Khalid berteriak, “Jangan dibunuh!.”
Malam itu Khalid dan pasukannya tinggal di dalam benteng hingga pagi. Para penghuni benteng berkata kepada Abdul-Malik, “Wahai Pemimpin! Kalau kita berdamai sebelum ini, tentu ini semua tidak terjadi. Kami bertanya ‘demi yang telah menolong Tuan! Kenapa Tuan bisa membuka pintu-gerbang benteng kami?.”
Khalid merasa bersalah, jika menjawab tanpa seijin Abdul-Malik. Abdul-Malik (Rumas) berdiri dan berkata, “Saya lah yang membukakan pintu untuk Beliau! Hai musuh-musuh Allah dan RasulNya! Agar mendapat Keridhoan-Allah! Dan untuk memerangi kalian!.”
Mereka bertanya, “Bukankah Tuan pimpinan kami sendiri?.”
Abdul-Malik berkata, “Allahumma! Jangan Kau jadikan saya tergolong mereka! Saya ridho Allah sebagai Tuhan; Islam sebagai agama; Kabah sebagai qiblat; Al-Qur’an sebagai Imam! Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali hanya Allah, Muhamad Utusan-Allah.”
Khalid berbahagia mendengar pernyataan Abdul-Malik; panduduk Bushra marah berencana jahat atas Abdul-Malik. Abdul-Malik tahu bahwa dirinya terancam. Lalu berkata pada Khalid, “Saya tidak mau tinggal di sini. Saya ingin ikut Tuan ke mana-saja. Jika Allah telah memberikan negri-negri Syam pada Tuan, dan segala perkara telah di tangan Tuan; suruhlah saya kembli lagi kemari. Kota ini istimewa.” Cerita selanjutnya>>
sumber: mulungan.org