Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
قُلْ مَا يَعْبَؤُا بِكُمْ رَبِّيْ لَوْلَا دُعَاۤؤُكُمْۚ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُوْنُ لِزَامًا
Allah berfirman di dalam kitabNya; Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): “Tuhanku tidak mengindahkan kamu, kalaulah bukan karena doa-doa kalian (doa ibadah dan doa permohonan – sebagai wujud iman). (Tetapi bagaimana kamu beribadat kepada-Nya), padahal kalian sungguh telah mendustakan-Nya? karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu).” (QS Al-Furqon 77)
Berdasarkan ayat di atas, ada kaitan langsung maupun tidak langsung, yang menunjukkan bahwa keimanan bisa sebidang dan bisa juga berbanding lurus dengan doa. Artinya, tingkat keimanan bisa dilihat dari doa-doa yang dipanjatkan. Kadar keimanan bisa ditengarai dari bagaimana cara kita berdoa. Dan keimanan bisa ditelisik dari seberapa yakinnya kita dengan doa-doanya itu sendiri. Pun keimanan bisa diukur dengan melihat seperti apa tindakan-tindakan kita dalam mengiringi doa itu. Dan tidak salah jika menempatkan doa sebagai tali keimanan. Sebab dengannya jalan lempang menuju Allah terbuka lebar. Permasalahannya ternyata tak mudah untuk bisa melantunkan doa dengan baik dan benar, mengiringi keimanan. Apalagi bersikap menyatu setiap kali memanjatkan doa.
Ada lelucon indah dari tokoh sufi Nasrudin terkait hal ini. Semoga bisa menjadi pemecah kebuntuan dalam meningkatkan mutu dalam berdoa. Suatu hari, dua orang pemuda menemukan sepuluh berlian. Bukan kebahagiaan yang didapat, keduanya malah ribut berebut. Yang pertama kali melihat memaksa dapat lebih, yang mengambil duluan dari tanah juga tak mau kalah. Akhirnya, mereka sepakat menyerahkan pembagiannya kepada Nasrudin. Dengan lembut Nasrudin bertanya; “Mau cara Allah atau cara manusia?” Pemuda yang berpeci langsung menjawab agar dibagi dengan cara Allah. Karena itu yang paling adil dan hukum Allah adalah hukum terbaik. Tak disangka, Nasrudin memberikan pemakai peci, yang melihat duluan, dua berlian, sedangkan yang mengambil diberikan delapan berlian. Tentu saja ini mengundang protes keras. Dengan santai Nasrudin bergumam pelan; “Ciri manusia yang dekat dengan Allah itu suka mengalah, menemukan kebahagiaan melihat orang lain bahagia.” Bukan Nasrudin namanya kalau tidak menghentak kesadaran. Sementara sebagian orang egonya membesar, seiring dengan perasaan taqorubnya kepada Allah dengan semakin dalamnya doa, Nasrudin menyentak sebaliknya.
Di saat ego dan keakuan itu mengecil, semakin mengecil dan akhirnya menghilang berganti kasih sayang, di sana buah spiritual bernama pencerahan (dari doa) terbit seperti matahari pagi mengusir kegelapan. Ego dan keakuan dengan berbagai bentuk dan akal bulusnya suka menipu manusia. Bila ia tidak bisa menggoda dengan harta, tahta, wanita, ego bisa mengenakan jubah Tuhan. Itu sebabnya mereka yang penggalian ke dalamnya sudah demikian mengagumkan, sejak awal ego (bakhil, misalnya) sudah diwaspadai. Mirip dengan mewaspadai kegelapan yang bisa membuat tali menjadi menakutkan karena dikira ular. Dan begitu cahaya terang dihidupkan (baca: tercerahkan), seluruh ketakutan lenyap. Disamping itu, mentari pencerahan juga menghadirkan kerinduan akan pelayanan. Seperti nasehat Nasrudin, indah tatkala mengalah dan berbahagia saat melihat orang lain bahagia.
