Jakarta (5/12). Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia menjadi cermin bagi sistem kesehatan nasional. Meskipun Indonesia menjadi negara yang tergolong cepat dalam pemulihan pascapandemi, berbagai kekurangan dalam sistem kesehatan Indonesia masih sangat terlihat.
Hal ini disampaikan Ketua DPW LDII Lampung, M Aditya, kala ditemui awak media saat Rakornas LDII pada Minggu (22/9) di Grand Ballroom Minhajurrosyidin, Jakarta. Ia menceritakan pengalamanya bersama tenaga medis lainnya dalam menghadapai pandemi lalu.
Indonesia belum memiliki kemandirian farmasi sehingga sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan obat dalam negeri. Banyak negara yang tidak mau berbagi persediaan obat yang dimiliki karena mengutamakan kebutuhan obat dalam negerinya.
“Saya yang mengalami langsung, bagaimana pasien pada saat memerlukan terapi yang dibutuhkan itu tapi enggak punya persediaanya. Beberapa negara menahan, semua takut, tidak mau menjual. Paling menyedihkan misalnya obat terapi yang digunakan untuk imunoglobulin, seperti gammaraas, yang sangat dibutuhkan pasien tapi tidak ada,” terang Ketua Bidang Kajian Penyakit IDI Wilayah Lampung tersebut.
Ia mengingatkan, hal tersebut dapat menjadi bahan untuk mawas diri karena APBN Kesehatan Indonesia belum ideal. Dibandingkan degan negara tetangga seperti Singapura, APBN kesehatannya di atas 12 persen dan Malaysia hampir 15 persen. Sedangkan negara-negara Eropa, APBN kesehatan mereka sekitar 20 sampai 30 persen besarnya.
“APBN kesehatan negara kita sekitar 5%, jika dibandingkan dengan negara-negara lain sangat jauh. Mungkin skala prioritas yang menjadi kebijakan negara kita lebih mengutamakan pendidikan, negara ingin mencerdaskan anak bangsa sehinga APBN sektor kesehatan lebih kecil,” tutur Adit.
Ia menerangkan untuk dapat memperbaiki sistem kesehatan Indonesia dibutuhkan kerja sama semua pihak dan dana yang besar. Jika ingin mewujudkan generasi emas 2045 perlu menghasilkan generasi unggul yang sehat dan cerdas, dengan menyeimbangkan APBN pendidikan dan kesehatan.
“Menurut saya, APBN untuk sektor pendidikan dan kesehatan harus seimbang sekitar 20 persen atau mungkin seperti Singapura yang APBN kesehatannya sekitar 15 persen. Karena kita berharap kedepannya Indonesia menjadi negara yang cerdas dan sehat,” tutup Aditya. (Nabil)