ANTARA UMROH SUNNAH VERSUS THOWAF SUNNAH 50X
Bagi Jama’ah calon haji (JCH) yang melaksanakan ibadah haji ke tanah suci menggunakan jalur ONH Reguler maka sebagian besar waktunya di tanah suci sebetulnya banyak digunakan untuk menunggu. Kalau yang berangkat melalui gelombang pertama, kebanyakan menunggu waktu pelaksanaan rangkaian ibadah haji. Sebaliknya, kalau yang berangkat melalui gelombang kedua – menunggu jadwal kepulangan kembali ke Indonesia.
Namun demikian, karena selama waktu menunggu tersebut JCH berada di dua tanah suci (Mekah dan Madinnah), disarankan agar JCH mengisi waktu menunggu tersebut dengan mempersungguh dalam melakukan berbagai ibadah yang mempunyai imbalan pahala besar. Diantara banyak macam ibadah yang dapat dilakukan dengan janji pahala dari Alloh yang besar antara lain: (1) Umroh Sunnah dan (2) Thowaf Sunnah 50x.
Yang dimaksud dengan Umroh Sunnah adalah umroh yang dilakukan yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan Haji Tammatu’ dan tidak berkaitan dengan rangkaian ibadah Haji yang dilakukan mulai tanggal 9 – 13 Dzulhijjah. Sebagaimana dapat dikaji dalam berbagai kumpulan hadits shohih dari Rosulalloh SAW yang inti isinya menyatakan bahwa antara umroh yang satu dengan umroh yang lain itu sebagai penghapus dosa. Nah janji pahala yang tidak ternilai ini seharusnya memotivasi JCH untuk melakukannya sebagai pengisi waktu selama menunggu jadwal pulang ke Indonesia.
Yang perlu dijadikan catatan adalah melaksanakan Umroh Sunnah tersebut sebaiknya tidak dilakukan selama Bulan-bulan Haji, yaitu sesudah Iedul Fitri sampai dengan tanggal 10 Dzulhijjah. Sebetulnya tidak ada larangan untuk melakukan umroh pada Bulan-bulan Haji, hanya saja ada kefahaman bahwa setiap umroh yang dilakukan di Bulan-bulan Haji membawa konsekuensi membayar dam berupa satu ekor kambing (pada tahun 1431 H/2010 M – harga satu kambing sebesar SR. 350) atau melakukan puasa sunnah 3 hari selama di Mekkah dan 7 hari setelah kembali ke Indonesia. Bayangkan, berapa dam yang harus kita bayar jika kita telah melakukan Umroh Sunnah sebanyak 10x di Bulan Haji? Wah… pastilah bisa untuk pergi haji lagi di lain waktu. Hal lain yang perlu dicatat bagi JCH yang ingin melakukan Umroh Sunnah adalah bahwa rangkaian ibadah umroh dimulai dengan mengambil Miqot di tanah halal. Untuk hal ini, Miqot yang paling dekat dengan Mekkah adalah di Masjid Tan’im. Dalam keadaan sudah memakai pakaian ihrom, JCH dapat menuju Tan’im dari Masjidil Harom dengan naik taksi atau transportasi berbayar yang tersedia dengan biaya sekitar SR. 2 – SR. 10 sekali jalan. Setelah sholat sunnah dua reka’at dan melafalkan niat umroh, JCH harus kembali ke Masjidil Harom untuk melakukan thowaf, Sai Shofa-Marwah, dan lukar dari pakaian ihrom. Demikian seterusnya, setiap kali ingin melakukan umroh dimulai dari mengambil miqot di Tan’im dan diakhiri dengan lukar dari pakaian ihrom.
Dalam melakukan Umroh Sunnah, JCH dapat melakukannya dengan diniati untuk dirinya sendiri atau untuk orang tua, untuk saudara-saudara, untuk para pengurus (kipok, kides, atau kida), untuk mubaligh atau mubalighotnya (yang barangkali belum Umroh), atau siapa saja yang diinginkan oleh JCH mumpung ada kesempatan menunggu waktu pulang dari Masjidil Harom, Mekkah. Yang penting mengisi waktu dengan melakukan ibadah Umroh sebanyak-banyaknya selagi ada kesempatan selama menunggu waktu di Mekkah.
