Ada yang melaporkan bahwa ketika Kinanah bin Abi-Chuqaiq, anak tokoh besar Yahudi dan sahabat-sahabatnya berada di kalangan keluarga besar Murrah, bersumpah-setia untuk melakukan persatuan untuk memerangi Islam. Yang diangkat sebagai pimpinan keluarga besar Ghathafan (keluarga besar Murrah) yang berjumlah 4.000 orang itu, adalah Uyainah bin Chishn. Akhirnya Rombongan ini memasuki benteng atau kastil An-Nathah bersama orang-orang Yahudi. Kejadian ini berlangsung tiga hari sebelum Rasulillah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ datang ke Khaibar. Setelah datang ke Khaibar, Rasulillah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ perintah pada Sa’ed bin Ubadah agar menghubungi orang-orang yang berada di dalam kastil tersebut. Setelah Sa’ed bin Ubadah sampai ke luar kastil tersebut menyeru, “Saya ingin berbicara pada Uyainah bin Chishn.” Hampir saja Uyainah bin Chishn menyuruh masuk Sa’ed bin Ubadah; namun Marchab melarang, “Jangan kau suruh masuk!, karena dia akan mengetahui celah-celah dan keadaan kastil kita yang akhirnya bisa berakibat mereka bisa memasukinya. Kamu keluar saja padanya!.” Uyainah membantah, “Kalau saya justru biar dia masuk, agar dia melihat kokohnya kastil ini, dan pasukan di dalamnya yang banyak sekali.” Namun Marchab yang jauh lebih berkuasa menentang keras pada Uyainah.
Uyainah terpaksa keluar menjumpai Sa’ed bin Ubadah. Sambutan Sa’ed di luar mengejutkan, “Sungguh Rasulallahصَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ telah mengutusku agar menemuimu untuk menyampaikan pesannya ‘sungguh Allah telah menjanjikan Khaibar untukku’, oleh karena itu pulang dan berhentilah menghalang-halangi kami!. Kalau kau taat akan kami beri setengah kurma kota Khaibar tahun ini.” Uyainah berkata, “Demi Allah sungguh kami takkan menyerahkan sahabat-sahabat karib kami pada musuh hanya karena sesuatu. Kami yakin sepenuhnya bahwa kau dan orang yang menyertaimu takkan mampu menghadapi mereka ini. Mereka ini berlindung di dalam kastil yang sangat kuat; jumlah pasukan bersenjata pedang yang di dalam juga sangat banyak sekali. Kalau kau bersikeras tak mau meninggalkan lokasi ini, kau dan pasukanmu akan hancur sendiri. Kalau kau akan menyerang; mereka pasti mendahuluimu mengerahkan pasukan bersenjata. Demi Allah mereka ini bukan hanya seperti orang Qurisy yang telah melabrakmu dalam Perang Badar saat itu. Kalau saja saat itu mereka menaklukkanmu itulah yang mereka harapkan; namun karena kalah, maka sisa mereka pulang. Sementara mereka ini betul-betul sedang melancarkan makar untuk menyerangmu, mereka sengaja mengulur-ulur waktu hingga kau akan bosan sendiri.” Sa’ed bin Ubadah berkata, “Saya bersaksi bahwa kemenanganku sungguh akan segera tiba, selanjutnya kami akan memasuki kastil yang kau tempati, hingga akhirnya kau akan memohon yang telah kami tawarkan padamu tadi. Namun saat itu kami tak sudi memberikanmu kecuali pukulan pedang. Sebetulnya kau sendiri telah menyaksikan orang-orang Yahudi yang tinggal di kawasan yang sangat luas di kota Yatsrib yang telah kami taklukkan hingga akhirnya mereka cerai-berai berlarian meninggalkan tempat tinggal mereka.”
Sa’d kembali pada Rasulillah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ untuk melaporkan yang telah ia perbincangkan dengan Uyainah. Ia juga melaporkan, “Ya Rasulallah, sungguh Allah akan mewujudkan janji-Nya padamu dan akan menjayakan agama-Nya[1]. Saat itu jangan kau beri Uyainah satu kurmapun. Ya Rasulallah, jika dia telah terkena pedang niscaya segera menyerahkan orang-orang Yahudi pada kita, selanjutnya dia akan lari terbirit-birit pulang ke kotanya sebagaimana pernah berbuat demikian di waktu Perang Khandak.”
