Sungguh elok, mendapati diri dalam hidayah Allah dan hidup bergelimang rempah kesyukuran. Tak ada lagi yang perlu diragukan, kecuali hanya kebodohan diri dan kedholiman. Innahuu kaana dholuuman jahuulan – (QS al-Ahzaab: 72). Kadang sifat bodoh mengalir begitu saja tanpa terasa. Kadang kedholiman – aniaya diri – terjadi tanpa disengaja. Tahu – tahu sudah jauh dari arus kebenaran.
Dan ketika sadar, mau balik, memekik dengan mengepalkan tangan sambil berteriak; Apa salah saya? Memang begitulah kehidupan bergeming, sehingga tercipta kata pepatah: gajah di pelupuk mata tak tampak, tapi kuman di seberang lautan tampak. Ketika kepergok dan diingatkan tidak terima, malah balik menghardik, alih – alih membela diri. Padahal dalam hati kecilnya mengakui bahwa dirinya memang berbuat kesalahan. Sayang, keberanian mengakui kesalahan itu terlampau kecil untuk tampak di mata anak adam. Namun dalam scenario kehidupan yang sejati, yang sebenarnya, yang seharusnya, penekun kehidupan ini harus tunduk dan patuh dengan patron dan hukumNya, bagaimana pun riuh – rendahnya kehidupan ini berjalan. Orang pantas berbuat salah, malah kadang ditandai dengan pelanggaran. Orang juga pantas menerima perlakuan yang baik ketika sedang berbuat salah, sehingga bisa kembali ke jalan yang benar dengan padang. Tak jarang orang ramai – ramai menghujat, lupa ada hak diperlakukan baik buatnya. Pun orang berbuat kebaikan, walau kecil sekali bobotnya, seberat dzarroh, Allah pun mengajarkan untuk mengapresiasinya. Tapi banyak mata anak manusia ini tertutup, karena tak bisa melihatnya.
Begitu juga dalam ceruk pasar saling menasehati. Lebih banyak mata memandang siapa yang menyampaikan, sehingga lupa dengan petuah lihatlah apa yang disampaikan. Undhur maa qiila walaa tandhur man qoola. Banyak orang yang menelanjangi orang lain, sebelum menelanjangi diri sendiri. Hanya untuk sebuah kepuasan; Emang dia sudah melaksanakan? Enteng sekali menunjuk hidung orang lain dengan satu jari, lupa bahwa 3 jari yang lain mengarah kepada dirinya sendiri. Seharusnya, ketika menerima kalimat hikmah, jadikanlah itu sebagai jamu – obat untuk mengobati luka hati ini. Jika orang itu sehat, maka akan semakin kuat – afiat, berseri lagi makmur. Jika sakit, maka akan menjadikannya sembuh total. Tanpa lagi melihat siapa pemberi atau perantaranya. Karena kesembuhan dan kesehatan itu akan lebih berarti ketimbang dokternya itu sendiri. Dengan kesehatan dan kesembuhan orang bisa beraktifitas lebih dan lebih, melakukan apa saja bisa yang baik maupun buruk. Oleh karena itu, dalam tulisan ini kami sungguh – sungguh berpesan jadikanlah ini sebagai semangat pembangun. Jangan pernah menoleh lagi ke belakang dengan mencari sisi hitam, tetapi tataplah ke depan dengan penuh semangat kebersamaan, fastabiqul khoirot untuk meraih keberkahan dan kemuliaan di dunia dan akhirat, seiring kalamNya – walaa tahinuu walaa tahzanuu wa antum a’launa inkuntum mu’miniin – (QS Ali Imron:139). Dengannya kita benar – benar ingin memperoleh kemuliaan yang sempurna. Cukup bagi pemberi nasehat ayat – kaburo maqtan ‘indallaahi antaquuluu ma laa taf’aluun – (QS as-Shof:2) Mari, kuatkan niat, satukan tujuan, rapikan barisan, melangkah ke depan, menuju kebaikan dengan semangat kebersamaan meraih kesempurnaan: Bangun Malam. Semoga berhasil kini dan nanti. Pasti.
Untuk memulainya, saya mencoba menyampaikan riwayat hadits dari salah satu Imamul hadits – yaitu Sunan Abi Dawud, dari banyak riwayat lain bab qiyamul lail ini. Saya memilihnya, saya memuatnya, dengan maksud memberikan sentuhan yang mengesankan, nandes, dibanding riwayat lain yang mungkin sudah sering kita dengar. Bunyi redaksi hadits itu adalah sebagai berikut. Dari Abdullah bin Abi Qois, dia berkata, Aisyah berkata; “Jangan tinggalkan qiyamul lail, karena sesungguhnya Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkannya, ketika beliau sakit atau jenuh beliau sholat dengan duduk”.