Yang dimaksud dengan Thowaf adalah satu rangkaian yang terdiri atas memutari Ka’bah sebanyak tujuh (7) kali putaran dan diakhiri dengan sholat sunnah dua reka’at di belakang Maqom Ibrohim. Rangkaian thowaf ini dilakukan hingga sebanyak 50x (Thowaf Sunnah 50x). Sebagaimana dapat dikaji dalam berbagai kumpulan hadits shohih dari Rosulalloh SAW yang inti isinya menyatakan bahwa kefadholan melaksanakan Thowaf Sunnah 50x adalah bersih dari dosa sebagaimana orang yang dilahirkan kembali oleh ibunya. Nah janji pahala yang tidak ternilai ini seharusnya memotivasi JCH untuk melakukannya sebagai pengisi waktu selama menunggu di Mekkah sebelum pelaksanaan Wukuf dan rangkaian ibadah haji lainnya. Untuk melengkapi Thowaf 50x, pastilah JCH memerlukan perencanaan dan eksekusi yang baik.
Jika merencanakan untuk menyelesaikan Thowaf Sunnah 50x, JCH disarankan untuk membuat perencanaan dan target pelaksanaan setiap harinya. Misalnya, jika merencanakan target thowaf 5x dalam sehari-semalam, maka aka dibutuhkan waktu 10 hari untuk menyelesaikan Thowaf Sunnah 50x. Melaksanakan thowaf 5x dalam sehari-semalam merupakan target yang wajar bagi JCH selama di Mekkah, meskipun lebih banyak atau lebih sedikit dari jumlah tersebut juga tidak dilarang. Untuk menyelesaikan thowaf 5x dalam sehari-semalam, JCH dapat memilih berbagai pendekatan berikut: (a) melakukan satu thowaf setiap sehabis melaksanakan sholat wajib lima waktu di Masjidil Harom, atau (b) melakukan dua thowaf sesudah sholat Shubuh dan tiga thowaf pada sore hingga malam hari (sesudah sholat Isya’), atau (c) pendekatan lainnya, yang penting menyelesaikan lima thowaf dalam sehari-semalam. Satu hal yag perlu dicatat oleh JCH yang ingin menyelesaikan Thowaf Sunnah 50x, yaitu: semakin mendekati hari pelaksanaan Wukuf di Arofah berarti semakin banyak JCH yang mendatangi Masjidil Harom dan semakin banyak JCH yang melakukan Thowaf di sekitar Baitulloh. Hal ini membawa konsekuensi semakin sulit untuk melaksanakan thowaf dan semakin sulit untuk mencapai target 5x thowaf dalam sehari-semalam. Untuk itu, semakin cepat menyelesaikan Thowaf Sunnah 50x seawal mungkin akan semakin baik bagi JCH.
Bagi JCH ONH reguler dari Indonesia yang berangkat melalui Gelombang Pertama – Kloter awal, JCH biasanya menghabiskan waktu menunggunya di Mekkah sebagian besar masih dalam bulan-bulan Haji. Bagi JCH yang berangkat dalam Gelombang I – Kloter awal tidak disarankan untuk melakukan Umroh Sunnah di Bulan Haji karena konsekuensi dam yang harus dibayarkan. Daripada melaksanakan Umroh Sunnah, disarankan JCH periode ini mengambil jalur ibadah Thowaf Sunnah 50x saja, dengan janji pahala dihapus dosanya sebagaimana orang yang dilahirkan kembali oleh ibunya.
Sebaliknya, JCH yang berangkat melalui Gelombang Kedua – Kloter akhir, biasanya akan menghabiskan waktu menunggunya di Mekkah sebagian besar di luar bulan-bulan Haji. Bagi JCH Gelombang II – Kloter akhir tersebut disarankan untuk melakukan Umroh Sunnah sebanyak-banyaknya, juga dengan janji pahala dihapus dosanya dan jadi penghapus dosa antara satu umroh dengan umroh yang lain. Ketika JCH Gelombang II – Kloter akhir datang, kondisi di Masjidil Harom telah dipenuhi oleh JCH dari berbagai negara sehingga sulit untuk menyelesaikan Thowaf Sunnah 50x.