Rasulullah perintah para sahabat agar menyerbu kastil yang ditempati kaum Ghatafan. Saat itu hari telah sore; kastil yang akan di tuju itu bernama Na’im. Beberapa sahabat terperanjat seruan utusan Rasulillah, “Meruputlah mengikuti panji-panji kalian menuju kastil Na’im yang di dalamnya ada kaum Ghathafan!.” Sejak itulah kaum Yahudi ketakutan hingga sehari-semalam. Kaum Ghatafan terkejut di saat mendengar suara yang tak diketahui sumbernya dari langit atau bumi: “Hai orang-orang Ghathafan, ahli kalian ahli kalian, pertolongan di daerah Chaifak,” tiga-kali. Lalu ada suara lagi, “Tiada tanah dan tiada harta.” Karena suara tersebut kaum Ghathafan bergegas meninggalkan kastil dengan perasaan kesal, hina dan ketakutan. Demikian itulah upaya Allah untuk mendukung Nabi-Nya.
Di pagi buta setelah itu Kinanah bin Abil-Chuaiq yang saat itu berada di kastil Al-Katibah mendapat laporan bahwa kaum Ghathafan yang akan membantunya ternyata telah pulang. Saat itu juga dia menyesali berbuatanya, merasa terhina dan yakin bahwa dia dan kaumnya akan segera tertimpa kekalahan. Dia berkata, “Berarti persahabatan kita dengan kaum Arab (Uyainah dan kawan-kawannya), batal. Sungguh kami dulu pernah melakukan perjalanan jauh untuk memerangi Muslimiin; saat itu mereka menghasud bahwa kami akan menang, namun nyatanya mereka menipu kami. Demi umurku kalau dulu mereka tidak menipu kami; kami tak mungkin memerangi Muhammad.” Sallam bin Abil-Chuqaiq menggerutu dengan bermuka masam, “Kalian jangan minta tolong orang Arab untuk selamanya. Dulu kita pernah menguji mereka sampai di mana kesetiaan mereka pada kita. Mereka juga pernah berusaha menolong Bani Quraidlah; namun akhirnya juga menipu. Kami yakin mereka tidak bisa dipercaya. Padahal sebetulnya saat itu Tuan Chuyayu bin Ahthab[2] sendiri yang datang pada mereka. Memang sebelum itu mereka sendiri telah membuat perjanjian damai dengan Muhammad. Akhirnya Muhammad memerangi keluarga besar Quraidlah di saat kaum Ghathafan telah meninggalkan gelanggang perang untuk pulang.”
Beberapa orang melaporkan, “Ketika kaum Ghathafan telah sampai kampung halaman mereka di Chaifak ternyata saudara-saudara mereka di sana biasa-biasa saja. Mereka bertanya, “Apakah ada yang mengejutkan kalian selama kami tinggalkan?.” Kaum Uyainah menjawab, “Demi Allah tidak ada apa-apa,” dan berkata, “Sungguh tadinya kami telah yakin bahwa kalian pulang dengan mendapatkan rampasan perang; ternyata tidak ada rampasan perang dan tiada kebaikan yang dibawa kemari.” Uyainah berkata pada sahabat-sahabatnya, “Demi Allah ini makar Muhammad dan sahabat-sahabatnya.”
Charits bin Auf bertanya dengan heran, “Dengan apa dia bermakar?.” Uyainah menjelaskan “Sungguh kemarin setelah kami berada di kastil An-Nathah, tiba-tiba mendengar teriakan yang tidak kami ketahui berasal dari langit atau bumi ‘ahli kalian ahli kalian di Chaifak sana’,” tiga kali, lalu dilanjutkan, “Tiada tanah dan tiada harta’.” Charits bin Auf berkata setelah berpikir sejenak, “Hai Uyainah, demi Allah kalau-pun kau mencari manfaat, telah terlambat. Demi Allah suara yang kau dengar itu berasal dari langit. Demi Allah Muhammad pasti akan menaklukkan orang yang merintanginya. Kehebatan Muhammad mencapai: kalau yang menghalang-halangi dia adalah gunung-gunung, niscaya dia tetap akan mencapai pada yang dia inginkan.” Uapan Charits bin Auf membuat Uyainah menjadi takut. Uyainah tinggal di rumah beberapa hari, namun akhirnya dia bertekat akan menolong umat Yahudi lagi. Dia menghubungi sahabat-sahabatnya agar segera berangkat lagi untuk menolong umat Yahudi. Ketika rombongannya telah hampir berangkat; saat itu Charits bin Auf datang untuk menyampaikan, ”Hai Uyainah, taatlah padaku!. Tinggallah di rumah; batalkanlah rencanamu membantu umat Yahudi!. Saya yakin jika kau kembali lagi ke Khaibar; saat itu kota tersebut telah ditaklukkan oleh Muhammad. Terus terang saya mengkhawatirkan keselamatamu.” Walau Uyainah makin takut, namun tetap juga tidak mau menerima anjuran temannya. Bibirnya melontarkan, “Saya takkan menyerahkan sahabat-sahabat karibku pada Muhammad apapun alasannya.”
