Tak terasa tahun 2024 sudah di pengujung tahun dan akan berganti ke tahun berikutnya, tahun 2025. Pergantian tahun sejatinya tidak ada yang istimewa. Seperti pergantian waktu dari detik ke detik berikutnya, menit ke menit selanjutnya, jam ke jam selanjutnya dan seterusnya. Yang membedakan pada setiap pergantian tahun baru adalah perayaan dan bagaimana seharusnya menyikapinya.
Di sekeliling kita, masyarakat merayakan pergantian tahun baru dengan berbagai macam kegiatan dan acara. Kembang api, terompet, pesta dan hal-hal lain yang berbau kesenangan, hura-hura semata, dan lebih banyak mudaratnya — seperti lazimnya euforia merayakan pergantian tahun.
Secara kasat mata, dari tahun ke tahun dunia berkembang semakin maju dan semakin canggih. Salah satunya, dengan kehadiran era digital yang menjadikan hidup manusia malin mudah dan terbantu. Tapi ada yang luput, yaitu dari sisi moralitas dan spiritualitas. Kita diuji, apakah semakin tahun iman dan moral kita semakin baik atau justru sebaliknya?
Menyinggung hal tersebut, diriwayatkan dalam sebuah hadist yang sangat familiar di telinga kita, ketika menjelang pergantian tahun baru. Seakan hadist ini menjadi pengingat dan renungan bagi kita umat Islam, agar dapat mempertahankan dan istiqomah dalam menjalankan syariat agama, berikut pertikannya:
لَا يَأْتِي عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلَّا الَّذِي بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ. البخاري
“Tidak akan datang suatu zaman kecuali zaman setelahnya lebih buruk dari sebelumnya.” (HR. Bukhari)
Berdasarkan hadist tersebut, zaman yang datang setelahnya adalah lebih buruk dari sebelumnya. Fenomena kerusakan menuju akhir zaman sudah tampak jelas di sekeliling kita, miras, narkoba, free sex, pembunuhan seakan-akan tidak ada habisnya dan menjadi bahan pemberitaan di media.
Anggota Majelis Taujih Wal Irsyad dan Ketua Departemen Pendidikan Keagamaan dan Dakwah DPP LDII KH. Aceng Karimullah mengatakan, pada pergantian malam tahun baru itu banyak orang-orang yang mengaku sebagai umat Islam, tapi ikut merayakan tahun baru.
Secara syariat Islam tidak ada namanya perayaan tahun baru, apa yang diselenggarakan pada tahun baru melanggar rambu-rambu syariat Islam, seperti kemubaziran sumberdaya, hura-hura, pesta miras, pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, “Pada akhirnya bermuara pada ajang maksiat dan ajang dosa,” ucapnya.
Lantas bagaimana menghindari ajang maksiat dan dosa yang lekat pada setiap perayaan malam tahun baru?
Kyai yang identik dengan songkok berwarna merah itu menambahkan, LDII sangat khawatir bila generasi mudanya terlibat dengan kemaksiatan yang terjadi pada perayaan tahun baru, “Maka usaha para pengurus LDII di seluruh tingkatan adalah membuatkan acara yang produkktif dan positif untuk generasi muda,” imbuhnya.
Misalnya, dengan mengadakan pengajian, tausiyah, diskusi, atau jika ingin yang lebih menghibur mengadakan keakraban dan makan bersama. “Agar generasi kita terkontrol, tidak liar di pinggir jalan yang justru malah banyak mudharatnya,” ujarnya.
KH Aceng Karimullah menambahkan, setiap datang masa yang baru selalu diiringi dengan penurunan kualitas iman dan akhlak. Kita prihatin dengan fenomana itu. Rasulullah mengingatkan fenomena tersebut dalam sebuah hadits, agar umat Islam harus tetap konsisten dan istiqomah.
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak henti-hentinya segolongan dari umatku konsisten (istiqomah) di atas kebenaran dan tetap dalam pertolongan Allah dan menang sampai datang akhir zaman dalam kemenangan.” (HR al-Bukhari)
Hikmah dari hadits tersebut adalah Allah SWT akan terus memberikan pertolongan kepada orang-orang yang selalu dalam kebenaran, “Kenyataan mengenai degradasi moral adalah keniscayaan yang tidak bisa disangkal lagi. Maka kita jangan fokus berada pada posisi tersebut. Kita harus terus istiqomah dan konsisten menjaga akhlak sampai akhir zaman,” pungkasnya.
Dokumen