Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Mendapat nasehat ketika membutuhkan, itu nikmat sekali rasanya. Bahkan boleh dibilang luar biasa. Persisnya, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sekujur tubuh terasa segar tiada tara. Pikiran menjadi jembar dan lapang. Pandangan menajam. Telinga pun peka, seolah mendengar desir alam semesta. Dan kulit bergetar menangkap semua gelombangnya. Mungkin seperti yang dimaksud ayat ini;
اَللّٰهُ نَزَّلَ اَحْسَنَ الْحَدِيْثِ كِتٰبًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَۙ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُوْدُ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْۚ ثُمَّ تَلِيْنُ جُلُوْدُهُمْ وَقُلُوْبُهُمْ اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِۗ ذٰلِكَ هُدَى اللّٰهِ يَهْدِيْ بِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَمَنْ يُّضْلِلِ اللّٰهُ فَمَا لَهٗ مِنْ هَادٍ
“Allah telah menurunkan perkataan yang terbaik, (yaitu) Kitab (Al-Qur’an) yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang. Oleh karena itu, kulit orang yang takut kepada Tuhannya gemetar. Kemudian, kulit dan hati mereka menjadi lunak ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Siapa yang dibiarkan sesat oleh Allah tidak ada yang dapat memberi petunjuk.” (QS Az-Zumar:23)
Mendengar nasehat kala nelangsa, sungguh anugerah yang besar tak terkira. Apalagi jika sampai menyentuh relung hati. Air mata tak kuasa dibendung. Kedua bibir pun melengkung, tak akan tahan menahan gelombang tangis. Karena saking bahagianya. Apapun akan dilakukan. Andai kata suruh memindahkan gunung pun sanggup. Sayangnya kondisi-kondisi seperti ini sangat jarang dijumpai. Karenanya, Allah mengingatkan dengan ayatnya yang indah;
وَذَكِّرْ فَإِنَّ ٱلذِّكْرَىٰ تَنفَعُ ٱلْمُؤْمِنِينَ
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Adz-Dzariat:55)
Teruslah menaburkan peringatan, peringatan dan peringatan. Sebab ia seperti embun yang menyejukkan dedaunan di pagi hari. Karena, sungguh, kata-kata kebenaran tak pernah sia-sia bagi hati yang masih bercahaya. Bagi mereka yang beriman, peringatan adalah lentera di tengah gelap, pelembut hati yang mulai mengeras, dan pengingat bagi jiwa yang rindu kembali. Maka jangan pernah lelah mengingatkan, sebab meski tak semua mendengar, selalu ada hati yang tersentuh, selalu ada jiwa yang kembali pada cahaya-Nya.
Bagi orang seperti saya dan yang senasib, mendengarkan nasehat laksana tetesan embun di pagi hari. Menyejukkan dan selalu dinanti. Siapa pun yang menyampaikan. Plentis sekalipun. Setiap tutur kata dalam nasehat tampak indah berwibawa. Turun memasuki pori – pori ini dengan lembut dan gemulai. Menusuk masuk. Menyentuh dengan halus lembut sanubari. Seperti bidadari – bidadari yang turun dari kahyangan. Mengagumkan, transparan. Diiringi suasana yang sahdu meliputi. Nuansa yang indah rupawan. Karena sayap – sayap malaikat membentang menebar rahmat. Menaungi. Menebar damai. Dan mengiringi sepi sunyi. Nyaman di kalbu. Tenteram di hati. Sayang, yang seperti itu tak gampang didapatkan oleh orang – orang macam saya dan yang senasib. Kadang ketika datang kesempatannya, ternyata bukan haknya. Akhirnya mundur teratur, walau tetap kepo. Harapan pun tinggal pada ‘belas kasih’ dari yang mau berbagi nasehat sebagaimana yang telah diterima mereka saat mendapatkan. Kadang harapan pun tinggal harapan. Pergi entah kemana. Maka kanjeng Nabi SAW mengingatkan dalam hal ini,
عَنْ أَبِيْ رُقَيَّةَ تَمِيْمِ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِيِّ ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ أَنَّهُ قَالَ: اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، قَالُوْا: لِمَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لِلهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ.
