Hati-hati dengan emosi. Contohnya keluhan berikut ini, misalnya; “Saat saya lagi emosi, saya sering merasa suami tidak mencintai saya, suami lebih memilih ibunya dibandingkan dengan saya…” Mungkin Anda tidak pernah mengalami, tapi bisa jadi sering mendengar percakapan serupa. Entah di mana, atau mungkin sudah lupa. Tak mengapa.
Emosi yang menggelora di dalam, sering digambarkan mirip dengan kolam yang keruh. Dasar kolam tidak kelihatan sama sekali, akibat keruhnya. Dalam keadaan tidak kelihatan, yang banyak dilakukan orang kemudian ialah bertindak cepat dengan menduga-duga. Bereaksi bahwa yang demikian itu berarti suami tidak cinta lagi, suami mencampakkannya, ibunya merebut suaminya, dan lain-lain.
Dan sebagaimana melihat di air keruh, bisa dipastikan dugaan-dugaan itu kebanyakan salah. Untuk itu, kapan saja digoda emosi, kurangi menduga-duga, lebih disarankan untuk membuat kolam emosi di dalam tenang. Diam, sabar, menunggu, mengamati serta waspada sehingga jernih airnya. Dari situ bisa dilihat dengan jelas, dalam dan cermat apa yang seharusnya dilakukan dan dikatakan.
Kehidupan memang seperti aliran sungai yang terus mengalir. Ada saatnya sungai penuh sampah kekesalan, kotoran kemarahan, lumpur kebencian dan sampah lain yang membencikan. Ada saatnya sungai bersih dan jernih berisikan air rasa terima kasih, bersyukur, saling berbagi, dan hal-hal lain yang menyenangkan. Semua itu tergantung waktu, jangan terpancing untuk ikut mengalirkan diri bersama sampah, tapi tunggulah sampai jernih hadir menyapa. Dan bagi jiwa yang telah penuh dengan kesadaran yang dilakukan hanya satu, menunggu dengan menyaksikan di pinggir sungai.
Kali ini saatnya bercerita tentang pohon kesembuhan. Rasa sakit dan penyakit mirip dengan daun kering. Intervensi melalui obat-obatan farmasi serupa air yang disiramkan ke daun kering. Sejuk dan segar memang daunnya sebentar, tapi kalau batang dan akarnya tidak diobati, nanti daunnya kering lagi. Batang pohon kesembuhan adalah keseimbangan emosi. Itu sebabnya sahabat-sahabat yang emosinya seimbang relatif lebih sedikit sakit. Dan akar pohon kesembuhan adalah keterhubungan spiritual. Rasa terima kasih mendalam, kesabaran serupa ruang, bersyukur dengan berkah-berkah kehidupan adalah sebagai contoh sehatnya keterhubungan spiritual seseorang.
Berangkat dari sini, bisa dirumuskan sebuah rahasia kecantikan atau kegantengan yang muncul dari dalam. Bibitnya adalah penerimaan akan diri secara total. Pengertian total adalah menerima baik kelebihan dan kekurangan. Selalu memandang kehidupan dari sisi berkah, bukan musibah, adalah air yang disiramkan pada bibit tadi. Cinta dan keikhlasan adalah bunga yang mekar di sana. Dengan kata lain, wajah kecantikan yang bertahan paling lama adalah cinta dan keikhlasan. Maka, jika tidak menanam bunga dalam hati kita – dengan bersyukur, berterima kasih – jangan harap orang akan melihat kecantikan atau kegantengan dalam diri kita.
Kebahagian, kesejahteraan dan kedamaian tidak memerlukan pengertian. Ia hanya butuh ketekunan bersyukur di hari ini, melengkapi kesyukuran kemarin dan menambahnya untuk besok dan lusa. Sehat adalah waktu untuk bersyukur pada kehidupan, dan jika datang sakit adalah momentum untuk memurnikan jiwa. Persis seperti indahnya kalam di bawah ini yang terus menginspirasi.
Dari Abu Hind Ad-Dari, dari Rasulullah SAW bersabda, “Allah yang Maha Perkasa dan Maha Tinggi berfirman:
« مَنْ لَمْ يَرْضَ بِقَضَائِي ، وَلَمْ يَصْبِرْ عَلَى بَلائِي ، فَلْيَلْتَمِسْ رَبًّا سِوَاي » .
Siapa saja yang tidak rela menerima ketetapan-Ku (takdir-Ku) dan tidak sabar menghadapi ujian-ujian-Ku, silahkan dia mencari Tuhan selain Aku.” [HR. Ath-Thabrani dan Ibnu ‘Asakir]
Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang.
Alhamdulillah diingatkan.
Catatannya daei tulisan ini:
Sehat adalah waktu untuk bersyukur pada kehidupan, dan jika datang sakit adalah momentum untuk memurnikan jiwa.
Intinya dgn bersyukur kita bisa menjadi pribadi yg berprasangka baik pada setiap kejadian.