Demikianlah informasi tentang pilihan ibadah yang dapat dilakukan oleh JCH selama di tanah suci, yang pahalanya sangat besar dan karenanya disarankan untuk selalu dilakukan ketika berada di tanah suci. Tetapi karena keterbatasan yang ada, JCH yang berangkat ke Tanah Suci melalui Gelombang I – Kloter Awal disarankan untuk mengambil jalur Thowaf Sunnah 50x sedangkan yang berangkat melalui Gelombang II – Kloter Akhir disarankan untuk mengambil jalur Umroh Sunnah. Namun demikian, jika JCH mau mempersungguh dan melakukan kedua-duanya, tentu saja tidak dilarang dan pahalanya lebih banyak bagi JCH sendiri.
Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.
BEKAL MAKANAN – REVISITED
Di awal posting dari Jurnal Perjalanan Haji 2010 (lihat Entry # 1) telah diuraikan masalah perbekalan yang perlu dibawa oleh JCH, antara lain masalah peralatan masak dan makanan. Setelah berjalannya waktu dan berdasarkan pengalaman yang sudah dilalui selama di Madinnah dan di Mekkah, maka beberapa masukan tentang bekal makanan yang telah diposting sebelumnya kelihatannya perlu ada revisi dan penambahan.
I. Selama di Madinnah
Bagi yang berangkat melalui Gelombang I atau Gelombang II, JCH mendapatkan jatah makan siang dan makan malam yang cukup memadai selama berada di Madinah (8 hari – 9 malam). Jatah makan biasanya terdiri atas satu porsi nasi dan lauk-pauk, satu botol air minum, dan buah (biasanya jeruk, pear atau apel). Untuk makan pagi, semua JCH harus menyiapkannya sendiri dengan cara membeli atau memasak sendiri.
Di sekitar hotel juga seringkali dijumpai sejumlah penjaja makanan dari Indonesia yang menyediakan menu makan pagi dengan harga antara SR. 1 – 5, tergantung jenis makanannya. Dengan alasan kebersihan yang mungkin kurang terjamin, JCH yang mempunyai perut sensitif tidak disarankan membeli makanan dari penjual makanan tersebut. Kalaupun membelinya, pilihlah makanan yang dijual dalam kondisi terbungkus secara individual atau disajikan panas (seperti bakso).
Berdasarkan pengalaman tahun 2010, harga beras di mini market di sekitar Madinah berkisar SR. 8 per kilo. Tidak semua mini market yang ada, menyediakan beras sebagai barang dagangan. Sejumlah JCH telah membawa beras sebagai bekal dari Indonesia sebanyak 5 kg per orang. Jumlah beras tersebut menurut pengalaman tahun 2010 cukup memadai untuk dibawa sebagai bekal. Aneka lauk yang dapat dimasak dengan cepat biasanya tersedia di sejumlah mini market di Madinah (frozen food). Demikian juga aneka buah-buahan (pisang, jeruk, apel, pear, anggur, dan lain-lain), tersedia dengan harga yang relatif tidak mahal.
Yang perlu dicatat, di pemondokan selama di Madinah sebetulnya tidak tersedia dapur untuk memasak sehingga jika yang dimasak menimbulkan bau atau asap bisa menimbulkan masalah. Di pemondokan juga tidak disediakan peralatan masak bagi JCH sehingga untuk membikin air panas atau keperluan masak-memasak lainnya harus menggunakan peralatan yang telah dibawa atau dibeli di Madinnah oleh JCH. Pada umumnya JCH hanya menanak nasi saja dan membeli lauknya di berbagai warung makan di sekitar pemondokan atau memanfaatkan bekal lauk-pauk yang dibawa dari Indonesia.
Jika JCH membawa bekal mie instans dari Indonesia, makanan ini dapat digunakan sebagai alternatif menu makan pagi. Jika tidak membawa, di sejumlah mini market dapat dibeli mie instans yang diproduksi oleh pabrik mie instans yang sama dengan yang banyak dijumpai di Indonesia. Harga mie instans di berbagai mini market berkisar antara SR. 1 per bungkus. Sebagai tambahan, JCH dapat membeli telor ayam untuk direbus atau ditambahkan dalam mie instans di berbagai mini market yang ada dengan harga sekitar SR. 0.5 per butir. Jangan lupa, JCH harus membawa atau membeli travel cooker untuk bisa memasak mie instans di pondokan.
Jika JCH terbiasa makan pagi dengan roti, hal ini jauh lebih mudah dan murah untuk dilakukan. Di berbagai mini market tersedia aneka bentuk roti yang dapat digunakan untuk sarapan pagi dengan harga sekitar SR. 1 per kantong. Tinggal membeli selai atau keju spread dengan harga antara SR. 5 – 8 real (tergantung merek dan ukuran botolnya). Sebagai alternatif, JCH dapat membeli kebab Turki untuk sarapan pagi dengan harga SR. 2 per bungkus. Untuk ukuran sarapan pagi, satu porsi kebab Turki dan kentang goreng (SR. 2) sudah lebih dari cukup untuk mengisi perut. Untuk menghangatkan perut, bisa ditambahkan satu cangkir the moci atau kopi plus susu dengan harga antara SR. 1 – 2.
Selain jatah makan, JCH biasanya juga mendapatkan jatah kopi, teh, krim dan gula dalam bentuk saset. Berdasarkan pengalaman tahun 2010, JCH mendapatkan jatah dua kantong yang dapat memenuhi kebutuhan JCH selama berada di Madinah. Dalam hal ini, JCH harus membawa atau membeli travel cooker untuk bisa memasak air panas di pondokan untuk menyeduh kopi atau teh panas.
II. Selama di Mekkah
Semua JCH dari Indonesia baik yang berangkat melalui Gelombang I atau Gelombang II, tidak mendapatkan jatah makan selama berada di Mekkah (selama 24 hari). Untuk semua keperluan makan, semua JCH harus menyiapkannya sendiri dengan cara membeli atau memasak sendiri.
Setelah beberapa hari di hotel/pondokan Mekkah, biasanya akan mulai berdatangan sejumlah penjaja makanan dari Indonesia yang menyediakan menu makan pagi, siang dan sore dengan harga antara SR. 1 – 5, tergantung jenis makanannya. Seperti halnya di Madinah, dengan alasan kebersihan yang mungkin kurang terjamin, JCH yang mempunyai perut sensitif tidak disarankan membeli makanan dari penjual makanan tersebut. Kalaupun membelinya, pilihlah makanan yang dijual dalam kondisi terbungkus secara individual atau disajikan panas (seperti bakso) atau masaklah (panaskan) kembali makanan yang dibeli sebelum dikonsumsi. Hal yang juga perlu dicatat adalah kondisi lingkungan di Mekkah umumnya jauh lebih berdebu dibandingkan dengan kondisi di Madinnah. Hal ini perlu diperhatikan jika membeli makanan dari penjaja makanan tersebut, terutama jika makanannya dijual dalam kondisi terbuka (tidak dibungkus plastik secara individu).
Berdasarkan pengalaman tahun 2010, harga beras di minimarket di sekitar Mekkah berkisar SR. 35 per karung (5 kilo gram). Hampir semua mini market yang ada di sekitar hotel/pondokan, menyediakan beras sebagai barang dagangan. Sejumlah JCH yang membawa beras sebagai bekal dari Indonesia (5 kg per orang) dapat dimanfaatkan selama berada di Mekkah. Aneka lauk yang dapat dimasak dengan cepat biasanya juga tersedia di sejumlah mini market di Mekkah (frozen food). Demikian juga aneka buah-buahan (pisang, jeruk, apel, pear, anggur, dan lain-lain), sayur-sayuran (kangkung, bayam, wortel, kubis, lombok merah, tomat, dan lain-lain) juga selalu tersedia dengan harga yang relatif murah. Ini merupakan alasan mengapa memasak makanan sendiri akan lebih murah dibandingkan membeli makanan jadi.