Di saat Uyainah sudah memasuki sebuah perkampungan; Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ telah merenggut kastil-kastil Yahudi satu demi satu. Bahkan Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ mampu merenggut beberapa kastil Na’im. Saat itu umat Yahudi menghujani panah pada umat Islam; para sahabat menangkis anak-panah-anak-panah tersebut dengan perisai agar tidak mengenai Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ. Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ mengenakan baju rangkap dua, bertopi-perang-berajut-besi. Kuda yang beliau naiki yang bernama Dlarib; tangan beliau membawa tombak dan perisai. Para sahabat melindungi beliau dengan rapat dan kewaspadaan yang penuh.
Meskipun segala upaya telah dikerahkan namun Muslimiin belum juga meraih kemenangan. Nabi telah menyerahkan bendera kepemimpinan pada seorang Muhajir; namun tak juga meraih kemenangan. Ada lagi lelaki yang diserahi bendera agar memimpin pasukan; namun tak juga berhasil meraih kemenangan. Nabi mencoba memberikan bendera kaum Anshar pada seorang pilihan agar memimpin perang, namun tak juga berhasil meraih kemenangan. Rasulullahصَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ mengumpulkan Muslimiin; sementara pasukan Yahudi berjumlah banyak sekali mengalir bagai air banjir di bawah pimpinan Charits Abu Zainab, derap kaki dan hiruk-pikuk kaum Yahudi bembahana. Lelaki pembawa bendera Anshar menyongsong dan menyerang mereka dengan penuh keberanian hingga akhirnya kaum Yahudibergeser-mundur sampai memasuki kastil lagi. Seorang tawanan Yahudi digandeng seorang berjalan cepat keluar dari gerbang kastil ke arah depan pasukan mereka yang kelur lagi dari kastil. Akhirnya pasukan Yahudi tersebut menyerang hingga berhasil mendesak pembawa panji kaum Anshar. Sepertinya Nabi berang dan susah karena sebetulnya telah menjelaskan pada Muslimiin bahwa Allah akan memberi mereka kemenangan; namun nyatanya kaum Muslimiintetap juga mundur; apa lagi saat itu Sa’ed bin Ubadah yang termasuk sahabat pilihan pulang dalam kedaan luka, sehingga terlambat bergabung pada sahabat-sahabatnya.
Pembawa bendera kaum Muhajirin juga terlambat bergabung pada sahabat-sahabatnya, hingga akhirnya berkata,“Kegagalan ini termasuk karena kalian dan kalian.” Tak lama kemudian Nabi صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ bersabda, “Sungguh Syaitan telah datang pada kaum Yahudi untuk berkata ‘sungguh Muhammad memerangi kalian karena harta kalian. Undang mereka dan katakan لَا إلَهَ إلّا اللّهُ (Laa Ilaaha Illallaah. Artinya: tiada Tuhan selain Allah), dengan itulah kalian telah melindungi harta dan darah kalian; sedangkan hitungan kalian terserah Allah’.” Akhirnya para sahabat mengajak sahabat-sahabat mereka untuk mengatakan لا إلَهَ إلّا اللّهُ; ternyata kebanyakan kaum Yahudi berkata, “Kita tidak boleh melakukan demikian, kita tidak boleh meninggalkan undang-undang Musa; sementara Taurat di kalangan kita.”
Susah selalu tertutup oleh senang; begitu pula yang terjadi saat itu. Di saat para sahabat susah karena beratnya perjuangan dan sulitnya meraih kemenangan; ditambah dengan rasa capek karena telah sekitar tigabelas hari atau lebih mereka berusaha sekuat tenaga untuk menaklukkan penghuni suatu kastil namun kesulitan; tiba-tiba sabda Rasulullahصَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ mengejutkan mereka “لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلاً يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَى يَدَيْهِ – Niscaya besok pagi panji ini akan kuberikan sungguh pada pria yang Allah akan memberi kemenangan karena usahanya[3].”
