Warga LDII di seluruh Indonesia mengenang KH Slamet Effendi Yusuf sebagai pemersatu umat Islam. Ia menjembatani LDII untuk bisa berkontribusi dalam MUI, sekaligus bahu membahu dalam memasyarakatkan ekonomi syariah.
Kabar duka yang beredar pada Kamis (3/12) mengenai meninggalnya KH Slamet Effendi Yusuf, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kyai yang ramah ini meninggal dunia pada Rabu malam (2/12) di Bandung pada usia 67 tahun. Warga LDII kehilangan seorang sahabat, yang terus membantu berbagai kegiatan dakwah di tengah masyarakat.
Ketua DPP LDII Prasetyo Soenaryo mengenang KH Slamet Effendi Yusuf adalah kyai yang dekat dengan politik, “Saya mengenalnya saat dulu sama-sama di Golkar. Dan hubungan kami secara pribadi sudah sangat baik,” ujar Prasetyo Soenaryo. KH Slamet Effendi Yusuf pernah menjadi kader sekaligus pengurus DPP Golkar. Puncak karir politik, ia raih saat menjadi Ketua MPR dan anggota DPR dari Partai Golkar.
Slamet Effendi Yusuf dibesarkan dalam lingkungan santri, yang membuatnya lekat dengan permasalahan umat. Bakat organisasinya menonjol sejak bersekolah di Madrasah Mualimin Al-Hidayah. Ia aktif dalamIkatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Kegiatan berorganisasi ia lanjutkan saat kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Ia aktif dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Dewan Mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga. Dan begitu lulus kuliah, tak butuh waktu lama untuk Slamet Effendi Yusuf diterima dalam Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Organisasi Pemuda Nahdlatul Ulama.
Pada 1972, ia dipilih menjadi Ketua Cabang PMII Jogja. Di dalam organisasi itu, ia membuat gebrakan dengan memperjuangkan PMII menjadi organisasi yang independen, dari struktur Partai NU sebagaimana dirumuskannya dalam Deklarasi Murnajati.
Sejak di bangku SR sampai di bangku kuliah, selain aktif dalam organisasi, Slamet Effendi Yusuf juga seorang wartawan dan penulis yang handal. Saat sekolah di Madrasah ia mendirikan majalah Nur Al Hidayah. Karya jurnalistik dan opininya kerap dimuat dalam beberapa surat kabar yang terbit di Yogyakarta maupun di Jakarta. Bahkan ia sempat menjadi penyiar radio mahasiswa.
Karier jurnalistiknya ia bangun di Harian Pelita. Pada 1989, ia bersama Suhardibroto, Panda Nababan, Sutradara Gintings, dan Lukman Umar, menerbitkan majalah Forum Keadilan yang mengulas tentang hukum dan keadilan. Di sana ia sempat menjadi Wakil Pemimpin Redaksi dan Wakil Pemimpin Umum.
Dari tangannya lahir Warta NU, sebuah media untuk kalangan Nahdlatul Ulama dan sempat menjadi redaktur majalah Risalah Islamiyah, Risalah NU, Jurnal Kebudayaan dan Jurnal Pendidikan.
Sambil menekuni dunia jurnalistik, di panggung politik namanya juga berkibar. Slamet pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Pemuda DPP Golkar periode 1988-1993, yang mengantarkannya menjadi anggota MPR-RI pada periode 1988-1993 serta sebagai anggota DPR-RI pada periode 1992-2009. Setelah reformasi bergulir, dalam paradigma baru Partai Golkar pimpinan Akbar Tanjung ia menjadi Ketua DPP Partai Golkar dan Ketua Pelaksana Harian Panitia Konvensi Partai Golkar. Saat ini ia menjadi Ketua PBNU (2010-2015) serta Ketua MUI (2009-2014).
Menurut Prasetyo Sunaryo, Slamet Effendi Yusuf termasuk salah satu ulama yang perhatian terhadap persatuan dan kesatuan umat. Ia seorang yang aktif mengokohkan ukhuwah islamiyah. Menurut Slamet Effendi Yusuf, umat Islam itu mengangkat sebuah meja berat yang berisi segala permasalahan umat dalam dinamika zaman.
“Bila ia hanya menyalahkan orang lain, mengkafirkan orang lain, itu sama halnya ia menolak kehadiran sesama umat Islam untuk mengangkat meja yang berat itu. Dan mereka ini tak akan pernah berhasil,” ujar Slamet Effendi Yusuf suatu ketika.
Perhatiannya yang besar terhadap ekonomi syariah, membuatnya dengan tangan terbuka menerima tawaran LDII menjadi Ketua Panitia Pengarah ASEAN Small Medium Entepreneur (SME) Partnership, sebuah konvensi UMKM se-Asia Tenggara yang diprakarsai LDII pada awal November lalu. Kehadirannya dalam kepanitiaan melempangkan jalan sponsor dan Kementerian Luar Negeri mendukung acara ini.
“Kyai Slamet Effendi Yusuf menjadi simbol SME Partnership adalah milik lintas agama. Ia juga mendorong agar warga LDII diterima menjadi pengurus MUI di tingkat pusat hingga di kabupaten-kabupaten. Ia merupakan tokoh pemersatu di dalam kemajemukan bangsa,” ujar Prasetyo Soenaryo.
Menurut Prasetyo, warga LDII sangat kehilangan sosok KH Slamet Effendi Yusuf yang sangat peduli persatuan dan kesatuan umat Islam sekaligus peduli ekonomi umat. Umat yang mandiri, akan mampu mewujudkan keadilan sosial, yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia.