Tradisi merayakan Tahun Baru Hijriyah semeriah memperingati Tahun BAru MAsehi. Tradisi ini hidup sejak dulu kala. Bahkan jauh sebelum Islam masuk di Indonesia. Awas, jangan sampai merayakan berlebihan bahkan terjebak kemusyrikan.
Menyambut datangnya Tahun Baru umat Islam 1 Muharram 1435 Hijriah (5/11), umat Islam Indonesia memiliki cara yang beragam untuk merayakannya. Momen hijrah Rasululllah diartikan sebagai proses berpindah ke arah yang lebih baik. Dengan berbagai kebudayaan dan tradisi di Indonesia, perayan hijrah ini menjadi berbeda dibandingkan negara Islam lainnya.
Salah satu contoh kecilnya budaya pantun lewat media SMS dan BBM. Terpengaruh budaya berbalas pantun tradisi Melayu, perayaan Tahun Baru Hijriah dilakukan dengan berkirim salam pantun ucapan Tahun Baru Islam 1435 Hijiriah. Tidak hanya SMS dan BBM, generasi muda memanfaatkan jejaring sosial facebook dan twitter untuk bertukar salam dan pantun bahkan satu hari sebelum Tahun Baru (4/11). Isi pantun beragam, mulai dari ajakan memperbaiki ibadah seperti sholat dan sedekah sampai salam untuk bersilaturahim.
Para remaja dan anak-anak di Jawa Barat dan Jawa Timur memiliki tradisi unik berkeliling kampung dengan membawa obor sambil bershalawat dan berdzikir memuji nama Allah. Kegiatan ini merupakan penggambaran perjalanan hijrah yang dilakukan Rasulullah SAW. Panitia penyelengara percaya dengan perayaan ini anak remaja dapat merekam momentum hijrah Rasulullah hingga ia dewasa dan memaknainya dengan baik.
Siswa SD hingga SMA di Jakarta, Yogyakarta, dan Ponorogo, Jawa Timur tak kalah unik. Mereka merayakan Tahun Baru Islam yang jatuh setahun sekali ini dengan pawai budaya. Perayaan ini bertujuan memanfaatkan momen Tahun Baru Hijriah untuk mendekatkan generasi muda terhadap kebudayaan bangsa dan tidak tepengaruh oleh budaya barat yang semakin kuat. Hijrah ini diartikan sebagai kembali kepada tradisi baik leluhur dan tidak terpengaruh oleh globalisasi zaman yang menipu.
Doa bersama dan ceramah juga menjadi tradisi yang banyak dipilih masyarakat Indonesia. Momen ini juga kerap kali dimanfaatkan umat Islam untuk bermuhasaba, merenungi amal perbuatan yang telah dilakukan selama satu tahun lalu dan merancang amalan baik yang akan dilakukan satu tahun mendatang. Satu Muharam juga kerap dijadikan momen berbagi sedekah untuk anak yatim dan fakir miskin.
Hal-hal baik di atas sejatinya tidak hanya baik dilakukan saat 1 Muharam saja, akan tetapi di setiap tanggal-tanggal lainnya. Walaupun terkesan baik, beberapa perayaan 1 Muharam yang menjurus pada syirik, takhayul, dan hal yang bertentangan dengan ajaran Islam seharusnya ditinggalkan. Sebagai contoh, budaya mandi bersama atau siraman yang membaurkan laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia seharusnya ditinggalkan. Selain itu meminta petunjuk pada jin di kuburan dan pohon tentang langkah-langkah yang harus dilakukan satu tahun mendatang dan masih banyak lagi budaya yang tak sesuai ajaran Islam lainnya.
Majelis Ulama Indonesia mengimbau umat Islam untuk menghindari kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan syariat Islam saat merayakan tahun baru Islam, 1 Muharam 1435 Hijriah. “Untuk perayaan yang sepanjang berjalan sesuai dengan ajaran islam itu boleh. Tapi kalau perayaan-perayaan itu bertentangan dengan syariat agama Islam sebaiknya dihindari, ” kata Wakil Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan. “Perbuatan yang salah, keliru. Kita harus hijrah dari kesalahan untuk sampai pada situasi kehidupan beribadah yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam,” ujarnya.
Menurut Amirsyah, sebetulnya tidak ada amalan-amalan secara khusus yang dilakukan dalam rangka memperingati tahun baru Islam ini.”Yang ada itu amalan yang sesuai dengan tuntutan agama,” ujarnya. Pada momentum tahun baru Islam ini, Amirsyah mengajak seluruh umat Islam untuk melakukan muhasabah atau koreksi diri dalam rangka meningkatkan iman dan takwa kepada Allah. (Muhammad Bahrun Rohadi/Antaranews/LDII News Network)