Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Pertemuan yang tak terduga, tapi seperti terencana. Ada yang mengatur. Singkat, tapi penuh berkah. Sebentar, tapi sarat makna. Ternyata saya punya orang dekat yang bisa diajak ‘sambung rasa’. Orangnya sudah sepuh. Penuh kesantunan. Ngemong. Berwawasan luas. Tersirat keilmuannya laksana ilmu padi. Selain mumpuni, juga dihayati. Pengalaman segudang dan orang yang penuh pengertian tentang hidup. Kenyang asam-garam kehidupan. Tampak dari ucapan dan tindak-tanduknya. Semua gerak-geriknya serba pas. Omong sak omong mentes berisi. Orangnya prasaja dan hidupnya juga sederhana. Rumah pantas, tanpa harus dipantas-pantasi. Tak banyak perabotan, namun cukup sehat. Sirkulasi udara serasi, ventilasi cukup dan penuh cahaya kedamaian. Dibarengi lingkungan sekitarnya yang masih asri, menambah perbawa rumahnya ini. Boleh dibilang rumah yang cekli, minimalis tapi beryoni. Siapa pun yang datang pasti akan terkesan dengan suasananya. Dan lebih terkesan lagi dengan pemiliknya, yang menjadi pelengkap sekaligus aktor utama yang merajai semua ini.
Setelah berbasa-basi layaknya orang bertamu, dengan kabar-kabari dan bumbu percakapan ngalor-ngidulnya, lahirlah kalimat hikmah pertama yang berkesan dalam di hati. Pituahnya; “Orang yang paling lemah adalah orang yang tidak kuasa berdoa dan orang yang paling kikir adalah orang yang pelit mengucapkan salam.
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجَزَ عَنِ الدُّعَاءِ، وَأَبْخَلُ النَّاسِ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلَامِ.
“Dari Ali bin Abi Thalib; dia berkata; Rasulullah SAW bersabda; _‘Orang yang paling lemah adalah orang yang tidak kuasa berdoa dan orang yang paling kikir adalah orang yang pelit mengucapkan salam.” (HR Al-Bukhari – Adabul Mufrad)
Aduh…., mak lessss…., seperti sihir. Kalimat itu membuatku lemas seketika laksana terlolosi otot bayuku (urat-urat nadi terasa lemas seketika seperti dilucuti kekuatannya). Betapa selama ini teramat sedikit doa yang saya panjatkan. Iya yakin memang sedikit. Dan teramat sulit mulut ini berucap salam ketika berkunjung, bertemu dan berpisah. Ada perasaan minder luar-dalam. Dua-duanya menghunjam.
Kemudian beliau melanjutkan, dengan kalimat hikmah keduanya; ”Sekarang sudah jarang orang yang bisa rutin bangun malam, tepekur di penghujung malam yang akhir berlama-lama. Menghidupkan sepertiga malam dengan bermunajad kepada Allah, sekali pun dia jamaah pengajian. Banyak kemunduran, godaan dan sikap meremehkan yang dialami secara umum saat ini. Mulai terasa dan mengemuka. Dan alarm berbahaya, jika salah meresponnya.”
Batin saya bergejolak. Saya mengutuki diri sendiri, yang jarang sekali bisa sholat malam, bahkan sekedar untuk berdoa saja. Keblug. Tukang tidur. Sedikit-sedikit tidur. Dan kalaupun doa, pun masih dalam katagori sedikit. Lemah. Rendah. Sebenar-benarnya orang yang lemah, sesuai atsar di atas.
”Orang terbius hanya dengan kebenaran tanpa mau memperdalam dan menggali apa yang ada dalam kebenaran tersebut.” Begitulah kalimat hikmah berikutnya yang meluncur secara rapi. ”Kita khatam Kitabu Sholah dan mempraktikkan apa yang ada di dalamnya. Sesuai dengan yang tertulis di sana, biasanya orang tersebut praktik sholatnya dengan cepat. Bahkan menjadi ciri kalau jamaah pengajian itu sholatnya cepat-cepat, sesuai dengan tuntutan jaman modern – hujjah mereka. Karena kebanyakan mereka yakin bahwa yang mereka lakukan sudah benar, seperti baca doa ruku’ dan sujudnya dua kali-dua kali. Itu sudah cukup dan mencukupi standar kepuasan mereka. Padahal masih ada tuntunan tuma’ninah, ada tartil dalam bacaan dan tidak terburu-buru menuju ihsan. Bahkan dalam hadist lain diterangkan, ”Manakah sholat yang afdhol Nabi?” Nabi menjawab, ”Adalah yang panjang bacaannya.” Atau diriwayat lain; ”Yang lama berdirinya.” Riwayat ini shohih menurut kriteria Bukhori-Muslim. Seharusnya setelah mereka menjumpai Kitabu Sholah, dalam praktiknya mereka melambari dengan hadist masalah panjangnya bacaan dan lamanya berdiri, sehingga benarnya jadi benar sebenar-benarnya. Benar praktiknya, benar tuma’ninahnya dan benar juga dengan tartil bacaannya serta kekhusyu’an yang dalam. Tapi hal ini sering diabai, hasilnya sholat malam dan doa malam pun terabai. Karena hal dasar yang menjadi pondasi telah kabur yaitu pelit dan sedikit dalam sholat dan doa.’