Alhamdulillah, di pemondokan JCH dari Yayasan Multazam selama di Mekkah (Hotel Marwah, di Aziziyah Janubiyah) tersedia dapur sebagai tempat untuk memasak dan telah tersedia alat pemasak air elektrik untuk memanaskan air. Kondisi kamar hotel yang ada memungkinkan untuk memasak makanan sehari-hari di kamar hotel. Namun demikian JCH tetap perlu menyediakan peralatan masak minimal berupa panci dan penggorengan, rice cooker, serta peralatan makan masing-masing (piring, gelas, sendok, garpu, dan lain-lain). Untuk memasak air panas, bisa menggunakan pemasak air elektrik yang telah tersedia di Hotel. Peralatan masak atau peralatan makan tersebut dapat dibawa dari Indonesia atau dibeli di Madinnah/Mekkah oleh JCH. Ada sejumlah JCH yang hanya menanak nasi saja dan membeli lauknya di penjaja makanan Indonesia di sekitar pemondokan atau memanfaatkan bekal lauk-pauk yang dibawa dari Indonesia. Ada JCH lain yang sekaligus menanak nasi dan memasak sayur atau lauk pauk yag diperlukan.
Seperti halnya di Madinah, jika JCH terbiasa makan pagi dengan roti, di Mekkah hal ini juga jauh lebih mudah dan murah untuk dilakukan. Di berbagai mini market tersedia aneka bentuk roti yang dapat digunakan untuk sarapan pagi dengan harga sekitar SR. 1 per kantong. Tinggal membeli selai atau keju spread dengan harga antara SR. 5 – 8 real (tergantung merek dan ukuran botolnya). Jatah dua kantong berisi kopi, teh, krimer dan gula dalam bentuk saset yang dibagikan di Madinah umumnya tidak habis dikonsumsi dan dapat dimanfaatkan ketika ada di Mekkah (khusus untuk JCH Gelombang I).
III. Bekal Makanan dari Indonesia
Bagi JCH yang ingin berhemat dalam belanja makanan, untuk kebutuhan selama berada di Mekkah dan di Madinnah, disarankan untuk membawa bekal peralatan dan makanan sebagai berikut:
(1) Membawa alat masak, paling tidak terdiri atas: (a) rice cooker kecil (ukuran satu liter) untuk menanak nasi – bisa dipakai untuk empat orang, (b) panci dan penggorengan kecil, (c) travel cooker (kompor listrik kecil), serta (d) peralatan makan dan minum pribadi (piring, sendok, garpu dan cangkir).
(2) Bahan makanan mentah yang dapat dibawa oleh masing-masing JCH, antara lain: (a) beras (kualitas yang baik) – maksimum 5 kg/orang dan (b) Mie instan (bagi yang mau) – secukupnya.
(3) Bahan makanan matang (siap makan) yang dapat dibawa oleh masing-masing JCH, antara lain: (a) Sambal goreng kentang kering – sekitar 2 kantong plastik @ 0.5 kg, (b) Sambal goreng tempe kering – sekitar 2 kantong plastik @ 0.5 kg, (c) Abon daging sapi manis – 2 kantong plastik @ 0.25 kg, (d) Abon daging sapi pedas – 2 kantong plastik @ 0.25 kg, dan (e) Sambel pecel – 4 kantong plastik @ 0.25 kg.
(4) Bagi yang senang pedas, disarankan untuk membawa aneka sambal yang dikemas dalam bentuk saset atau tomato ketschup dalam kemasan saset.
(5) Berdasarkan pengalaman tahun 2010, kami tidak berhasil menemukan bumbu jadi untuk aneka masakan yang dikemas dalam bentuk saset. Bagi yang ingin praktis, disarankan untuk membawa aneka bumbu jadi untuk berbagai jenis masakan yang dapat dibeli di Indonesia dengan murah dan gampang. Selain itu, kaldu instans yang juga dapat dibeli dengan mudah di Indonesia dapat dibawa dalam jumlah secukupnya.
Karena bahan mentah sayuran dan daging relatif mudah didapatkan, maka memasak sayur dan lauk apapun sebetulnya sangat memungkinkan bagi JCH. Yang menjadi masalah adalah membuat bumbu masakannya yang belum tentu bahannya dapat di beli di Mekkah/Madinnah. Bekal bumbu instans dapat membantu menyiapkan masakan yang diinginkan secara cepat disela-sela kegiatan ibadah yang diprogramkan oleh masing-masing JCH.
