Setelah memahami secara mendalam, dengan pikiran jernih dan hati yang tenang, maka dengan sadar saya bisa merasakan arti sebuah kecantikan, kekayaan dan kedudukan/nasab dalam berumah tangga. Bagaimana mereka berperan dalam membangun konstruksi sebuah keluarga yang bahagia. Apakah signifikan?
Kecantikan bukanlah hal yang utama. Kecantikan pada umumnya memang berpengaruh pada pandangan pertama. Selanjutnya terserah kita, apakah berhasil menemukan sisi baik atau kelebihan lain pada pasangan kita. Bisa berupa adab, sopan – santun, etiket, cara berbicara dan sikap – perilaku lain. Kalau tidak, maka kebosanan dan kejelekan yang tampak berikutnya, walau secara fisik cantik atau ganteng.
Dari Abu Huroiroh ra., ia menuturkan, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah seorang lelaki iman membenci kepada seorang perempuan iman, karena jika ia tidak menyukai satu akhlak darinya, niscaya ia menyukai satu akhlak yang lain darinya, atau beliau berkata, yang lainnya.” (Rowahu Muslim)
Ketika harus bergumul setiap hari, bahu – membahu, diskusi, ngobrol, jalan bareng, tidur bareng dan dalam kebersamaan lainnya, kecantikan akan tersisih dengan sendirinya tanpa dibarengi kecantikan lainnya yaitu kecantikan hati dan perilaku. Contohnya, kenapa para artis yang notabene cantik dan ganteng, banyak yang tak langgeng biduk rumah tangganya? Jangankan bahagia, yang sering muncul adalah hiasan berita perselingkuhan dan lalu perceraian, seperti yang tersebar di media masa. Salah satu alasannya adalah karena ketidakcocokan. Dengan kata lain, merujuk pada sikap dan tingkah laku, bukan kecantikan. Jadi, saya bisa memahami dan mengerti kenapa ada orang yang ganteng tapi istrinya gak cantik, atau sebaliknya. Tapi tetep rukun – kompak sampai kaken – ninen. Maka orang pun bilang; Witing tresno jalaran soko kulino.
Pada kedudukan atau jabatan, orang yang punya kedudukan atau jabatan biasanya mempunyai semacam aturan tersendiri pada komunitasnya, seperti orbit electron. Dengan tuntutan tersebut, orang yang berkedudukan dan punya jabatan akan mencoba menjaganya dan mengikuti aturan mainnya. Akibatnya waktu buat keluarga hilang. Jika komunikasi tidak terjalin dengan baik maka keluarga banyak kececeran. Kekayaan juga sama. Keluarga yang punya harta banyak akan sibuk ngurusi hartanya. Jika tidak pandai – pandai mengatur waktu, maka kebersamaan dengan pasangan akan terganggu. Kekayaan yang akan mengatur mereka, bukan mereka yang mengatur kekayaan. Begitulah biusnya. Maka saya jadi teringat kiriman tembang jawa teman beberapa waktu lalu, Donyo brono kuwi kenane lungo, Derajat pangkat kuwi kenane minggat – harta – benda itu akan pergi, pangkat dan kedudukan juga akan pergi jauh.
Kecantikan, kedudukan dan kekayaan memang berperan dalam membangun konstruksi rumah tangga yang bahagia, namun (tanpa mengecilkan arti pentingnya ketiga unsur tersebut) sebenarnya hanya sebagai penopang bukan pilar yang utama. Sebab mereka tidak bisa berdiri sendiri seperti halnya pilihan atas agama. Agama yang ada di hati. Ketiganya akan berperan baik jika dibarengi kepahaman agama yang baik. Namun jika ketiganya tidak dibarengi dengan agama yang baik, maka ketiganya akan berebut menjadi yang nomor satu, sehingga useless. Tak bisa diandalkan. Maka Rasulullah SAW pun mengingatkan, dari Abdullah bin Amr bin al-Ash ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Dunia adalah kesenangan, dan sebaik – baik kesenangan adalah wanita yang sholeh.” (Rowahu Muslim dan an-Nasa’i).
Juga Allah berfirman; “Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS an-Nisaa 34).
Maka saya pun teringat cerita Pak Kasmudi Ash-Shiddiqi. Tersebutlah di suatu kaum ada pasutri yang jadi buah bibir layaknya the beast and the beautiful. Suaminya buruk rupa, tapi istrinya cantik jelita. Kemudian datanglah seorang Kyai untuk menanyakan hal itu kepada sang istri. Kata sang Kyai, “Mohon maaf sebelumnya. Saya diberi amanah oleh penduduk kampong untuk menanyakan satu hal, apa gerangan rahasianya rumah tangga ini sampai bisa berjalan dengan langgeng, harmonis dan rukun selalu. Padahal suami anda buruk rupa?”
Tanpa rasa emosi dan penuh percaya diri sang istri menjawab; “Pak Kyai apakah ada orang yang lebih baik daripada orang yang bisa sholat malam setiap malam dan puasa di siang hari? Bertanggung jawab pada keluarganya serta membimbing istri dan anak – anaknya dalam ketaatan kepada Ilahi? Dan mengapa saya mesti berpaling dari rohmat Allah untuk menyempurnakan agama ini?” Dan sang Kyai pun pergi demi mendengar jawaban ini.
Memilih agama sebagai pilihan utama bukannya tanpa godaan. Justru dengan menomorsatukannya berarti meletakkan ketiga unsur lainnya sebagai penopang di bawahnya. Salah – salah meletakkan, bisa berabai akibatnya layaknya pagar makan tanaman.
Oleh:Ustadz.Faizunal Abdillah