<<< Sebelumnya
Ketika Wardan dan pasukannya lari kencang dengan kuda, untuk menghindari keganasan pasukan Muslimiin dari Wadil Hayah, ternyata jusrtu bertemu pasukan Khalid yang tak kalah ganasnya. Wardan dan pasukannya berlari lagi untuk menghindari serangan Khalid dan kaumnya yang dahsyat. Barang-barang dan perbekalan kaum Wardan ditinggalkan untuk mengurangi beban agar bisa lari lebih cepat. Kaum Muslimiin menjarahnya.
Khalid dan pasukannya mengejar, namun Wardan dan pasukannya telah kabur jauh. Khalid membawa pasukannya berlari menyusuri jalan hingga bertemu rombongan Rafi’ yang telah berhasil membunuh 100 orang pembawa Dhirar di Wadil Hayah. Dengan bahagia rombongan Khalid mengucapkan salam dan menjumpai Dhirar untuk memberi ucapan selamat.
Setelah Khalid menyanjung keberhasilan Rafi’, mengajak semua pasukan kembali ke Damaskus. Saat itu kebahagian Muslimiin sangat lengkap dan sempurna.
Di hari yang indah itu Raja Hiraqla justru sangat susah. Dia mendapat laporan bahwa Wardan telah kalah bahkan kabur dari medan perang, bahkan putra Wardan bernama Hamdan telah gugur. Kesusahan yang membalut hati Hiraqla itu semakin lama semakin menekan perasaannya. Raja Hiraqla berputus asa, karena segala usahanya untuk mengusir Muslimiin telah dikerahkan, namun sia-sia. Terbayang dalam hatinya di saat sahabat karibnya yang bertempat tinggal di Romawi mengirimi surat yang isinya bahwa nabi terakhir sudah waktunya muncul. Terbayang dalam hatinya saat Batriq Kalus dan pasukannya kabur ketakutan pada Khalid. Terbayang dalam hatinya ketika menantunya kalang-kabut ketakutan menghadapi pasukan Khalid. Terbayang dalam hatinya ketika Kalus dan Azazir dipenggal kepalanya di Damaskus. Kesusahan yang bertumpuk-tumpuk itu membuat dia kesulitan tidur dan tidak berselera makan. Dari wajahnya tak pernah lagi tersungging senyuman menawan yang membuat keluarga istana dan rakyat berbahagia.
Hari itu keyakinan Hiraqla bahwa kerajaannya akan segera berakhir semakin tebal dan kokoh. Itulah yang membuat dia semakin tak bergairah lagi. Walau begitu Hiraqla memberangkatkan lagi pasukan berjumlah 90.000 untuk menyelamatkan kota Damaskus dari tangan Khalid. Derap kaki dan ringkikan kuda dari arak-arakan pasukan yang sangat panjang, membahana mengusir sepi.
Raja Hiraqla menulis surat untuk Guberur Wardan:
“Amma ba’d, berita tentang kau dikalahkan oleh kaum yang hati mereka tak punya perasaan dan pakaian mereka ala kadar, telah sampai padaku. Begitu pula mengenai mereka membunuh putramu yang semoga disayang oleh Al-Masih. Kalau saya tidak mempertimbangkan kau pahlawan ahli naik kuda yang tangguh, dan taktik perangmu sangat jitu, dan memang kodar pertolongan belum datang, niscaya kau telah kumurkai. Yang sudah terjadi biarlah berlalu. Saya telah mengutus 90.000 pasukan menuju kota Najdiin agar kau pimpin. Sekarang juga berangkatlah untuk memimpin mereka! Untuk menyelamatkan kota dan rakyat Damaskus! Para prajurit yang berada di kota itu perintahlah agar menghalang-halangi kaum Arab yang dari Palestin! Agar tidak bergabung dengan Muslimiin di Damaskus! Tolonglah agamamu dan saya sebagai rajamu!.”
Raja Hiraqla menyetempel surat, lalu memberikan pada sekelompok orang, agar segera dikirimkan pada Gubernur Wardan. Rombongan orang berkuda berlari cepat membawa surat menuju Gubernur Wardan.
Wardan terkejut oleh datangnya pasukan berkuda untuk memberikan surat raja padanya. Setelah dia membaca dan memahami isinya, wajahnya menjadi cerah karena bahagia. Wardan bergegas menuju Najdiin dengan kudanya. Ternyata kaum Romawi berjumlah banyak sekali telah berkumpul di sana. Semakin lama jumlah mereka semakin banyak. Mereka semua memberikan penghormatan dan mengucapkan bela sungkawa pada Gubernur Wardan, atas wafatnya putranya bernama Hamdan. Wardan istirahat sejenak lalu membacakan surat raja pada mereka. Semua menjawab, “Kami mendengar dan taat!.”
Mereka mempersiapkan serangan terganas atas Muslimiin yang telah membuat mereka marah. (mulungan.org)