(6) Lain-lain bekal makanan yang sesuai dengan selera masing-masing JCH, yang penting jangan berupa cairan. Jika berupa cairan, sebaiknya di-seal dengan plastik kedap air agar jika pecah tidak mengotori barang-barang lainnya yang dibawa di koper.
IV. Memasak Makanan di Mekkah/Madinnah
Setiap rombongan JCH mempunyai pendekatan sendiri-sendiri tentang bagaimana pengaturan penyiapan makanan selama di Mekkah/Madinnah. Ada rombongan JCH yang memasak secara bergantian denga sistem piket atau memasak sendiri-sendiri untuk menyediakan makanan bagi masing-masing JCH. Berdasarkan pengalaman tahun 2010, agar tidak mengganggu program kegiatan ibadah masing-masing JCH yang mungkin berbeda-beda jadwalnya dan mengakomodir selera masing-masing JCH, disarankan untuk memasak makanan masing-masing atau membentuk grup-grup kecil yang terdiri atas 3-4 orang saja. Dengan demikian, tidak perlu sampai ada JCH yang tidak sempat beribadah di Masjidil harom atau di Masjid Nabawi karena mendapat giliran piket harus menyiapkan makanan bagi JCH yang lain.
Demikianlah tinjauan kembali tentang bekal makanan yang sebaiknya dibawa oleh JCH ketika datang ke Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji. Jangan khawatir kopernya menjadi penuh berisi makanan sehingga tidak ada tempat bagi barang bawaan yang lain. Berdasarkan pengalaman tahun 2010, sebetulnya JCH tidak perlu membawa baju dalam jumlah banyak. Bagi JCH laki-laki, cukup membawa maksimum 5 setel baju/celana/kaos dan celana dalam, sarung dan sajadah untuk sholat, serta kain ihrom (3 potong). Bagi JCH perempuan mungkin bisa lebih banyak dari jumlah tersebut, tetapi tidak disarankan untuk membawa pakaian terlalu banyak karena pada akhirnya tidak akan terpakai selama di Mekkah/Madinnah. Satu hal yang menguntungkan ketika sebagian besar isi koper adalah makanan, yaitu ketika waktunya pulang koper menjadi kosong dan dapat diisi dengan oleh-oleh untuk yang dirumah.
Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.
TITIPAN DOA – BEBAN ATAUKAH KEBAROKAHAN?
Ada kebiasaan di sebagian kalangan warga Indonesia, yaitu ketika ada saudaranya yang akan berangkat menunaikan ibadah haji atau umroh maka kepada jama’ah calon haji (JCH) atau yang akan berangkat umroh tersebut akan dititipi banyak titipan-titipan doa. Kepada saudara yang akan berangkat haji atau umroh tersebut si penitip biasanya akan berpesan agar titipan doanya dibacakan di tempat-tempat atau waktu-waktu yang mustajab (makbul).
Jika hanya dilihat secara selintas saja kita akan bertanya beberapa hal, antara lain:
(1) Dari sisi yang menitipkan doa kepada JCH atau orang yang akan Umroh:
(a) buat apa mesti menitipkan doa untuk dibaca di tanah suci, kan berdoa bisa dimana saja?
(b) ketika telah diputuskan untuk menitipkan doa, pertanyaan selanjutnya apa ya isi doa-doa yang akan saya titipkan?,
(c) ketika telah diputuskan apa isi doanya, pertanyaan selanjutnya bagaimana saya menuliskan titipan doanya?,
(d) setelah ditulis dan diserahkan kepada yang diberi amanah, barangkali masih ada pertanyaan kira-kira dibacakan gak ya titipan doanya oleh yang dititipi?
Dan lain-lain pertanyaan yang mungkin sangat banyak variasinya dari sisi yang akan menitip doa.
(2) Dari sisi JCH atau orang yang akan Umroh, yang dititipi doa oleh saudara, teman atau siapapun:
(a) wah… wah… apa tidak menjadi beban tambahan bagi JCH atau orang yang Umroh?
(b) apa ya sempat membacakan titipan doanya nanti?
(c) dimana dan kapan ya, membacakan doa-doa titipannya?
(d) bagaimana kalau ada yang lupa dan doa-doa titipannya tidak sempat dibacakan?
Dan lain-lain pertanyaan yang mungkin sangat banyak variasinya dari sisi yang akan berangkat haji atau umroh ke tanah suci.
