahu mengklaim bahwa Rafah adalah benteng terakhir kelompok militan Hamas yang harus dilenyapkan. Pernyataan ini dimaksudkan agar pengamat internasional tidak berpaling dari apa yang terjadi di Rafah, di mana sekitar 1,4 juta orang berlindung setelah melarikan diri dari pertempuran di bagian lain Gaza,” ujarnya.
Seruan “All Eyes On Rafah” menegaskan bahwa perhatian dunia harus tetap tertuju pada krisis kemanusiaan ini, meskipun serangan terus berlanjut di tengah banyaknya penduduk sipil.