Tengoklah hadits berikut, bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa karena bisa melihat kebahagiaan lain dari seorang lelaki yang telah melakukan pelanggaran sekali pun. Teladan yang banyak terlewatkan. Kini saatnya untuk mengambil hikmah itu.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ ﷺ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلَكْتُ. قَالَ: “مَا لَكَ؟” قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: “هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا؟” قَالَ: لَا. قَالَ: “فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ؟” قَالَ: لَا. قَالَ: “فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا؟” قَالَ: لَا. قَالَ: فَمَكَثَ النَّبِيُّ ﷺ. فَبَيْنَمَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ، أُتِيَ النَّبِيُّ ﷺ بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ، قَالَ: “أَيْنَ السَّائِلُ؟” فَقَالَ: أَنَا. قَالَ: “خُذْهَا، فَتَصَدَّقْ بِهِ”. فَقَالَ الرَّجُلُ: عَلَى أَفْقَرَ مِنِّي، يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَوَاللَّهِ، مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا، يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ، أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي. فَضَحِكَ النَّبِيُّ ﷺ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ، ثُمَّ قَالَ: “أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ”.
Dari Abu Hurairah, dia berkata : “Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”. Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” (HR Muslim)
Di mata orang biasa, orang-orang seperti Nasrudin dan banyak lagi yang lain, memang mudah dikira bodoh, tolol dan menderita, tapi di mata mahluk tercerahkan ini mengagumkan. Terutama karena di zaman yang hanya menghargai kemenangan, kemenangan dan kemenangan, kalah seperti dihantam setan, serupa dikutuk Tuhan secara menakutkan. Dan sedikit yang bisa menemukan sesungguhnya ada yang indah ketika kalah ataupun mengalah. Serupa kayu yang sedang dihaluskan menjadi perabotan rumah tangga, seperti bambu yang sedang dilubangi menjadi seruling, mirip logam emas yang dibakar menjadi anting indah nan menawan, demikianlah bentuk keindahan yang ada di balik kekalahan. Syarat untuk sampai di sini sederhana, tidak melawan dan menendang, sebaliknya tersenyum memeluk ketulusan dan keikhlasan.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)
“Dan niscaya sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-Baqoroh:155 – 157)
Ini yang menerangkan kenapa ada yang berbeda tatkala melihat senyuman orang-orang yang mendalam dalam doa. Mereka berbeda karena mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan di balik semuanya. Mereka adalah orang-orang yang kelihatan lemah, tetapi sangat kuat jiwanya. Mereka adalah orang-orang yang terpinggirkan, tetapi sangat mulia hatinya. Mereka adalah orang – orang yang secara materi tidaklah seberapa, bahkan kurang, tetapi selalu berbahagia. Bagi hati yang bersih, lama terhubung dengan kesucian, menemukan kebahagiaan dalam pelayanan, bisa menangis haru tatkala melihat senyuman orang-orang ini. Kemudian memunculkan kerinduan untuk menyayangi dan menolong orang lain. Karena itulah doa yang sesungguhnya adalah ketika diri sudah menyatu dalam doa. Bagi yang masih kesulitan membayangkan praktiknya seperti apa (menyatu dalam doa), mungkin dua riwayat ini dapat membantu dengan baik.
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَبْغُوْنِي الضُّعَفَاءَ، فَإِنَّمَا تُرْزَقُوْنَ وَتُنْصَرُوْنَ بِضُعَفَائِكُمْ
Dari Abu Darda’ ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Carilah keridhaanku dengan berbuat baik kepada orang-orang lemah, karena kalian diberi rezeki dan ditolong disebabkan orang-orang lemah di antara kalian.” (HR. Abu Dawud)
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّهُ ظَنَّ أَنَّ لَهُ، فَضْلاً عَلَى مَنْ دُونَهُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم “ إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلاَتِهِمْ وَإِخْلاَصِهِمْ ” .
Dari Mus’ab bin Sa’d, dari ayahnya (Sa’d bin Abi Waqqas), bahwa ia pernah mengira dirinya lebih baik daripada para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah akan menolong umat ini sebab orang-orang yang lemah dari mereka, yaitu dengan doa, shalat dan keikhlasan mereka.” (HR. at-Tirmidzi)
Ketika kelemahan, kebaikan dan keikhlasan menyatu dalam jiwa, tak ada satupun yang menghalanginya. Maka tatkala orang tersebut melantunkan doa apapun, laksana peluru yang siap menembus langit, tanpa penghalang.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنّ رَسُولَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قال رُبَّ أَشْعَثَ مَدْفُوعٍ بِالأَبْوَابِ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى الله لأَبَرَّهُ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mungkin saja orang yang berpenampilan kusut, senantiasa diusir dari pintu rumah orang, akan tetapi bila bersumpah memohon sesuatu kepada Allah, niscaya Allah mengabulkannya.” (HR. Muslim)
Perhatikanlah dengan seksama.