Bila musim kemarau berkepanjangan, mata air di sebagian lereng-lereng perbukitan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mengering. Drama antrean air pun dimulai.
Tim Sentra Komunikasi (Senkom) Mitra Polri Klaten, Jawa Tengah dengan sigap menata galon-galon air, lalu mengawasi antrean warga. Drum-drum milik warga Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah pun mereka isi.
“Kemarau mengeringkan sumur dan mata air,” keluh seorang warga. Jangankan untuk mandi, untuk minum mereka kesulitan. Setidaknya warga LDII di Gunungkidul, Klaten, Sukoharjo, dan Wonogiri terimbas kekeringan.
Musim kemarau kali ini memang terasa panjang. Seharusnya sejak bulan September hujan mulai turun. Tapi, menginjak akhir November, rintik hujan seperti tak berkenan membasahi bumi, “Gempa bumi yang melanda Yogyakarta beberapa waktu lalu, berpengaruh terhadap mata air,” ujar warga Gunungkidul yang sekaligus pengurus DPP LDII.
Menurut Nurasid, sebelum gempa melanda Yogyakarta pada 30 Juni 2023 lalu, meskipun musim kemarau berkepanjangan mata air tetap mengalirkan air. Kini tidak lagi. Mungkin saja, gempa tersebut menggeser lempeng bumi sehingga memampatkan jalannya air.
Kekeringan tersebut mendorong DPP LDII mengulurkan tangan untuk membantu. Jumlahnya memang tak seberapa, cukup untuk empat tangki air untuk tiap wilayah, “Kami mengajak warga LDII yang memiliki wilayah yang kekeringan, bergerak untuk membantu sesama,” kata Ketua DPP LDII Rulli Kuswahyudi.
Kepedulian sosial menurutnya menjadi harapan, ketika setiap orang mengalami kesulitan. Tanpa kepedulian, musibah kekeringan ini tak akan menemui solusi, “Pemerintah daerah melalui Badan Penganggulangan Bencana Daerah juga sudah bergerak, namun masyarakat juga harus membantu. Berbagi memperkuat kebersamaan dan mengokohkan persatuan,” imbuhnya.
Akibat kemarau panjang, lahan-lahan sawah yang tadinya menghijau ataupun menguning menjelang panen, kini tampak kering kerontang. Tanah-tanah produktif itu merana dengan retakan-retakan yang menunjukkan dahaga.
Di tengah kemarau yang menderu itu, bahaya bukan hanya persoalan air tapi juga gagal panen. Persoalan lain menyusul dengan penutupan kran ekspor oleh negara pemghasil beras utama dunia seperti India, Vietnam, dan Thailand, “Ini jadi pelajaran penting bagaimana kedaulatan pangan harus dijaga,” ujar Anggota DPR RI Singgih Januratmoko.
Singgih yang juga warga LDII Yogyakarta itu mengatakan kemarau berkepanjangan bukan hanya berakibat pada harga pangan melambung. Di sisi lain, peternak juga terpukul, “Kemarau panjang mengakibatkan panen jagung gagal dan mengakibatkan harga jagung di tingkat peternak naik. Ini membuat peternak UMKM kesulitan memperoleh pakan,” ujar Singgih Januratmoko yang juga Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR).
Ia mengatakan dalam pakan ternak, 50 persen komposisinya adalah jagung. Bila harga jagung naik, sudah tentu harga pakan juga melambung, “Kami menyarankan pemerintah untuk mengimpor jagung, sebagaimana beras. Terutama kebijakan impor untuk kebutuhan peternak agar harga jagung kembali stabil di angka Rp5.000-an per kg sesuai referensi Bapanas,” papar Singgih.
Saat ini, harga jagung di tingkat peternak mencapai Rp6.500-7.000 per kilogram. Kemarau ini diperkirakan sampai Desember, yang mengakibatkan pakan ayam dan sapi meningkat, “Kami sarankan jangan karena pertimbangan politis pemerintah tidak mengimpor jagung. Ada jutaan peternak dan industri terkait bisa merugi,” saran Singgih.
Singgih juga mengingatkan pentingnya seluruh elemen bangsa bergotong-royong dan meningkatkan kepedulian sosial. Di berbagai provinsi mengalami kesulitan air, bahkan kemarau memicu kebakaran di perkotaan, hutan, hingga perkebunan.
“Di wilayah kekeringan air terdapat banyak keluarga yang benar-benar tidak memiliki air bersih. Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk saling membantu mengirimkan truk tangki air, yang biayanya sangat terjangkau bila bergotong-royong,” ujarnya.
Singgih Januratmoko Center, menurut Singgih telah mengirim truk-truk tangki air untuk warga yang membutuhkan. Ia pun mengajak berbagai pihak untuk bersedekah air, bersama-sama menanggulangi krisis yang dipicu kemarau berkepanjangan.
Kekeringan juga menyebabkan kerawanan pada bidang sosial politik. Menurut Kompas.id (26/8/2023), kekeringan yang berakibat pada lonjakan harga pangan pada 1965 dan 1998 mengakibatkan pergolakan politik. Bahkan mengakibatkan pergantian kekuasaan, yang didahului dengan harga pangan yang melambung tinggi.
“Kekeringan dan rawan pangan bersamaan dengan Pemilu, rentan dipolitisasi. Semua elemen bangsa harus mencegah politisasi tersebut, agar persatuan dan kesatuan bangsa tidak terganggu,” ujar Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso.
Ia menyarankan, pilihan paling akhir bila ketersediaan pangan dalam negeri tidak mencukupi, maka impor pangan harus dilakukan. Meskipun impor pangan saat ini, sangat tidak menguntungkan. Pasalnya, beberapa negara mulai menutup kran ekspor pangan.
Menurutnya, terdapat kepentingan mendesak untuk terus membangun infrastruktur penyediaan dan penyimpanan air. Masyarakat bisa berpartisipasi dengan membangun penampungan air berdasarkan kearifan lokal, “Segala upaya itu, agar dampak El Nino tidak makin parah di masa depan,” pesannya.