Terus terang saya terserang amnesia berat. Sudah tidak ingat lagi terakhir merasa sedih. Bukan sombong, ini hanya masalah rasa. Tepatnya bentuk kesyukuran dengan memainkan perasaan. Yang artinya bisa mengoptimalkan setiap nikmat yang didapat menutup semua rasa sedih dan kecewa. Seperti iklan bodrex, yang lupa pernah sakit kepala. Hasilnya, plong. Merasakan hidup yang enak terus, nlisir. Sak dermo. Nrimo ing pandum. Dan mengalir. Padahal dalilnya jelas, dalam hidup ini haruslah ada cobaan. Hidup haruslah dengan problematika. Tidak bisa tidak. Ada mushibah, ada nikmat. Ada senang, ada sedih. Ada tawa, ada tangis. Ada sukses, ada gagal. Ada kesulitan, ada kemudahan. Dan lain sebagainya, sebagai suatu bentuk pasangan yang telah diciptakan Allah. Itulah ketentuanNya. Allah berfirman;
لَتُبْلَوُنَّ فِيْٓ اَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْۗ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْٓا اَذًى كَثِيْرًاۗ وَاِنْ تَصْبِرُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ
“Kalian pasti akan diuji sungguh dalam (urusan) harta dan diri kalian. Kalain pun pasti akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Alkitab sebelum kalian dan dari orang-orang musyrik. Jika kalian bersabar dan bertakwa, sesungguhnya yang demikian itu termasuk tetapnya perkara.” (QS Ali Imran : 186)
Untuk ukuran hidup, apalagi jarak tempuh, mungkin baru sedikit sekali pengalaman dan petualangan hidup ini di muka bumi. Pulau-pulau besar Indonesia saja belum lengkap dijelajahi. Pulau Jawa pun banyak yang bolong, belum dikunjungi. Jangankan Pulau Jawa, wong Kota Pati sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Pati, yang tercantum di KTP saya sebagai tempat lahir, belum saya kenal dengan baik. Kadang saya jadi malu; mengaku orang Pati, tapi tidak tahu Pati. Begitulah hidup, dengan gaya apa adanya. Apalagi bicara manca negara. Bisa terpaku, terdiam menjadi pendengar setia. Untuk yang lain, sebagai fortifikasi dan diversifikasi juga serupa. Pengalaman berkelahi tidak pernah. Terjun langsung tawuran belum punya catatan. Jadi anak bandel baru sedikit-sedikit mencoba dan tidak berlanjut. Maka terkadang terbersit pengin merasakan satu per satu semua pengalaman itu.
Namun, itu semua bukan ukuran kualitas hidup seseorang yang sebenarnya. Sebab kebijaksanaan tidak melulu datang dari hal yang mahal, pelik dan brilian lagi menantang. Bahkan yang paling sederhana pun bisa menjadi hikmah dan guru hidup yang luar biasa, kalaulah bukan yang terbaik. Sebab selama kita masih berpijak pada bumi yang sama, maka kita bisa belajar dan mendengar dari sejarah orang-orang terdahulu dan pengalaman orang lain di sekitar kita. Walau tanpa pernah mengalaminya sendiri. Sebab apa yang ada di bumi ini memang diperuntukkan bagi kita semua manusia. Tinggal pintar – pintarnya kita mengambil hikmah dan pelajarannya. Walaupun memang beda, antara mengalami sendiri dan mendengarkan cerita orang lain. Ingat, ada hak yang sama di sana sesuai firman Allah ini;
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖۗ وَاِلَيْهِ النُّشُوْرُ
Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu dalam keadaan mudah dimanfaatkan. Maka, jelajahilah segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Hanya kepada-Nya kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS Al-Mulk:15)
Banyak penekun kehidupan setelah merasakan pahit-getir lakon hidup berpesan secara mendalam; urusan hidup itu sudah ada yang mengatur. Oleh karena itu jangan suka mengatur hidup. Isilah dengan hal – hal yang bermanfaat saja. Isilah dengan yang baik – baik saja, sebagaimana telah diatur dan diberikan yang Maha Mengatur lewat para utusan, di dalam kitab dan sunnatullahNya. Alam semesta telah banyak memberikan contoh, maka para leluhur nan bijak sering berkata, hiduplah seperti air yang mengalir. Mengasihilah seperti sang surya yang menyinari dunia. Kalau kita berbuat baik Allah senang. Kalau kita berbuat baik, kebaikanlah yang kita temui kembali. Dalam diam, tirulah kehidupan pohon. Pepohonan mengolah racun karbon diokasida menjadi oksigen yang bermanfaat bagi kehidupan. Jika tidak bisa membantu, yang penting jangan menyakiti. Sejuk. Allah mengingatkan;
اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ ۗوَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.” (QS Al-Isra:7)
Terus dari mana lagi kita bisa meningkatkan kualitas hidup? Setelah diri sendiri, tentu keluarga yang kedua. Keluarga menjadi tempat pertama bagi individu untuk tumbuh, belajar, dan mendapatkan kasih sayang. Keluarga adalah lingkungan awal di mana seseorang belajar nilai-nilai, norma, dan perilaku. Dalam keluarga yang harmonis, setiap anggotanya memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kebahagiaan dan keseimbangan, sehingga menjadi tempat yang penuh kedamaian. Berikutnya, yang ketiga, adalah tetangga. Bagaimana individu berkembang di dalam keluarga, kemudian menular perlahan tapi pasti kepada para tetangga.