Dari Abi Ruqayyah, Tamim bin Aus ad-Dari Radhiyallahu anhu, dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama itu nasihat. Agama itu nasihat. Agama itu nasihat.” Mereka (para Sahabat) bertanya, ‘Untuk siapa, wahai Rasûlullâh? ’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Untuk Allâh, Kitab-Nya, Rasul-Nya, Imam kaum Muslimin, dan bagi kaum Muslimin pada umumnya” (HR Muslim). Mudah – mudahan dengan dasar hadits ini semua jadi peduli. Berbagi. Bernyali.
Bagi orang seperti saya dan yang senasib, bisa datang mengaji merupakan kebanggaan, seperti hujan di sore hari. Menyegarkan, membersihkan dan menenteramkan. Tatkala seharian panas terik menerjang, dihapus dengan dinginnya hujan ayat quran. Kitab Allah yang dibaca sungguh menambah frekuensi getaran hati ini. Rasa takut pun mengalun, menggema, mengemuka. Rasa kuatir semakin menjadi. Tenggelam dalam sejuk keimanan. Dan ketika diberi makna terasa terbuka ceruk mata ini, betapa arogannya hamba yang tak tahu diri ini. Yang berlama – lama tak datang ke tempat yang agung ini. Lupa dan terlupakan. Sibuk dan tersibukkan. Padahal janji lebih baik dari dunia dan seisinya selalu memanggil dan menanti. Terus, apa sebenarnya yang dicari?
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah mereka yang jika disebut nama Allah, gemetar hatinya dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhannya mereka bertawakal.” (QS Al-Anfal:2)
Bagi orang seperti saya dan kawan senasib, ketika mengkaji sebuah hadits adalah kemewahan dan kesenangan seperti terbitnya matahari. Sempurna. Siap menyinari, menghangatkan situasi. Selalu ditunggu – tunggu. Selalu dinanti. Pertanda awal sebuah hari yang penuh dengan harapan baru dan semangat baru. Qur’an, hadits, nasehat. Quran, hadits, nasehat. Selalu begitu. Tak terpisahkan. Ketika hilang salah satunya terasa timpang. Aneh. Sungguh. Bayangkan setiap mengkaji satu bab dari hadits, seumpama sholat 1.000 rekaat sunnah. Menjadi dambaan hati untuk bisa meraihnya. Tapi, kapan? Kalau terus berpaling dan beralasan; seakan menjadi orang tersibuk sedunia. Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, beliau bersabda:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُوْلُ : يَا ابْنَ آدَمَ! تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِيْ، أَمْلأْ صَدْ رَكَ غِنًى، وَأَسُدَّ فَقْرَكَ، وَإِنْ لاَ تَفْعَلْ مَلأْتُ يَدَكَ شُغْلاً، وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكْ
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Luhur berfirman, ‘Wahai anak Adam, sempat-sempatkanlah untuk beribadah kepada-Ku, akan Aku penuhi dadamu dengan kekayaan dan Aku akan menutup kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka Aku akan memenuhi tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan menutup kefakiranmu.’” (HR At-Tirmidzi)
Menimbang situasi semacam ini, saya dan kawan senasib berharap kedermawanan dari semuanya untuk mau berbagi. Mungkin banyak orang yang mengalami kejadian seperti yang saya alami. Atau bahkan lebih lagi. Kehausan akan nasehat dan kerinduan yang dalam akan pengajian. Menemukan kembali barang yang hilang. Dan itulah semangat yang mendorong saya untuk selalu menulis, tak lain adalah dalam rangka berbagi. Sebab dengan begini, Allah pasti akan memberi jalannya. Sedikit demi sedikit Allah pun akan menggerakkan hati para sedulur semua untuk mau berbagi yang bermanfaat dan barokah seperti kiat – kiat ibadah, nasehat-nasehat agama yang saat ini menjadi barang langka bagi diri ini dan kawan senasib. Adakah kerinduan ini terobati? Atau egois masih merajai? Inilah jawaban pastinya; seperti menanti setetes embun pagi.
AJKH Mas Kus. Setuju dengan Mas Kus. Kami mendukung Mas Kus untuk terus memberikan nasehat2 baiknya seperti selama ini. Tidak semua orang bisa melakukannya. Bagi sedulur lain yang bisa, alangkah baiknya juga memberikan nasehat2nya kepada kita semua. Prinsipnya tetap karena Allah dan yuridul khoir lil khoir.
Teguran2 Allah yang sangat ampuh dan penyayang, tinggal apakah Allah memberi jalan untuk kita mendapatkan Maha Pengasihnya Allah. Aamiin