Dalam bulan puasa kemarin beberapa teman ada yang khatam bacaan quran sekali, dua kali, tiga kali bahkan ada yang lebih dari itu. Namun juga ada yang tidak bisa mengkhatamkannya. Biasanya kalau baca – tadarus sendiri itu relative gampang dan cepat. Kenapa? Sebab merasa bener terus, tidak ada yang menyimak. Berbeda kalau disimak oleh yang lain.
Dalam acara naseahat pengurus daerah waktu itu, lagi – lagi versi istri saya – diceritakan bahwa salah satu generus di daerah telah khatam 3 kali. Merasa mendapat angin, buru – buru ucapan pengurus ini dijadikan hujjah untuk memperkuat diri para ibu yang merasa “teraniaya” dengan nasehat mas mubalighnya. Inilah serangan balik yang sempurna, pikir mereka. Nah, kayak apa tuh bacanya, kalau sampai 3 kali khatam padahal belum malam qodar? Kayak apa cepetnya? Berarti itu nggak bener dong? Lha ini yang ngejar 20 hari khatam saja dikatakan salah? Padahal rata – rata 1 malam cuma dijatah 1 juz lewat dikit dengan waktu 1 jam? Memang kalau merasa ‘kenekan’, suka senewen. Self defensenya tinggi. Karena merasa benar dan nggak mau disalahkan. Dendam yang membara,,,,,. Untuk yang satu ini, maka saya menceritakan istilah tingkatan bacaan dalam membaca quran.
Seingat saya,terdapat 4 tingkatan atau mertabat bacaan Al-Quran dari segi cepat atau perlahannya bacaan. Semua bacaan ini benar dengan keterangannya masing – masing, yaitu:
1. At-Tartil : Bacaan yang perlahan – lahan, tenang dan melafazkan setiap huruf sesuai dengan makhrajnya yang tepat serta menurut hukum – hukum bacaan tajwid dengan sempurna, merenungi maknanya, hukum dan pelajaran dari ayat yang dibaca. Tingkatan bacaan at-tartil ini biasanya bagi mereka yang sudah mengenal makhraj – makhraj huruf, sifat – sifat huruf dan hukum – hukum tajwid yang tuntas. Tingkatan bacaan ini adalah bacaan yang paling baik dan paling utama.
2. At – Tahqiq : Bacaannya seperti at-tartil cuma lebih lambat dan perlahan, seperti membetulkan bacaan makhraj hurufnya, menepatkan kadar bacaan mad dan dengung. Tingkatan bacaan at -tahqiq ini biasanya bagi mereka yangg baru belajar membaca Al-Quran supaya dapat melatih lidah menyebut huruf dan sifat huruf dengan tepat dan benar.
3. Al-Hadar: Bacaan yangg cepat serta memelihara hukum – hukum bacaan Tajwid. Tingkatan bacaan al – hadar biasanya bagi mereka yang telah menghafal Al-Quran, supaya mereka dapat mengulang bacaannya dalam waktu yang singkat.
4. At-Tadwir: Bacaan yang tengah- tengah, yaitu antara tingkatan bacaan at-tartil dan al-hadar, namun tetap memelihara hukum-hukum tajwid.
Nah, kalau menurut perhitungan saya, jika dibuat model dan dikomparasikan dengan waktu, kira – kira seperti ini. At-tartil itu jika membaca 1 juz dengan waktu antara 50 menit sampai 1 jam. Lebih dari 1 jam per juz masuk dalam katagori at – tahqiq. Sedangkan al-hadar jika mampu baca 1 juz antara 20 – 30 menit, sedangkan at – tadwir dibutuhkan waktu baca 30 – 40 menit untuk merampungkan 1 juz. Semua itu estimasi, tergantung kepada bagaimana penguasaan tajwidnya dan kemahirannya.
Nah, ngomong – ngomong ilmu tajwid ini sendiri, saya ingin memberikan sedikit penjelasan. Tajwid artinya memperindah atau memperelok (bacaan quran). Saya telah mengkhatamkan ilmu tajwid itu sebelum lulus SD dulu. Lagi – lagi oleh ustad kampung. Jadi sekarang banyak yang luping alias lupa – lupa ingat. Karena dulu di sebut – sebut tidak manqul, ya akhirnya tersisih – dengan sendirinya dan tidak dideres lagi. Pun, jika uraian dari awal sampai akhir ini dianggap tidak sah, sebab tidak manqul, ya monggo dipersilahkan. Yang jelas ilmu tajwid itu sekedar ilmu alat untuk membantu agar bisa membaca alquran dengan tartil, baik dan benar. Bersyukur yang hanya dengan manqul sudah paham, benar dan tartil baca qurannya. Jika belum, saya menganjurkan anda untuk sedikit belajar ilmu tajwid ini. Tak lain untuk menyempurnakan amalan dan pahala baca tartil quran itu sendiri.
Satu lagi yang perlu menjadi perhatian bersama, yaitu seperti ucapan Ali bin Abi Thalib r.a., ‘Tartil adalah membaca al-Quran dengan mentajwidkan huruf – hurufnya dan mengetahui tempat – tempat waqaf (berhenti) yang benar.’ Saya masih sering menjumpai banyak teman dan sedulur kita ketika baca al quran tidak tertib berhentinya. Padahal di situ tidak ada tanda baca untuk berhenti (waqof), kadang hanya bermaksud agar cepet. Dulu kang ustadz di kampung saya selalu mengingatkan, jika kamu waqof – karena gak kuat nafas – pada tempat yang bukan waqof, maka ulangilah beberapa kalimat ke belakang. Dan banyak juga kita yang belum tahu tanda – tanda waqof. Alhasil banyak yang melanggarnya, kayak supir angkot berhenti seenak udelnya, padahal di situ dilarang berhenti. Namun saya juga mendapatkan beberapa fakta bahwa tanda waqof tiap quran itu berbeda, tergantung penerbitnya/maktabah, walaupun ada juga yang sama. Untuk itu, biasanya kepada teman – teman saya hanya mengingatkan bahwa tiap ayat quran itu seperti layaknya kalimat. Anda boleh berhenti dimana saja, asalkan tidak merubah arti kalimat itu. Contohnya ada kalimat; Ibu dan bapak pergi, ketika kambing di rumah lepas. Jangan dipenggal : Ibu dan bapak / pergi ketika / kambing di / rumah lepas. Kambing di itu apaan? Rumah siapa yang lepas? Berantakan bukan? Ketika itu terjadi, berarti bacaan menjadi tidak tartil lagi walaupun benar tajwidnya.
Untuk tartil memang tidak mudah. Tapi jangan berputus asa. Mari berusaha terus. Banyak yang bisa dikerjakan, harus diperbuat, kudu dilakukan daripada hanya sekedar duduk manis merenung meratapi kekurangan, untuk memperolehnya. Tidak ada hari untuk tidak belajar dan belajar membaca quran. Tak ada hari tanpa pahala. Walaupun semuanya sudah manqul QS Muzammil ayat 4; “Dan bacalah Al_Qur’an itu dengan tartil.”
Oleh :Ust Fahmi