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ
“ Beribadahlah kepada Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Berbuat baiklah terhadap orang tua, kerabat dekat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat. ” (QS An-Nisa:36)
Rasulullah SAW pernah bersabda:
وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بوَائِقَهُ
“Demi Allah, tidak sempurna imannya, demi Allah tidak sempurna imannya, demi Allah tidak sempurna imannya. ” Rasulullah saw ditanya ‘Siapa yang tidak sempurna imannya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Seseorang yang tetangganya tidak merasa aman atas kejahatannya’. ” (HR Al-Bukhari).
Mengambil sari pati dari ayat dan hadits di atas, semoga cerita berikut ini bisa menjadi inspirasi untuk memulai berbuat sesuatu ke lingkungan sekitar terutama tetangga. Diceritakan seorang pewarta mewawancari seorang petani untuk mengetahui rahasia di balik sukses buah jagungnya yang selama bertahun-tahun selalu berhasil memenangkan kontes perlombaan hasil pertanian.
“Apa rahasianya Pak? Kenapa buah jagung Bapak selalu menjadi juara?” tanya sang wartawan.
Petani polos itu menjawab, “Tak ada rahasia. Tak ada resep khusus. Biasa – biasa saja. Sebab setiap musim tanam saya selalu membagi-bagikan bibit jagung terbaik saya pada tetangga-tetangga di sekitar perkebunan saya.”
“Mengapa anda membagi-bagikan bibit jagung terbaik itu pada tetangga-tetangga anda? Bukankah mereka mengikuti kontes ini juga setiap tahunnya?” tanya sang wartawan.
“Anda benar. Tapi tak tahukah anda?,” jawab petani itu, “Bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari bunga-bunga yang masak dan menebarkannya dari satu ladang ke ladang yang lain. Bila tanaman jagung tetangga saya buruk, maka serbuk sari yang ditebarkan ke ladang saya juga buruk. Ini tentu menurunkan kualitas jagung saya. Bila saya ingin mendapatkan hasil jagung yang baik, saya harus memberikan kepada tetangga saya jagung yang baik juga, sehingga mereka pun mendapatkan jagung yang baik pula.”
Sangat berharap, kisah singkat di atas membuka mata hati. Sangat menanti, jiwa-jiwa indah yang terus berbunga dan berbakti. Begitulah hidup. Mereka yang ingin meraih keberhasilan harus menolong tetangganya menjadi berhasil pula. Mereka yang menginginkan hidup dengan baik harus menolong tetangganya hidup dengan baik pula. Nilai dari hidup kita diukur dari kehidupan-kehidupan yang kita sentuh di sekitar kita. Tak jauh – jauh. Dan sekarang mari lihat lingkungan sekitar tempat tinggal kita. Bukan hanya langit yang dijunjung, bumi yang dipijak, akan tetapi tetangga juga punya hak untuk diajak berbiak dengan kebaikan-kebaikan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ. رواه البخاري
Dari Aisyah ra, dari Nabi SAW, Nabi bersabda, “Jibril terus mewasiatkanku perihal tetangga, sehingga aku menyangka bahwa tetangga akan menjadi ahli waris.” (HR. Al-Bukhari).
Dengan satu helaan nafas yang panjang dan dalam, mungkin sudah terbayang jawaban; sudahkah kita melakukannya? Mudah-mudahan serbuk sari dan angin sepoi cerita di atas mengilhami kita semua untuk selalu berbuat terbaik dan bertumbuh peduli: sekitar kita.
Bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari bunga-bunga yang masak dan menebarkannya dari satu ladang ke ladang yang lain. Bila tanaman jagung tetangga saya buruk, maka serbuk sari yang ditebarkan ke ladang saya juga buruk. Cakep
Marilah menebar kebaikan agar kita mendapatkan kebaikan pula..
Semoga Barokah
Tetap lah berbuat baik kepada masyarakat sekitar walaupun masyarakat tidak menganggap keberadaan kita,,
Kebaikan baik akan kembali kepada kita,,