Jakarta (23/4). Earth Day atau Hari Bumi diperingati setiap tanggal 22 April. Tahun 2025, peringatan Hari Bumi yang telah dicanangkan selama 55 tahun ini mengangkat tema “Our Power, Our Planet” yang mendorong fokus penggunaan energi baru terbarukan.
“LDII sangat mendukung semangat dan tema Hari Bumi 2025 karena merupakan salah satu program strategis LDII, untuk peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). EBT bertujuan membangun masa depan yang sehat, berkelanjutan, adil, dan sejahtera bagi semua orang. Juga sebagai ikhtiar LDII untuk mewariskan penghidupan dan kehidupan yang lebih baik bagi generasi mendatang,” ujar Sekretaris Umum DPP LDII Dody Taufiq Wijaya.
Dody mengatakan, LDII meng-amin-kan seruan agar pembangkitan EBT secara global ditingkatkan tiga kali lipat pada tahun 2030. Ia mencontohkan beberapa negara yang telah mengembangkan EBT sehingga sebagian dapat memenuhi kebutuhan listriknya secara mandiri.
Menurutnya, tren pemanfaatan EBT terus meningkat. Pada tahun 2023, Amerika Serikat (AS) memproduksi lebih banyak tenaga surya dan telah memimpin revolusi tenaga surya. Mereka membantu memproduksi listrik termurah dalam sejarah, “Sementara India telah menetapkan tujuan ambisius untuk energi terbarukan, yang bertujuan mencapai 50 persen dari kebutuhan energinya dari sumber terbarukan pada tahun 2030,” jelas Dody.
Dody menyebut keberhasilan pemanfaatan EBT suatu negara harus juga ditopang kesadaran yang sama dari masyarakatnya. Peran ormas juga dibutuhkan dalam pemanfaatan EBT, “LDII juga telah memanfaatkan EBT dengan mengoperasikan 2 PLTMH di Perkebunan teh Jamus-Ngawi, 2 sistem PLTS di Ponpes Wali Barokah Kediri, 1 sistem PLTS atap di gedung Kantor DPP LDII Senayan Jakarta, dan 1 sistem PLTS atap di Masjid Ponpes Minhaajurosyidin Pondok Gede Jakarta Timur,” paparnya.
Apalagi biaya investasi untuk EBT cenderung terus menurun. Selama dekade terakhir, biaya produksi panel surya dan investasi PLTS telah turun secara drastis, menjadikannya salah satu bentuk pembangkit listrik yang paling terjangkau, dan paling murah bagi masyarakat.
Selain murah, EBT memberikan manfaat kesehatan maupun ekonomi. EBT dapat meningkatkan standar hidup, kesejahteraan dan secara tidak langsung kesehatan. “Mengurangi polusi udara yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil dapat secara signifikan menurunkan risiko penyakit pernapasan dan kardiovaskular, termasuk asma, bronkitis, serangan jantung, dan stroke,” jelasnya.
Manfaat ekonomi dari penggunaan EBT, lanjut Dody, adalah mendorong inovasi di seluruh aspek industri, manufaktur, transportasi, pertanian, pertambangan, dan memacu lebih banyak kemajuan teknologi serta menciptakan jutaan pekerjaan dan peluang ekonomi baru secara global.
“Energi terbarukan merupakan peluang ekonomi yang sangat besar dan akan menciptakan 14 juta pekerjaan baru secara global. Pada tahun 2023, energi terbarukan di seluruh dunia bernilai $1,21 triliun dan diproyeksikan tumbuh 17,2 persen per tahun dari tahun 2024 hingga 2030,” urainya.
Dody berpendapat beralih ke sumber energi terbarukan sangat penting untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, karena energi terbarukan menghasilkan listrik tanpa menghasilkan karbon dioksida, sebagai pemicu utama efek rumah kaca. Sebaliknya, bahan bakar fosil merupakan kontributor utama pemanasan global.
Pada Hari Bumi 2025 ini, LDII mengajak untuk berkomitmen memanfaatkan energi terbarukan guna membangun masa depan yang sehat, berkelanjutan, adil, dan sejahtera bagi kita semua.
Sementara itu, Anggota Departemen Litbang, IPTEK, Sumberdaya Alam, dan Lingkungan Hidup (LISDAL) DPP LDII, Siham Afatta mengingatkan dampak kegiatan miliaran manusia kini mendorong terjadinya Triple Planetary Crisis, atau tiga krisis planet Bumi: perubahan iklim akibat terus bertambahnya emisi gas rumah kaca dari manusia; pencemaran pada tanah, air, dan udara; dan menurunnya keanekaragaman hayati.
“Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi untuk mengatasi tiga krisis planet ini. Ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang di pesisir dan laut kita memiliki peran besar dalam menyerap karbon dioksida,” ujarnya.
Perlu diingat, lanjut Siham, tutupan hutan mangrove Indonesia adalah yang terbesar di dunia sekitar 3,5 juta hektar. Selain itu, keanekaragaman hayati tertinggi ekosistem terumbu karang dunia ada di Indonesia. “Emisi gas rumah kaca bisa dikurangi secara signifikan jika kita aktif melindungi dan merestorasi ekosistem tersebut,” katanya.
Siham menegaskan, Hari Bumi menjadi pengingat untuk kita berkolaborasi, bersama sebisa mungkin melakukan perubahan kecil namun secara masal dan konsisten. Mulai dari gaya hidup rendah sampah plastik; membangun kebiasaan bertransportasi umum dan kurangi kendaraan pribadi berlebihan; berhemat energi; hingga kegiatan bersih masal dan pilah sampah, serta aksi restorasi hutan, mangrove, dan terumbu karang, “Semua aktivitas tersebut berdampak kuat untuk mengatasi krisis bumi saat ini,” tutup Siham.
Terus bermanfaat utk bangsa