Jakarta (21/9). Perubahan iklim disertai pemanasan global menjadi isu utama dunia. Tanggung jawab menekan efek pemanasan global menjadi tanggung jawab pemerintah dan komunitas lainnya, termasuk ormas keagamaan seperti LDII.
Upaya LDII untuk menekan efek pemanasan global dengan mengadakan penghijauan sejak 2007. Kegiatan bertajuk Go Green itu telah menanam 4 juta pohon di seluruh Indonesia. LDII juga telah membentuk empat Program Kampung Iklim (ProKlim) Utama. Berbagai langkah LDII tersebut dibahas dalam Podcast Linestalk bertajuk “Peran LDII Melestarikan Lingkungan Hidup” pada Jumat (20/9).
Ketua DPW LDII Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Atus Syahbudin yang menjadi narasumber podcast bersama Ketua DPW LDII Kalbar Susanto, dan Ketua DPW LDII Riau Imam Suprayogi. Pada kesempatan itu Atus menyampaikan, ProKlim bukan hanya urusan tanam-menanam pepohonan, tapi tapi berbagai upaya lainnya untuk melestarikan lingkungan, seperti; optimalisasi pekarangan, konservasi tanah dan air, pengelolaan sampah, kesehatan, energi baru terbarukan, dan lainnya.
Meski demikian, upaya tersebut masih menghadapi dilema ekonomi dan ketahanan lingkungan. Di Kalimantan contohnya, Ketua DPW LDII Kalbar Susanto juga mengatakan pihaknya menghadapi deforestasi paling tinggi. Dahulu hutan rimba Kalimantan disebut paru-paru dunia, kini julukan itu belum tentu bertahan. “Karenanya, Proklim bukan hanya masalah personal, tapi juga menggandeng tingkat kelembagaan,” kata Susanto.
Di Kalbar, LDII menjadi edukator setiap komponen seperti pegiat atau masyarakat seperti pimpinan lembaga. “Sebagai lembaga dakwah, kegiatan peduli lingkungan jadi diplomasi strategis di berbagai komponen terutama hidup beragama,” ujarnya.
Sementara itu, Atus yang juga dosen di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) menambahkan, ProKlim menuntut setiap orang berkreasi sembari menjaga lingkungan. LDII DIY memulai hal itu lewat peran mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan takmir masjid setempat menjaga lingkungan bersih dari udara kotor. Contohnya sedekah air lewat sampah, yakni menukar sampah dengan air bersih, inisiasi Kyai Peduli Sampah, Dai ProKlim, Sekolah Lansia ProKlim, healing spot, dan kampung pramuka ProKlim.
LDII DIY juga mengandalkan kesederhanaan sistem ramah lingkungan yang familiar bagi masyarakat. Sehingga warga langsung beraksi secara mandiri, tanggung jawab mengelola sampah atau limbah rumah tangga. Setelah acara Departemen Litbang, IPTEK, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup (LISDAL), rencananya satu kampung di Karanganyar akan diinisiasi LDII untuk ProKlim.
Langkah membentuk Desa ProKlim dalam melestarikan lingkungan juga ditempuh LDII Riau. Menurut Ketua DPW LDII Riau Imam Suprayogi, menciptakan keseimbangan lingkungan dengan ProKlim, butuh peran masyarakat dengan pendampingan korporasi. Pemanfaatan CSR dan pemberdayaan warga lokal menjadi sinergi menjaga lingkungan jika dimanfaatkan dengan baik. “LDII Riau menggabungkan kolaborasi pemberdayaan SDM, pegiat ProKlim, serta komunitas,” kata Imam.
Pegiat lingkungan aktif di komunitas, sementara anak muda aktif melalui digital. Pondok Pesantren Mahasiswa yang dikelola LDII di Riau menjadi training center aplikasi berbasis digital pengelolaan ProKlim. “Proklim di Riau dibangun sejak 2015 dengan teknologi yang masih manual. Saat ini, negara hadir, tenaga SDM lokal ada, sehingga kontribusi terhadap lingkungan maksimal,” kata Imam.
Imam berharap ProKlim menjadi cerminan kontribusi ormas khususnya di Riau. “Ormas memang harus bicara lingkungan yg cukup banyak, sedangkan peran korporasi mempercepat gerakan kecil terhadap lingkungan itu,” imbuhnya.
Sejak tahun 2021, LDII telah menggerakkan pemuda Kader Gemilang yang menjadi ujung tombak menghadapi isu lingkungan berbasis masjid. Namun hal itu masih perlu peningkatan agar anak muda mau melibatkan diri peduli lingkungan. Menurut Atus, anak muda perlu berinovasi. Ia setuju penggunaan teknologi digital seperti Internet of Things dalam praktek penghijauan.