Sebelum lebih jauh menguraikan penjelasan tentang apa kira-kira jawaban dari berbagai pertanyaan tersebut, ada baiknya kita simak beberapa informasi berikut:
(1) Berbeda dengan di Indonesia, di tanah suci dijumpai beberapa tempat yang oleh Alloh dijadikan sebagai tempat yang makbul untuk berdoa. Artinya dengan izin Alloh, orang yang berdoa di tempat-tempat makbul tersebut maka doanya akan dikabulkan (lihat Entry # 38). Kalau di Indonesia, yang ada adalah waktu-waktu yang makbul untuk berdoa sedangkan tempat yag makbul tidak ada.
(2) Ada kefahaman di dalam agama Islam, bahwa JCH atau orang yang umroh itu termasuk tamunya Alloh dan apa-apa yang dia minta (berdoa) akan dikabulkan oleh Alloh. Selain itu, Alloh juga akan mengampuni JCH atau orang yang umroh ketika dia meminta ampun dan akan mengampuni dosa-dosa orang-orang lain yang dimintakan ampun oleh JCH atau orang yag umroh. Artinya kita berdoa sendiri untuk suatu keperluan yang dilakukan di Indonesia nilainya tentu sangat berbeda dengan doa yang sama yang dititipkan dan dibacakan oleh JCH ketika sedang menjalankan ibadah haji atau umroh di tanah suci.
(3) Ada kefahaman di dalam agama Islam yaitu ketika seseorang mendoakan kepada saudaranya seiman, maka malaikat akan mengaminkan dan mendoakan doa yang sama kepada yang membacakan doa. Artinya ketika JCH mendoakan baik kepada orang lain, maka Malaikat Alloh akan mengaminkan dan mendoakan kepada Alloh isi doa yang sama kepada JCH yang membacanya.
(4) Di tanah harom dan selama menjalankan ibadah haji atau umroh, Alloh telah menjanjikan lipatan-lipatan pahala bagi amal perbuatan yang baik yang dilakukan oleh JCH. Sebagai contoh lipatan pahala yang didapat antara lain setiap amalan kebaikan dilipatkan 700x dan setiap amalan kebaikan di tanah harom – dilipatkan 100 ribu kali dibandingkan di tanah halal. Artinya bagi JCH setiap pekerjaan amal kebaikan yang dilakukan, oleh Alloh dijanjikan lipatan pahala yang banyak yang tidak didapatkan ketika tidak sedang melaksanakan ibadah haji atau tidak sedang di tanah harom.
(5) Di dalam Islam juga ada kefahaman bahwa jika seseorang meringankan beban saudaranya seiman, maka Alloh juga akan akan meringankan beban baginya. Artinya kalau si A meminta pertolongan kepada si B dan si B mengabulkan dan menolong si A maka si B telah tergolong meringankan beban si A (tidak tergantung pada apa bentuk pertolongannya, yang berarti bisa berupa apa saja kan?)
Dan lain-lain hal yang dapat dijadikan sebagai penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan dari sisi yang menitip doa dan yag dititipi doa sebagaimana diuraikan diatas. Nah… setelah membaca lima hal tersebut insyaAlloh akan menjadi jelas kira-kira mengapa ada kebiasaan dari sejumlah orang Islam di Indonesia untuk menitipkan doa kepada suadaranya yang lain yang akan berangkat menunaikan ibadah haji atau umroh. Di balik kebiasaan tersebut ternyata ada penjelasan-penjelasan secara syar’i yang mendasari, antara lain:
(1) Orang menitipkan doa kepada JCH atau yang akan umroh karena tahu bahwa doanya orang yang menunaikan ibadah haji atau umroh, sebagai tamunya Alloh di tanah suci, pasti dikabulkan oleh Alloh.
