<<< Sebelumnya
Di waktu Khalid sedang bersenandung; dari jauh tampak seorang naik kuda membawa tombak panjang. Beberapa pasukan kavaleri mengepung orang asing memakai sorban hijau tersebut. Dua ujung sorban lelaki itu diletakkan di dada dan di punggung. Khalid memperkirakan dia Dhirar yang sedang digiring pasukan lawan. Di depan arak-arakan panjang itu; orang membawa obor api yang menyala-nyala; layak budaya orang-orang kafir zaman dulu. Orang kafir sering membawa obor semacam ini.
Setelah mengamati dengan seksama, Khalid berkata, “Laita syiri (ليت شعري),” artinya telah kuperkirakan dengan yakin), mengenai yang berkuda itu. ‘Dia seorang Muslim pemberani’.”
Khalid dan orang-orangnya mendekati lelaki pembawa api yang berada di depan arak-arakan.
Di tempat yang berbeda, Rafi’ bin Umairah At-Tho’i dan pasukannya sedang berperang. Dari kejauhan mereka melihat kaum yang diperkirakan Khalid bersama pasukannya, yang datang untuk menyerang dari arah berbeda.
Khalid menyerang hingga pasukan Romawi kacau-balau. Bahkan, dia masuk ke ombak pasukan lawan untuk membunuh beberapa musuh. Saat keluar dari ombak pasukan lawan, tombak Khalid RA telah bersimbah darah. Sebagian musuh berguguran; sebagian lagi kabur meninggalkan gelanggang perang.
Khalid mengajak duel, “Siapa berani melawan saya?” Tidak ada satu pun yang berani. Khalid menyerang lagi. Semakin lama, Khalid semakin masuk ke dalam kerumunan musuh yang merupakan pasukan berkuda berbahaya. Para musuh yang masih hidup ketakutan. Khalid dan pasukannya membuat mereka kocar-kacir.
Khalid bersama pasukan datang mendekati Rafi’, lalu berkata, “Saya heran, kenapa Dhirar bisa ditangkap oleh musuh?”
Rafi’ menjawab, “Yang mulia! Itu karena dia terlalu masuk ke kerumunan lawan.”
Khalid RA memerintah, “Hai pasukan Islam! Seranglah mereka dengan serempak! Selamatkanlah pahlawan Agama Allah (Dhirar)!”
Mereka segera berkumpul, siap menyerang; Khalid berada di depan.
Pasukan Islam terperanjat melihat seorang memimpin pasukan berkuda, mucul di pertengahan musuh, melancarkan perlawanan dengan penuh semangat, bagai api berkobar-kobar. Dan menggugurkan para pasukan lawan. Mereka tetap melawan dengan gigih walau dikeroyok oleh musuh berjumlah sangat banyak. Setiap jumlah musuh bertambah; dia dan pasukannya semakin sengit menyerang, tak gentar. Sang pemimpin sudah bersimbah darah tapi semangatnya tidak goyah. Khalid dan pasukannya mendekat untuk membantu.
“Hai kamu yang telah berjuang mati-matian dan telah berani membuat musuh marah! Bukalah burkah (semacam cadar)mu! Agar wajahmu tampak!” kata Khalid.
Namun pimpinan itu justru menjauh dan membisu. Ia berlari kencang untuk membelah pasukan lawan. Serangannya yang ganas sekali membuat kaum Romawi menghindar karena ketakutan.
Pasukan Islam berteriak menegur, “Hai orang yang sangat sopan! Kenapa kamu berpaling dari pimpinan yang berbicara padamu! Katakan sebetulnya kau ini siapa?”
Namun dia tetap diam tidak menjawab, bahkan menjauh. Khalid mengejar dan bertanya padanya, “Seranganmu dahsyat! Tapi sayang kamu tak mau berterus terang! Siapa kamu?”
Setelah Khalid memaksa; dia berkata dalam keadaan wajahnya tertutup. Khalid terperanjat karena suaranya mirip seperti suara wanita, “Wahai pimpinam yang mulia! Saya berpaling karena sungkan pada tuan yang agung. Saya wanita yang hidup dalam pingitan, tak pernah keluar rumah. Saya mengamuk karena dendam.”
“Siapa kamu sebenarnya?”
“Khaulah binti Al-Azwar (خولة بنت الأزور). Dhirar yang mereka tangkap adalah saudaraku. Pasukan yang saya bawa ini semua wanita. Saya ke mari mengamuk karena mendapat kabar bahwa saudara saya ditawan.”
mulungan.org