Kediri (27/7). Mencegah stunting atau kekurangan gizi perlu dipahami tidak hanya dari keluarga, tapi juga lingkungan sekitar. Dokter Spesialis Gizi Klinik Retno Wijayanti mengatakan, masyarakat perlu menerapkan pola hidup bersih dan sehat, serta mengerti gizi dan nutrisi makanan terutama kebutuhan protein hewani.
Hal itu ia jelaskan di hadapan ratusan peserta Webinar “Cegah Stunting Membangun Generasi Sehat dan Cerdas Wujudkan Indonesia Emas 2045” yang digelar DPP LDII di Ponpes Wali Barokah, Kediri, Jawa Timur pada Sabtu (27/7) secara luring dan daring.
Retno yang juga mewakili Ikatan Istri Dokter Indonesia (IIDI) itu menjelaskan, nutrisi mikro ibaratnya motor hanya diisi bensin tapi tidak memperhatikan kebutuhan oli. Zat gizi mikro yang kurang akan mempengaruhi pertumbuhan. Berdasarkan data Kemenkes RI, Retno menyebut 21,5 persen anak Indonesia menderita stunting akibat defisit mikronutrien. “Penderitanya tidak bisa kembali seperti semula, karena itu perlu pencegahan sejak awal,” katanya.
“Stunting berarti malanutrisi atau ketidakseimbangan antara apa yang dimakan atau dipakai. Orang gemuk bisa jadi kena malanutrisi atau defisit mikronutrien untuk tubuh,” kata Retno.
Setiap orang bisa memantau tumbuh kembang anak melalui posyandu atau puskesmas. Sehingga, sosialisasi pencegahan stunting lebih tepat sasaran dan gizi anak terukur. Ketika anak lahir, orangtua belum tentu langsung mengetahui anaknya malanutrisi atau tidak. “Karena siklus stunting adalah lingkaran setan yang terjadi lintas generasi, hal itu harus diputus,” ujar Retno.
Terutama bagi perempuan, Retno menegaskan, perlu memantau nutrisi berkala. Jika sejak usia remaja malnutrisi, maka saat perempuan itu hamil, janin yang dikandung akan lebih beresiko untuk terkena stunting.
Salah satu pencegahan malnutrisi sejak bayi adalah pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama bayi. “Kalau bisa paling sebentar enam bulan menyusui ASI saja, para ibu bisa meminta tenaga kesehatan dari Posyandu atau Puskesmas memeriksa kesehatan bayi,” ujar Retno. Selain itu ia menambahkan, “Jangan sampai terlalu dini memberi makanan pada bayi hanya karena dikomentari orang lain mengenai fisik bayi.”
Sayangnya, Indonesia masih menghadapi masalah gizi yang tinggi kalori dan minim gizi tapi justru lebih mudah dan murah dijangkau ketimbang makan sayur dan buah yang mahal. “Terlebih lagi pengaturan gula, garam, micin, belum ada. Itu yang harus diputus,” kata Retno.
Asupan tubuh harus seimbang agar memastikan kebutuhan tubuh terpenuhi, serta punya cakupan nutrisi luas; energi, serat, vitamin, mineral, nutrien spesifik. Manfaatnya, Retno menjelaskan, gula darah netral dan asupan masing-masing nutrisi terpenuhi.
“Misal saat sarapan dipenuhi karbohidrat, mungkin langsung kenyang tapi gula darah naik tinggi. Sehingga tidak mau lagi mengonsumsi nutrisi yang lain,” katanya. Tubuh kenyang tapi gula darah cepat naik, tidak membentuk energi untuk tubuh. Sementara itu, gula darah akan turun kembali dan tubuh cepat lapar. Lain hal jika sejak sarapan tubuh mengonsumsi karbohidrat, lemak, dan protein hewani.
Mengapa protein hewani lebih dibutuhkan ketimbang nabati? Jika protein nabati harus dilengkapi nutrisi lainnya, protein hewani sudah cukup, karena asam amino esensial hewani lebih lengkap. Molekul protein, Retno memaparkan, mengandung NH2 (gugus amina senyawa organik dan fungsional senyawa nitrogen) yang tidak bisa dibentuk dari karbohidrat dan lemak. “Protein dibentuk dari makanan, tidak bisa diproduksi dari tubuh sendiri,” katanya.
“Protein ibarat emas di tubuh, agar menjadi otot, ya harus olahraga. Asupan lemak dan protein diolah, sehingga menjadi otot,” ujar Retno. Aktivitas yang diam, tidak akan mengubah protein menjadi nutrisi berguna untuk tubuh.
Ditambah lagi, ketika membeli makanan dalam kemasan umumnya, Retno mengingatkan perlu melihat ukuran penyajian sekali makan. Kandungan gula yang sedikit, bukan berarti makanan itu aman, karena kandungan lainnya juga tetap mempengaruhi.
Tips Produksi Protein dari Rumah Ala Spesialis Gizi
Perlunya kebutuhan protein dari rumah, Retno menjabarkan tips agar anak tidak bosan mengkonsumsi protein hewani, yakni dengan menyesuaikan porsi kebutuhan anak. “Bisa juga disajikan yang menarik dan anak juga diajak mengolah makanan tersebut,” kata Retno.
Selain itu proses memasak lebih ditekankan merebus, menumis, dan mengukus ketimbang menggoreng yang mengurangi kadar protein. Kemudian orangtua jangan lupa mengajak anak untuk olahraga, tidak hanya lari tapi juga resistensi atau olahraga beban untuk membentuk otot.
Selanjutnya, kebutuhan lemak juga diperlukan agar nutrisi tetap seimbang. “Tidak perlu takut gemuk, asal tidak makan tersaturasi atau lemak jenuh, dan memilih sumber lemak baik,” katanya. Lemak yang dingin, kata Retno akan mengeras dan menyumbat pembuluh darah.
Tipsnya, lemak ikan lebih baik dikonsumsi ketimbang lemak daging karena justru saat terkena panas tubuh, lemak ikan lebih encer sehingga mudah terserap tubuh. “Semakin tubuh repot untuk mengolah asupan, maka tidak mudah lelah, gula darah stabil dan berenergi,” kata Retno.
Hal penting lainnya, tubuh juga membutuhkan sumber serat yang mempertahankan rasa kenyang lewat buah, sayuran, dan cairan. Jika sayuran dan buah menjadi sumber vitamin, maka air dibutuhkan untuk memenuhi cairan tubuh setiap harinya.
“Efek asupan mempengaruhi tubuh jangka panjang dan lintas generasi, sehingga harapannya memiliki pengetahuan yang baik,” kata Retno.