Oleh: Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang
Apa yang bisa dikerjakan pada situasi seperti ini? Mengutuk jelas bukan pilihan. Apalagi memaki, bisa menambah buruk keadaan. Yang terbaik adalah mulai menerima dan mengerti situasi dan kondisi. Dengan pengertian dan penerimaan ini semoga menjadi bibit-bibit kebaikan yang menumbuhkan optimisme di tengah gersang pengharapan. Dan diujungnya bisa menerima dan bertemu dengan indah akan takdir kehidupan.
Saat ini tidak ada yang tidak terdampak wabah Covid-19 ini, walau tidak menampik ada juga yang menerima berkah. Yang harus bekerja di rumah, yang berkurang bahkan hilang mata pencaharian, atau yang harus lock down duluan maupun physical/social distancing. Dan semua rata-rata gerah dengan perubahan itu. Nggak kerasan dan gundah. Nggak betah dan ingin melawan. Untuk meredam rasa melawan itu, rasanya perlu kita sempatkan lagi untuk belajar masalah takdir. Dan pelajaran itu bisa kita mulai dari sini.
Imam Ibnu Majah – Dalam sunannya bab Kitab Muqodimah – meriwayatkan kisah Ibnu Dailami saat ia mengadukan kegelisahan hatinya mengenai takdir kepada para sahabat hingga mendapatkan jawaban yang sangat menyejukkan.
Ibnu Dailami berkata, “Ada sesuatu yang tidak baik dalam diriku tentang takdir. Aku sangat khawatir hal ini merusak agama dan urusanku. Aku pun datang kepada Ubai bin Kaab radhiyallahu ‘anhu dan bertanya, ‘Wahai Abul Mundzir, sungguh dalam diriku ada bisikan yang kurang baik tentang takdir. Aku mengkhawatirkan agamaku dan urusanku. Nasihati aku tentang hal itu, semoga Allah memberikan manfaat kepadaku dengannya.’
Ubai radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Seandainya Allah mengazab penduduk langit dan bumi-Nya, sungguh Dia tidak menzalimi hamba-Nya. Demikian pula, seandainya Allah merahmati mereka, sungguh rahmat-Nya melebihi amalan-amalan mereka. Seandainya engkau memiliki emas sejumlah Gunung Uhud yang engkau infakkan fisabilillah, amalanmu tidak akan diterima hingga engkau beriman kepada takdir. Hingga engkau yakin bahwa apa yang telah ditakdirkan akan menimpamu tidak akan meleset darimu, dan apa yang ditakdirkan tidak menimpamu tidak akan mengenaimu. Sungguh, seandainya engkau mati dalam keadaan tidak beriman kepada qodar, engkau akan masuk ke dalam neraka. Dan jika tidak memberatkanmu, pergilah kepada saudaraku, Abdullah bin Mas’ud dan bertanyalah padanya.’
Aku pun mendatangi Ibnu Mas’ud dan bertanya kepadanya. Ternyata, ia menjawab seperti jawaban Ubai. Lalu Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Dan jika tidak memberatkanmu datangilah Hudzaifah!’ Aku pun mendatangi beliau. Aku tanyakan masalahku. Beliau menjawab seperti jawaban keduanya. Kemudian Hudzaifah berkata, ‘Cobalah engkau datangi Zaid bin Tsabit, tanyakan kepadanya!’ Aku pun bertanya kepada Zaid, lalu beliau berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh, seandainya Allah mengazab penduduk langit-langitNya dan bumi-Nya sungguh Dia mengazab tanpa menzalimi hamba-Nya. Demikian pula, seandainya Allah merahmati mereka, sungguh rahmat-Nya melebihi amalan-amalan mereka. Seandainya engkau memiliki emas sebesar Gunung Uhud yang engkau infakkan fi sabilillah, amalanmu tidak akan diterima hingga engkau beriman kepada takdir seluruhnya dan engkau meyakini bahwa apa yang telah ditakdirkan akan menimpamu tidak akan meleset darimu, apa yang ditakdirkan tidak menimpamu tidak akan mengenaimu. Sungguh, seandainya engkau mati tanpa beriman kepada qodar, engkau akan masuk ke dalam neraka.”
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ سُلَيْمَانَ، قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سِنَانٍ، عَنْ وَهْبِ بْنِ خَالِدٍ الْحِمْصِيِّ، عَنِ ابْنِ الدَّيْلَمِيِّ، قَالَ وَقَعَ فِي نَفْسِي شَىْءٌ مِنْ هَذَا الْقَدَرِ خَشِيتُ أَنْ يُفْسِدَ عَلَىَّ دِينِي وَأَمْرِي فَأَتَيْتُ أُبَىَّ بْنَ كَعْبٍ فَقَلْتُ أَبَا الْمُنْذِرِ إِنَّهُ قَدْ وَقَعَ فِي قَلْبِي شَىْءٌ مِنْ هَذَا الْقَدَرِ فَخَشِيتُ عَلَى دِينِي وَأَمْرِي فَحَدِّثْنِي مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَنْفَعَنِي بِهِ . فَقَالَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ عَذَّبَ أَهْلَ سَمَوَاتِهِ وَأَهْلَ أَرْضِهِ لَعَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ لَهُمْ وَلَوْ رَحِمَهُمْ لَكَانَتْ رَحْمَتُهُ خَيْرًا لَهُمْ مِنْ أَعْمَالِهِمْ . وَلَوْ كَانَ لَكَ مِثْلُ جَبَلِ أُحُدٍ ذَهَبًا أَوْ مِثْلُ جَبَلِ أُحُدٍ تُنْفِقُهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مَا قُبِلَ مِنْكَ حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ . فَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ . وَأَنَّكَ إِنْ مُتَّ عَلَى غَيْرِ هَذَا دَخَلْتَ النَّارَ وَلاَ عَلَيْكَ أَنْ تَأْتِيَ أَخِي عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ فَتَسْأَلَهُ . فَأَتَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ فَسَأَلْتُهُ فَذَكَرَ مِثْلَ مَا قَالَ أُبَىٌّ وَقَالَ لِي وَلاَ عَلَيْكَ أَنْ تَأْتِيَ حُذَيْفَةَ . فَأَتَيْتُ حُذَيْفَةَ فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ مِثْلَ مَا قَالاَ وَقَالَ ائْتِ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ فَاسْأَلْهُ . فَأَتَيْتُ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ يَقُولُ
“ لَوْ أَنَّ اللَّهَ عَذَّبَ أَهْلَ سَمَوَاتِهِ وَأَهْلَ أَرْضِهِ لَعَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ لَهُمْ وَلَوْ رَحِمَهُمْ لَكَانَتْ رَحْمَتُهُ خَيْرًا لَهُمْ مِنْ أَعْمَالِهِمْ وَلَوْ كَانَ لَكَ مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَبًا أَوْ مِثْلُ جَبَلِ أُحُدٍ ذَهَبًا تُنْفِقُهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مَا قَبِلَهُ مِنْكَ حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ كُلِّهِ فَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَمَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ وَأَنَّكَ إِنْ مُتَّ عَلَى غَيْرِ هَذَا دَخَلْتَ النَّارَ
Semua berharap cepat berlalu, tetapi Allah Maha Tahu kapan dan berapa lama menguji hamba-hambaNya. Mungkin saja, cobaan kali ini dimaksudkan untuk menyempurnakan pemahaman dan keimanan kita terhadap qodar. Nikmati, jalani, dan bersabarlah, sehingga tidak berbalas kecuali hanya surga. Amin.