Mikropenis adalah kondisi di mana penis tidak berkembang secara normal, sehingga ukurannya jauh lebih kecil dari rata-rata normal. Berdasarkan penelitian, mikropenis ditemukan pada 0,65 persen dari semua anak laki-laki. Di Indonesia, karena masalah penis sering dikaitkan dengan mitos yang salah dan hal tabu serta malu diungkapkan, hingga sulit didapat data yang pasti. Selain itu, karena informasi yang minim, masalah alat kelamin ini membuat penanganan sering dilakukan di tempat yang salah.
Menurut Dokter Spesialis Andrologi Lutfi Hardiyanto, dalam podcast LINES TALK LDII TV beberapa waktu lalu menjelaskan, seorang ibu yang baru saja melahirkan anak laki-laki harus memastikan terdapat penis dan dua testis pada bayi laki-lakinya. Jika merasa ragu bisa dipastikan dengan melakukan USG, dan selalu memastikan adanya pertumbuhan panjang tiap tahunnya.
Panjang normal penis anak laki-laki berumur 10 tahun harus mencapai 4,5 cm-5,5 cm. Jika di umur 10 tahun tidak mencapai itu, dewasa nanti dapat dipastikan penisnya tidak akan berkembang. Misal hanya mempunyai panjang empat sentimeter, “Maka sampai akil baligh dan sampai tua panjangnya akan segitu saja. Ini dapat menimbulkan masalah ke depannya, mulai dari tidak percaya diri sampai masalah rumah tangga,” ungkapnya.
Lutfi menjelaskan mikropenis akan sulit diperbaiki jika sudah memasuki masa pubertas. Ia mencontohkan kasus seorang pasien berusia 26 tahun dengan panjang penis hanya sekitar dua ruas jari. Pasien tersebut mengidap androgen insensitivitas sindrom (AIS), suatu kondisi di mana tubuh tidak dapat merespon hormon testosteron secara normal sehingga menghambat pertumbuhan penis.
Hal ini harus diperhatikan oleh para orang tua, selain kelainan genetik mikropenis pada anak juga bisa muncul karena gaya hidup. Pemberian makanan tidak sehat sangat berpengaruh pada pertumbuhan penis anak laki-laki. “Ayam yang sudah disuntikan hormon jika dikonsumsi anak kita secara terus-menerus sampai dia gemuk, memang terlihat gemuk tapi itu tidak sehat, penis anak kecil tidak berkembang,” ujar anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Andrologi Indonesia (PERSANDI) tersebut.
Ia menjelaskan kelainan ini dapat diobati melalui terapi mikropenis yang harus dilakukan oleh ahli hormon atau endokrin anak. Pengobatan akan efektif bila diberikan sebelum selesainya masa pubertas atau akil baligh. Luthfi memaparkan proses terapi mikropenis, penis akan dicek panjangnya dan dibandingkan dengan ukuran panjang normal penis. Jika memang benar ukurannya tidak normal akan dilakukan suntikan hormon dengan rentang waktu tunggu satu sampai enam minggu untuk pengecekan kembali.
“Jika sudah kembali pada ukuran normal terapi akan berhenti dan dicek kembali tahun depan tetapi jika belum normal terapi akan tetap dilakukan sampai ukuran normal didapatkan sebelum masa akil baligh,” tutupnya. (Nabil)