Untuk memperkuatnya, saya ingin menambahkan hadits dari Imam at-Tirmidzi yang sering dimuat berulang – ulang di berbagai kesempatan. Bunyi hadits itu adalah sebagai berikut. Dari Abu Umamah al-Bahili ra. dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Tetapilah atas kalian qiyamul lail, sesungguhnya itu adalah kebiasaan orang – orang sholih sebelum kalian, dan merupakan pendekatan diri kepada Tuhan kalian, pelebur kesalahan – kesalahan dan pencegah dari dosa.”
Berpegang pada dua hadits ini, mari kita cermati bersama bahwa qiyamul lail – bangun malam – adalah uswah dari Rasulullah SAW. Contoh nyata sebuah ketetapan. Qiyamul lail adalah kebiasaan orang – orang sholih sebelum kita. Secara kita mengaku sebagai ahli sunnah, secara kita mengaku Rasulullah adalah teladan terbaik, quran – hadits sebagai jalan hidup, maka tidak sempurna jika kehidupan kita tidak diisi dan berisi dengan kegiatan sholat malam ini. Malu rasanya, mengaku penegak sunnah, ahli sunnah waljamaah, tetapi tidak bisa menegakkan rutin sholat malam. Kurang sempurna rasanya, jika pemegang sunnah terlalaikan darinya. Apapun kondisi kita sekarang, mari cari celah dan setitik harapan untuk menghidupkan kembali sunnah ini. Gali dan gali lagi, sampai ketemu jalan keberhasilannya.
Kenapa Rasulullah SAW, para sahabat, tabiin dan orang – orang sholih jaman dahulu getol melaksanakan dan melanggengkan qiyamul lail? Sebab dengannya banyak sekali manfaat yang diperoleh. Bukan hanya dunia saja, tentunya masalah keimanan juga. Sebab dengannya beroleh kebahagiaan dunia – akhirat. Sebab dengannya menelisirkan, memuluskan, memudahkan jalan ke surga. Sebab dengannya menunjukkan kesungguhan dan kesyukuran yang pol dalam hal ibadah terhadap Sang Pencipta, sebagaimana Sabda Nabi SAW: afalaa akuunu abdan syakuuron. Jika memandang Rasulullah SAW, para sahabat dan salafush sholih terlalu jauh, terlalu berat untuk ditiru, anyang – anyangen, tengoklah yang dekat – dekat saja, yaitu warisan Almarhum Abah Al-Ubaidah. Semua saksi hidup berujar, bahwa beliau tidak pernah sekalipun meninggalkan sholat malam. Ora tau kendat [1]. Bukan hanya dirinya, ajakannya terhadap awwalul mukminin untuk bangun malam juga begitu melegenda dan berhasil dengan paripurna. Semua itu dilakukan karena mengetahui dan faham benar akan pentingnya kegiatan ibadah yang bernama bangun malam ini, hingga mampu mengalahkan hambatan dan kendala yang ada dan bisa langgeng mengerjakannya.
Allah berfirman: “Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa – apa rezki yang Kami berikan. (QS As-Sajdah: 15 -16)
Allah berfirman : “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Muzammil:20)
Dari Sahal bin Sa’ad ra., dia berkata, “Jibril datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Ya Muhammad, hiduplah sesukamu karena kamu pasti mati, beramallah sesukamu karena kamu pasti dibalas karenanya, cintailah siapa yang kamu sukai karena kamu akan meninggalkannya. Ketahuilah bahwa kemuliaan seorang mu’min adalah qiyamul lail dan kehormatannya adalah merasa kaya/cukup dari manusia (gak minta – minta).” (Rowahu Thabrani fi Mu’jam al-Ausath).
Mudah – mudahan sedikit perkeling ini, sebagai pembukaan, bisa membangkitkan kembali semangat dan usaha kita untuk bangun malam. Ayo, ayo, ayo..! Walhasil kita bisa menyempurnakan dan mengumpulkan butir – butir keimanan yang sedikit tercecer di belakang. Kini.
OLeh:Ustadz.Faizunal Abdillah
Alhamdulillahijazakallohu khoiro…. sedikit masukan, lebih baik lagi kalo dalilnya ada tulisan arabnya.