Mari simak dalil ini, tuturnya; ”Afsyus salam, wa-ath’imu thoam, wa shil arham, washollu bil-laili wan-naasu niyam”. Inilah yang menghindarkan kita dari kekikiran dan kelemahan.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الأَرْحَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلامٍ.
Dari Abdullah bin Salam, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah tali silaturahmi, dan sholatlah di malam hari saat orang-orang sedang tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.’ (HR. At-Tirmidzi)
Serasa terantuk, saya gagap menerima semua itu. Apa yang diomongkan realita yang sedang berlangsung sekarang. Tidak jauh-jauh, bahkan yang mendengarkan saat itu (saya), persis seperti yang disampaikan. Rasanya seperti muallaf lagi di depan Mbah Salim. Banyak amalan yang harus digapai, ditingkatkan lagi menuju kesempurnaan islam, iman dan ihsan yang sesungguhnya. Alhamdulillah tidak patah hati. Malah terus menanti dan menanti nasehat selanjutnya. Bahkan perasaan dan pikiran saya padang, dengan aura segar luar biasa, demi mendapat pencerahan yang khoiru minad-dunya wamaa fiihaa (Lebih baik dari dunia dan seisinya). Selain itu ada perasaan damai, tenang dan tentram menaungi, begitu sadar masih memiliki seseorang seperti beliau. Walau pedas kata-katanya, justru itulah obat yang kita cari selama ini. Jarang sekarang kita jumpai orang yang masih tega dalam memberikan nasihat, namun dengan suri-tauladan nyata dengan perilaku shalih, seperti rutin bangun malam ketika datang sepertiga malam yang akhir. Mudah-mudahan nur nasehat dan sikap itu menular pada kami. Itulah sebersit prasangka baik, harapan yang tak pernah padam, walau masih dalam hati kecil saja.
Tak lupa, beliau juga menyisipkan cerita motivasi. Suatu ketika Mbah Salim tidak menjumpai makanan yang bisa di makan di dalam rumahnya pagi itu. Lantas, dia ambil wudhu dan sholat dua rekaat. Tak lama kemudian datang seseorang membawa sepanci makanan lengkap dengan lauknya. Alhamdulillah doa saya terkabul, katanya. Lalu dia bercerita, “Kata Abah almarhum, kalau kamu sedang kesulitan tak ada rezeki di rumah, sholatlah dua rekaat dan berdoalah; Allohummo rezeki nomplok.” Dia selalu mempraktikan hal itu, ketika dalam kesulitan (hidup). Tapi tidak kebablasan, hanya sekedar hidup tidak bermewah-mewahan. Itulah salah satu ciri keperwiraan, orang yang sakdermo, yang lebih cinta kehidupan akhirat.
Saya tersentak, tersenyum simpul, demi mendengar; Allahummo… doa apalagi ini. Ternyata banyak hal yang belum saya tahu, bahkan itu di jamaah pengajian sendiri. Allahu Akbar, betapa luas dan tak terhingganya ilmu Allah. Beruntung saya sempat mengenal dan mendengar hal ini. Walau cuma segelintir dari Mbah Salim. Semoga terus bertambah dan bertambah jadi berkah. Inilah mungkin contoh nyata dari hadits berikut ini.
خَرَجَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ مِنْ عِنْدِ مَرْوَانَ بِنِصْفِ النَّهَارِ فَقُلْتُ مَا بَعَثَ إِلَيْهِ هَذِهِ السَّاعَةَ إِلاَّ لِشَىْءٍ سَأَلَ عَنْهُ . فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ سَأَلَنَا عَنْ أَشْيَاءَ سَمِعْنَاهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ يَقُولُ “ مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ
“Zaid bin Tsabit meninggalkan Marwan pada siang hari. Aku (Aban) berkata: ‘Dia tidak akan mengutusnya pada waktu seperti ini kecuali untuk sesuatu yang ia tanyakan.’ Maka aku bertanya kepadanya, dan ia berkata: ‘Dia bertanya kepadaku tentang beberapa hal yang kami dengar dari Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang hanya berfokus pada dunia, Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menempatkan kemiskinan di depan matanya, dan ia tidak akan mendapatkan apa pun dari dunia kecuali apa yang telah ditetapkan baginya. Namun, barangsiapa yang berfokus pada Akhirat, Allah akan mengatur urusannya, menempatkan rasa cukup di dalam hatinya, dan rezeki serta keuntungan duniawi akan datang kepadanya dengan hina.” (HR Ibnu Majah)
Itulah hal-hal yang membuat saya menjadi cethek, pendek, dangkal dan kerdil di depan orang yang istiqomah. Banyak yang harus dipelajari dan diketahui (ngangsu kaweruh), juga banyak hal yang bisa dijadikan alat introspeksi menjadi lebih baik (wulang reh). Walau kadang datangnya tak disangka-sangka. Harus siap-sedia. Apalagi terkait nasehat dan kalimat hikmah. Semuanya kita ucapkan syukur alhamdulillah. Alhamdulillah jazahumullah khaira. Alhamdulillah jazakumullah khaira. Selamat jalan Mbah Salim, kami semua akan menyusulmu.