Jakarta (2/3). Setiap 1 Maret, bangsa Indonesia memperingati Hari Kehakiman Nasional untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Lembaga peradilan saat ini dihadapkan pada tingkat kepercayaan publik yang fluktuatif.
“Rakyat Indonesia tak terkecuali lembaga peradilan selalu menghadapi isu mafia peradilan dan putusan kontroversial yang sering merusak citra kehakiman. Salah satunya persoalan mafia tanah,” ujar Ketua DPP LDII Bidang Hukum dan HAM Ibnu Anwarudin yang juga Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Negeri Serang.
Menurutnya, momentum Hari Kehakiman Nasional menjadi refleksi semua pihak untuk menjaga peradilan bersih dan independen. “Tanpa komitmen nyata dalam menjaga integritas dan meningkatkan kesejahteraan hakim, supremasi hukum yang ideal sulit terwujud,” ujarnya.
Profesi hakim, kata Ibnu, memiliki peran krusial agar hukum tetap ditegakkan dengan adil dan tidak disalahgunakan. “Hakim harus bebas intervensi politik dan kekuasaan,” kata dia.
Peribahasa ‘res judicata pro veritate habetur’ (putusan hakim harus selalu dianggap benar selama tidak ada putusan lebih tinggi yang menganulirnya), menjadi acuan bahwa putusan yang baik dan adil adalah mahkota hakim. “Maka putusan tersebut harus memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat,” jelasnya.
Terkait tantangan yang masih sering dihadapi para ahli hukum, ia menjelaskan antara lain, korupsi, gratifikasi, intervensi politik dan kekuasaan, hingga kesejahteraan hakim yang kurang optimal.
Hari Kehakiman Nasional ini sendiri berkaitan dengan PP No. 94 Tahun 2012 mengenai Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim. Sejak era reformasi, kesejahteraan hakim menjadi sorotan karena belum memadai dibanding negara-negara tetangga.
Seperti misalnya penugasan di wilayah terpencil atau beban kerja yang tinggi dengan tanggung jawab besar. Ibnu berharap, kurangnya hal itu tak mempengaruhi perjuangan menegakkan keadilan di Indonesia.
“Meski gaji dan fasilitas hakim meningkat, memang bukan jaminan persoalan hukum hilang begitu saja, tapi dibarengi penguatan pengawasan internal dan eksternal terhadap hakim, maka sistem peradilan berfungsi semestinya (das sollen),” ujar Ibnu.
Ibnu menambahkan, secara internal Mahkamah Agung mengawasi moral dan etika hakim. Sedangkan eksternal pengawasan berasal dari Komisi Yudisial yang juga mengawasi perilaku hakim. Karena itu ia berpesan, masyarakat perlu berjuang dengan keyakinan bahwa hukum berpihak pada kebenaran dan keadilan.
Selain itu, setiap warga negara berhak mendapat perlindungan hukum dan jaminan hak asasi. “Jangan ragu menggunakan jalur hukum yang tersedia, baik pengadilan atau lembaga bantuan hukum. Sehingga warga memperoleh keadilan dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara,” kata Ibnu.
Lanjutkan… Barokallooh
Profesi hakim memiliki peran krusial agar hukum tetap ditegakkan dengan adil dan tidak disalahgunakan. Hakim harus bebas intervensi politik dan kekuasaan.