Tingkat kematian ibu saat melahirkan yang mencapai 359 kematian per 100 ribu kelahiran, mendorong empat mahasiswa warga LDII, membuat alat pendeteksi dini pendarahan.
Prestasi tingkat dunia kembali diukir warga LDII. Mereka adalah Fadli Fatkhurrizki mahasiswa Tenik Elektro, Arya Yoga Adearta Pratama mahasiswa Teknik Informatika, Romdan Muhammad Ubaidilah mahasiswa Teknik Informatika, dan Nabila Alri Hutami mahasiswi Kebidanan. Mereka adalah santri Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM).
Mereka berhasil menciptakan alat pendeteksi pendarahan pascamelahirkan yang disebut Early Detection of Hemorrhagic Postpartum (EDHET). Alat yang mereka temukan itu menjuarai proyek School on Internet Asia Project (SOI), yang diadakan School of Internet Asia, Universitas Keio, Jepang bekerja sama dengan 27 perguruan tinggi di Asia.
Empat mahasiswa itu berhasil memenangi juara pertama setelah mengalahkan 30 tim lain dari berbagai negara di Asia. Fadli dan kawan-kawan berhak untuk mendapatkan kesempatan selama empat hari, untuk mempresentasikan alat medis buatan mereka. Presentasi mereka disaksikan langsung Profesor Jiro Kukuryo dan mahasiswa S2 dari Masaki Umejima Sensei di Universitas Keio, Jepang. Temuan mereka mendapat respon positif dari para dosen dan mahasiswa. Bahkan ada salah seorang mahasiswa S2 yang berasal dari negara Mozambik berharap alat EDHET bisa sampai di Afrika.
Selain itu, EDHET juga telah mendapat respon positif dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Menurut Yoga, timnya mendapatkan tawaran dari Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes Ketua IBI, untuk dapat memasukkan EDHET sebagai perlengkapan untuk bidan baru. Emi berharap tim EDHET terus mencari metode yang tepat, efektif, efisien, terjangkau, dan mudah digunakan. “Saya bangga karena ada anak muda yang mau memikirkan masalah ini,” tutur Emi.
Sebagai ketua EDHET, Fadli mengungkapkan dalam enam bulan ke depan, setiap anggota akan fokus pada skripsi masing-masing. Jadi untuk kelanjutan pembuatan alat medis EDHET akan dilanjutkan setelah mereka lulus kuliah. Serta terus belajar, dan banyak membaca jurnal untuk persiapan mendaftar kompetisi Entrepreneurial Spirit Exchange (ESPRIEX) kompetisi model bisnis ASEAN 2016.
Fadli juga memberi pesan motivasi kepada para generasi muda LDII untuk mengikuti perlombaan apapun, “Jika ada kesempatan, jangan disia-siakan dan segera ambil. Insya Allah bisa jadi jalan rezeki. Namun ingat jangan sampai tidak tertib mengaji dan ibadah. Percuma kalau sukes dan berhasil namun tak memiliki ilmu agama,” tuturnya.
Sebagai pemuda-pemudi LDII yang aktif mengikuti pengajian di PPM Al-Kautsar dan PPM Baitul Jannah, mereka pun harus pandai mengatur waktu antara mengaji, kuliah dan mengerjakan EDHET. “Ketika kuliah dan mondok saling berdampingan, ternyata bukan jadi penghalang untuk bisa berprestasi. Ketika kita menolong agamanya Allah, pasti Allah juga akan menolong kita,” ujar Yoga.
Untuk rencana jangka panjang tim EDHET bercita-cita dapat menjadi perusahaan dan foundation yang bergerak di bidang pendidikan, terutama untuk para mahasiswa LDII yg membutuhkan bantuan. Dengan demikian tim EDHET turut menyukseskan program “Tri Sukses Generasi Penerus”. Dalam program tersebut pemuda dibentuk menjadi sosok yang alim faqih, berakhlakul karimah, dan mandiri.
“Sebagai mahasiswa harus siap keluar dari zona aman insentif dari orangtua, harus mandiri, terutama untuk masalah ekonomi. Insya Allah, dengan niat karena Allah tim EDHET memiliki motivasi bergelut di bidang bisnis alat kesehatan dalam rangka mengembangkan potensi diri kami, dan keinginan untuk selalu memberi manfaat bagi orang lain, agama, dan bangsa,” tutur Romdan. (Rizq Nastiti/siduta.com)