Pendapat mengenai bahaya meniup makanan panas sudah mulai banyak dibahas, terlebih setelah mengetahui hadis Nabi yang melarang agar tidak meniup makanan maupun minuman panas yang ada di dalam wadah.
Dalam ilmu kesehatan modern atau penelitian sains, bertemunya H2O (air) dengan karbondioksida atau CO2 yang dikeluarkan dari mulut manusia akan menghasilkan asam karbonat. Asam karbonat atau H2CO3 merupakan senyawa kimia yang bisa masuk ke dalam tubuh manusia dan berpotensi menyebabkan penyakit jantung.
Semakin tinggi kandungan asam karbonat dalam darah, maka akan semakin asam darah. Normalnya, darah memiliki batasan kadar keasaman atau pH yakni 7,35 sampai 7,45. Jika kadar keasaman ini lebih tinggi dari pH normal, maka tubuh bisa berada dalam kondisi asidosis.
Kondisi tersebut berbahaya bagi tubuh yang dapat menyebabkan gangguan jantung, disertai napas yang lebih cepat. Selain itu, ada bakteri H. Pylori yang menyebar melalui pernapasan. Bakteri tersebut dikatakan dapat menyebabkan gangguan lambung.
Tak hanya asam karbonat dan bakter H. Pylori saja yang bisa menular dan menyebar dengan tiupan, tetapi jenis bakteri dan virus lainnya juga bisa menyebar. Sebut saja virus TBC, virus berbahaya yang terkadang tak disadari oleh seseorang yang mengidapnya yang akan dengan mudah menular melalaui droplet dan pernafasan yang intens.
Selain itu, di dalam mulut terdapat mikro organisme tak kasat mata yang bersifat mutualisme (baik) dan juga ada yang patologi (buruk). Maka, makhluk kecil tak kasat mata dalam mulut akan menempel pada makanan panas apabila kita tiup dan kemudian masuk ke dalam perut.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian minum, janganlah bernapas di dalam gelas, dan ketika buang hajat, janganlah menyentuh kemaluan dengan tangan kanan” (HR. Bukhari).
Hal ini sudah disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sekira 14 abad yang lalu, yang kemudian dibuktikan melalui penelitian sains modern saat ini.