Untuk memahami lebih lanjut, mari kita cermati bersama pengertian tartil terlebih dahulu. Secara umum tartil diartikan perlahan-lahan dan/atau tidak tergesa-gesa. Allah Ta’ala berfirman, “Dan bacalah Al_Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (QS. Al-Muzammil: 4)
Dari para sahabat, para imam salaf, dan imam ahli tafsir diperoleh beberapa penjelasan terkait makna tartil sebagai berikut:
- Ibnu Abbas r.a. menafsirkan ayat di atas, ‘Bacalah al-Qur’an dengan bacaan yang jelas.’ Sedangkan Ali bin Abi Thalib r.a., berkata, ‘Tartil adalah membaca al-Quran dengan mentajwidkan huruf – hurufnya dan mengetahui tempat – tempat waqaf (berhenti) yang benar.’
- Zaid bin Tsabit ra. pernah ditanya, “Bagaimana pendapatmu tentang bacaan Al-Qur’an dalam tujuh hari?” Ia menjawab, “Baik, dan jika saya membacanya dalam setengah bulan atau satu bulan lebih saya sukai, mengapa demikian?” Orang tadi bertanya, “Saya akan bertanya demikian itu ?” Zaid berkata, “Agar saya dapat men-tadabbur-i dan berhenti dalam setiap bacaan.”
- Al-Dhahhak berkata makna Surat Al-Muzammil ayat 4, ‘Bacalah al-Quran huruf demi huruf.’
- Mujahid menafsirkan ayat di atas dengan, ‘Bacalah al-Qur’an dengan perlahan – lahan.’
- Imam Ibnu Hajar mengomentari dengan pendapat berikut, “Sesungguhnya orang yang membaca dengan tartil dan mencermatinya, ibarat orang yang bershadaqah dengan satu permata yang sangat berharga, sedangkan orang yang membaca dengan cepat ibarat bershadaqah beberapa permata, namun nilainya sama dengan satu permata. Boleh jadi, satu nilai lebih banyak daripada beberapa nilai atau sebaliknya.”
- Imam Ibnu Katsir memberikan penjelasan sebagai berikut, ‘Yakni, bacalah al-Quran itu dengan perlahan – lahan karena hal itu sangat membantu dalam memahami dan tadabbur al-Quran. Dan dengan cara tartil itulah Rasulullah SAW membaca al-Qur’an.’
- Imam Asy-Syaukani berkata dalam tafsirnya, ‘Yakni, bacalah al-Qur’an dengan pelan – pelan disertai dengan tadabbur (mengambil peringatan). Dan makna tartil adalah memperjelas bacaan semua huruf dalam al-Qur’an dan memenuhi hak – hak huruf tersebut dengan sempurna tanpa ditambah atau dikurangi.’
Sebenarnya masih banyak lagi syarah atau penjelasan dari nara sumber yang lainnya, yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu. Setidaknya 8 atsar ini, menurut saya telah mewakili dan mencukupi.
Dengan demikian, harapan saya semakin luas wawasan kita dalam mengartikan tartil. (Semoga tidak malah bingung ???) Dari serangkain pendapat di atas, kiranya bisa dipetik dua hal penting mengenai tartil. Gampangnya tartil itu terdiri dari dua unsur, pertama unsur cara membaca yaitu jelas bacaannya dan kedua unsur pemahaman maksudnya yaitu agar memahami dan memperoleh manfaat/perkeling dari bacaannya itu. Nah, kalau dirangkum, perlahan – lahan dalam tartil, itu punya pengertian memperjelas huruf – hurufnya, sehingga jelas bacaannya, dilakukan dengan cara bertajwid, memenuhi hak – hak huruf dengan sempurna, mengetahui tempat berhentinya dengan benar dan bisa memahami serta mentadabburi isinya.
Sesungguhnya seseorang yang membaca dengan tergesa-gesa, maka ia hanya mendapatkan satu tujuan membaca Al-Qur’an saja, yaitu untuk mendapatkan pahala bacaan Al-Qur’an, sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan tartil disertai perenungan, maka ia telah mewujudkan semua tujuan membaca Al-Qur’an, sempurna dalam mengambil manfaat Al-Qur’an, serta mengikuti petunjuk Nabi SAW dan para sahabat yang mulia.
Dengan mendalami arti tartil ini, maka kita bisa mengerti; kalaulah tidak sempurna pahalanya dalam tadarus al-Qur’an bulan puasa kemarin, Insya Allah masih mendapat pahala bacaannya. Setidaknya sedikit yang dibaca dengan cepat itu, masih ada yang benar. Tidak salah total, bukan? Jadi memang sungguh tidak arif jika digebyah uyah – disamaratakan, nggak ada yang bener. Seperti bunga, layu sebelum berkembang. Tapi kalau tidak begitu, nggak seru. Nggak ada moment untuk saling mengingatkan dan berpacu; fastabiqul khoirot. Oleh karena itu, jangan pernah menyerah.
oleh: ust. Fahmi