Jakarta (3/9). LDII dan MPR RI menandatangani kerja sama “Sekolah Virtual Kebangsaan” di Gedung MPR RI, Jakarta pada Selasa (3/9). Menurut Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, kerjasama itu penting agar persatuan bangsa terjaga.
Bamsoet yang mengapresiasi kerja sama tersebut mengatakan, MPR menaruh harapan besar kepada LDII, untuk membantu memasyarakatkan nilai kebangsaan di seluruh penjuru tanah air. “MPR sebagai penyambung lidah masyarakat juga mengingatkan agar menjaga tempat dimana berpijak tetap utuh dan tidak terjadi konflik,” ujarnya.
Bamsoet meyakini bahwa LDII secara eksplisit menjadikan kebangsaan sebagai salah satu program prioritas pengabdian masyarakat. Prinsipnya, hubungan kerjasama mengenai kebangsaan yang dibangun itu akan menjadi contoh kepada ormas lainnya.
Ia mengingatkan, tantangan ke depan tidak mudah baik dari dalam maupun luar. Konflik internal karena politik dan sistem demokrasi yang dianut hari ini masih terjadi, terlebih menghadapi pilkada serentak yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat. Jika tidak diwaspadai dan disikapi, akan menjadi masalah. “Jangan lagi membawa isu SARA, agama di kampanye pilkada nanti. Ini juga yang harus dievaluasi ke depan nanti,” ujar Bamsoet.
Bamsoet juga mengutarakan pandangannya mengenai kelebihan dan keuntungan bagi kebijakan luar negeri Indonesia, dengan tidak menjadi koloni negara lain. Karena itu Bamsoet memandang sosialisasi empat pilar perlu disebarkan kembali di tengah masyarakat.
Ia memaparkan, ketidakhadiran negara dalam pembinaan mental ideologi diyakini sebagai penyebab banyaknya paparan ekstrimisme, sikap intoleran, dan radikalisme. Selain itu di tengah situasi yang semakin kompleks, kemajuan teknologi dan kampanye masyarakat secara global menginginkan menjadi warga dunia, bukan lagi dibatasi negara.
Hal ini bila tak disikapi dengan baik, menjadi ancaman negara. Selain itu, pengaruh negatif dari asing juga mengancam keberbudayaan Indonesia. “Tidak sedikit anak muda yang melemahkan kepribadian berkebudayaan Indonesia,” ujarnya.
Penggunaan media sosial yang tidak bijak, juga menjadi pemicu melahirkan kehidupan berbangsa yang tidak harmonis. “Barangkali literasi politik, pendidikan, tidak seperti yang kita harapkan. Ini akan menjadi bom waktu, yang meledak sewaktu-waktu,” kata Bamsoet menambahkan.
Ia mengingatkan, apa yang hari ini sudah dicapai, bisa hilang akibat konflik. Pancasila adalah salah satu falsafah bangsa yang dipandang baik di dunia. Bamsoet mengatakan bahwa, “Bangsa yang besar adalah yang berpijak pada falsafahnya sendiri.”
Terakhir, ia mengingatkan, untuk menjaga apa yang diperjuangkan para pendahulu. Berbeda politik dalam kontestasi kedepan, jangan percaya jika ada yang membawa jargon agama tapi menyebarkan kebencian. “Kita adalah satu dalam kemanusiaan,” pungkasnya.
Dunia digital yang barokah