Entrepreneur bukan tentang mencetak uang, tapi bagaimana membuat sesuatu yang bernilai dalam masyarakat. Demikian mengutip Toronata Tambun, pembicara Entrepreneurship Boot Camp, Desember 2019 yang digelar selama dua hari, di Gedung DPP LDII Jakarta (28/12).
Mengawali acara itu, Prasetyo Sunaryo, Ketua DPP LDII yang hadir memberikan sambutan mengatakan, Indonesia keturunan bangsa besar, tapi karena kita tidak mau belajar, maka akhirnya termasuk learning poverty.
Learning proverty merupakan sifat malas belajar. Ini menyebabkan miskinnya inovasi dan tertinggal dalam berbagai hal dari bangsa lain.
Berangkat dari isu learning poverty tersebut, dengan pelatihan wirausaha ini, Prasetyo berharap wirausahawan LDII dapat belajar marketing dengan sikap mindfulness (khusuk), yang mana pikiran, perhatian, dan fokus ada dalam kegiatan belajar itu. Ia juga menambahkan, teori temuan dari Profesor Ellen Langer dari kampus Harvard, penelitian mindfulness selama 40 tahun dan menemukan bahwa orang berhasil dengan fokus.
Sementara Toro, panggilan akrab Toronata, memaparkan 42 persen anak muda di Indonesia tak bermanfaat bagi orang di sekitarnya berdasarkan penelitian Pisa tahun 2017.
Data sebelumnya menunjukkan 56 persen, skornya di bawah 10. Apa yang membedakan generasi muda Indonesia dengan di luar negeri?
Salah satu treat entrepreneur, kata Toro yaitu tidak gampang tersinggung, karena punya mindfulness. Toro menilai, pembahasan mengenai mindfulness selama ini tidak mudah dan selalu ‘menyinggung’.
Mindfulness muncul dari frontal cortex. Bagian otak itu yang paling banyak dipakai untuk melakukan berbagai kegiatan. Seratus juta tahun belakangan, ada satu bagian yang disebut prefrontal cortex. Yang menjadi penghubung antara bagian otak lain dengan frontal cortex.
Gambar bagian-bagian otak ini, seperti menggambarkan jam terbang pilot, yang sudah punya 100 jam terbang dengan dua jam terbang, apakah sama saja? Sama. Jika prefrontal cortex-nya tidak sambung sama saja, “Bahaya jika yang punya 100 jam terbang merasa tahu segalanya,” kata Toro.
Mindfulness, jelasnya lagi diajak berpikir empat hal: big picture (bertindak melihat dari kondisi dan situasi), melakukan kegiatan sistematis dan terencana, 300-800 kali dalam hidup memutuskan mau bicara positif atau negatif, 3-9 jam mengatur pernafasan untuk melatih otak lebih tenang.
Teori tadi digunakan agar terlatih menghubungkan prefrontal cortex ke frontal cortex.
Kaitannya dengan entrepreneur atau wirausaha, apakah karena fleksibilitas? Jika kebebasan waktu menjadi ukuran, bisa jadi kebanyakan orang salah. Seperti halnya pemanfaatan UMKM. Toro mengatakan, “Jangan jadi pusat kemiskinan, tapi jadi pusat pengembangan bisnis teknologi.”
Mengenai pelatihan ini, Ary Wibisono yang juga pembicara bootcamp mengatakan, “Menjadi negara maju perlu jembatan, salah satunya mengembangkan usaha yang berstandar global.“ Yang mana, negara maju tersebut mengembangkan dua macam entrepreneur, yakni wirausaha UKM Enterprise dan Innovation Believement Enterprise(IBE).
“Jangan merasa mudah jadi pengusaha, karena dalam bootcamp ini peserta akan dilatih jadi pengusaha tangguh,” kata Ary.
Sehingga nantinya para pelaku bisnis bisa menembus pasar global negara maju dengan pendekatan IBE. (*/lines)