(2) Isi doa yang dititipkan sebaiknya ya doa-doa yang baik seperti dimulai dengan mendoakan ketetapan iman, pengampunan dan doa-doa yang baik kepada orang Islam yang lain, kepada pengurus dan para ulama, kepada orang tua dan saudara-saudaranya, kepada anak-anaknya, dan kepada dirinya (diri orang yang menitip doa) sendiri. Minta rezki yang barokah, keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah, kesehatan dan kebarokahan hidup, dan lain-lain keperluan sesuai dengan yang diinginkan pribadinya masing-masing. Sebaiknya di dalam titipan doanya juga disertakan doa agar yang membacakan doa dapat lancar dalam melaksanakan ibadah haji atau umrohnya, Dengan demikian, bagi yang membacakan akan mendapatkan doa-doa baik yang sama karena diaminkan oleh malaikat Alloh.
(3) Doa-doa titipan tersebut sebaiknya ditulis dengan jelas dan rapi di atas kertas. Syukur-syukur dapat diketik dengan komputer dan dengan huruf yang ukurannya agak besar (16 point) sehingga memudahkan bagi yang dititipi untuk membacanya. Hal ini tentu saja membantu meringankan bagi orang yang membacanya dan tidak harus menjadi beban.
(4) Jika orang yang dititipi memiliki kefahaman bahwa doa yang dia bacakan untuk saudaranya yang menitipkan sama artinya dengan mendoakan diri sendiri, tentulah akan dibacakan selama berada di tanah suci. Selain itu, titipan doa yang diberikan merupakan amanah yang harus disampaikan. Berdasarkan hal tersebut, orang yang dititipi doa insyaAlloh akan membacakan doa titipannya.
(5) Kalau mengingat bahwa ketika JCH mendoakan saudaranya maka dia akan didoakan yang sama oleh malaikat dan mengingat pahala melakukan kebaikan di tanah harom ketika sedang melaksanakan ibadah haji atau umroh, insyaAlloh JCH tidak akan menganggap titipan doa dari saudaranya sebagai beban. Sebaliknya, dia akan menganggap hal tersebut justru sebagai kebarokahan.
(6) Selama menjalankan ibadah haji atau umroh, insyaAlloh banyak sekali waktu yang longgar yang dapat digunakan untuk membacakan titipan doa-doa dari saudara yang menitipkan. InsyaAlloh kalau hanya membacakan semua titipan doa sekali atau dua kali saja tidak akan memakan terlalu banyak waktu dan insyaAlloh sempat.
(7) Diantara tempat-tempat yang makbul untuk berdoa yang dapat kita gunakan untuk membacakan titipan doa yang banyak adalah ketika selesai melaksanakan sholat sunnah dua rekaat di belakang Maqom Ibrohim sehabis thowaf dan ketika Wukuf di Arofah. Jika di Roudhoh (Masjid Nabawi, Madinnah), di Multazam dan Shofa-Marwah (Masjidil Harom, Mekkah), di Muzdalifah, di Jumroh Ulaa dan Wustho (lokasi Mina) – kemungkinan akan sulit membacakan semua titipan doa dari saudaranya satu per satu karena kondisi dan situasi yang ada di lokasi-lokasi tersebut. Namun demikian, titipan doa tetap dapat dibacakan di mana saja ketika ada di dalam Masjidil Harom atau di Masjid Nabawi atau ketika ada di tanah harom.
(8) Untuk menutup agar jangan sampai ada yang terlewat atau tidak sempat dibacakan titipan doanya, JCH selalu dapat menutup pembacaan titipan doanya dengan doa semacam ini “Ya Alloh ya dzal jalali wal ikrom, semoga Engkau mengabulkan semua doa-doa jama’ah, sesuai dengan isi titipan doanya masing-masing.” Jadi seandainya ada yang terlewat atau kelupaan untuk dibacakan, doa penutup tersebut diharapkan menjadi penggantinya.
Kesimpulan dari posting ini antara lain bahwa orang yang pergi haji atau umroh mempunyai kefadholan tertentu yang tidak dipunyai oleh orang yang lain, antara lain doanya dijamin dikabulkan oleh Alloh, baik doa untuk diri sendiri ataupun doa untuk orang lain. Bagi JCH yang mendoakan saudaranya, dia akan didoakan yang sama oleh malaikat dan akan mendapatkan pahala kebaikan tanah harom. Dengan demikian, titipan doa dari saudara jama’ah ketika seseorang akan berangkat haji atau umroh justru merupakan kebarokahan bagi JCH atau orang yang akan umroh.
Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.
Oleh :Pak Dar
Bersambung…..