Semua sahabat berharap terpilih sebagai lelaki yang akan diberi panji tersebut. Hingga malam mereka tidak tidur karena ricuh riuh membicarakan siapakah di antara mereka yang akan terpilih. Di pagi buta para sahabat telah berdatangan ke hadirat Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ; semua berharap akan terpilih. Pertanyaan Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَmengejutkan mereka, “Di mana Ali bin Abi Thalib?.” Ada yang menjawab, “Ya Rasulallah dua matanya sedang sakit.” Nabi perintah, “Panggil dia!.” Setelah Ali datang; Nabi meludahi dua matanya dan berdoa untuknya[4]; sontak dia sembuh. Tak lama kemudian Nabi menyerahkan panji tersebut. Ali bertanya, “Ya Rasulallah, apakah mereka harus kuperangi hingga seperti kita?.” Nabi bersabda, “Laksanakan dengan penuh perhitungan! hingga kau berhasil mendekati halaman mereka. Setelah itu ajaklah mereka menuju Islam[5]. Dan khabarkan pada mereka mengenai kuwajiban dari Allah atas mereka. Demi Allah jika Allah memberi petunjuk seorang lelaki melalui perantaraan kauakan lebih baik untukmu dari pada kau mendapatkan binatang ternak yang merah.” Beberapa riwayat menjelaskan,“(Sebelum itu) Abu Bakr telah mencoba memimpin membawa panji namun tak juga meraih kemenangan. Pagi harinya Umar membawa panji tersebut untuk memimpin namun tak juga meraih kemenangan, bahkan Machmud bin Maslamah gugur.
Marchab Gugur
Gugurnya panglima perang Yahudi bernama Marchab merupakan kisah yang bersejarah. Dialah lelaki yang sangat sombong, dengan membusungkan dada dia membaca syair:
Sungguh sayalah Marchab yang di Khaibar kondang
Pahlawan yang telah teruji jago main pedang
Di saat singa-singa-jantan datang untuk menyerang
Kutusuk dan kupukul dengan pedang
Daerah kekusanku takkan didekati orang
Selanjutnya dia berkata, “Siapa berani melawanku?.” Ka’b bin Malik mengabulkan tantangannya. Gugurnya Marchab merupakan tragedy bersejarah yang diceritakan di mana-mana, sehingga akhirnya justru banyak riwayat yang berbeda.
Ada yang menjelaskan, “Nabi bertanya ‘siapa pengarang syair ini?’. Muhammad bin Maslamah berkata ‘saya yang mengarangnya. Ya Rasulallah, saya dendam dia karena kamarin sudara laki-laki saya dibunuh’. Nabi bersabda ‘lawan dia; ya Allah tolonglah Muhammad mengalahkan dia’. Akhirnya Muhammad mendatangi untuk menyerang Marchab. Saat mereka berdua telah dekat; saat yang mendebarkan. Di antara mereka berdua ada pohon Umriyyah penghalang mereka berdua. Jika satunya menyerang dengan pedang; yang lain menghindar cepat; pedang bergerak cepat melukai pohon. Karena berkali-kali pohon terserang dua pedang maka hampir tumbang. Luar biasa: mereka berdua sama-sama menyerang menghindar dan menangkis dengan pedang dan perisai. Kini bagian atas pohon Umriyyah telah tertebang, hanya pangkalnya setinggi bocah yang masih berdiri sebagai penghalang mereka berdua. Pedang Marchab menyambar cepat bagai kilat ke arah Muhammad; namun perisai Muhammad menangkis dan menahan pedang Marchab. Muhammad memukul dengan pedang hingga menggugurkan Marchab.” Banyak pula yang meriwayatkan bahwa yang mengakhiri hidup Marchab adalah Ali, karena di saat Marchab roboh oleh pedang Muhammad, saat itu belum mati, tapi sudah tidak mampu berdiri karena dua kakinya patah, akhirnya dibunuh Ali[6].”
Gugurnya saudara Marchab bernama Yasir juga menarik bagi para sejarawan. Dia juga ahli main pedang. Dia marah setelah saudaranya meninggal bermandi darah. Dia berkata, “Siapa berani melawanku?.” Menurut Hisyam, kakek dia bernama Az-Zubair bin Al-Awwam mengabulkan tantangannya. Ibu Az-Zubair bin Al-Awwam bernama Shafiyyah ketakutan dan berkata, “Dia akan membunuh anakku ya Rasulallah.” Nabi menghibur, “Justru anakmu yang akan membunuh dia in syaa Allah.” Tak lama kemudian Az-Zubair bin Al-Awwam telah berhadapan dengannya. Dan dalam beberapa jurus Yasir gugur menyusul saudaranya ke alam baka. Jika Az-Zubair bin Al-Awwam ditanya, “Demi Allah apakah pedangmu sebelum kau gunakan menyerang Yasir telah patah.” Dia menjawab, “Demi Allah sebetulnya tadinya belum patah, tetapi saya paksakan untuk membunuhnya hingga akhirnya patah.”
[1] Sa’d berani berkata begitu karena sekitar dua bulan sebelum itu Allah berfirman “هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا – Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang haq, untuk menjayakannya mengalahkan agama semuanya. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” [Qs Al-Fatch 28].
[2] Dia ayah Shafiyyah رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا yang akhirnya menjadi istri Rasulillah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ. Dialah raja kaum Yahudi.
[3] Bukhari meriwayatkan, “لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلاً يُفْتَحُ عَلَى يَدَيْهِ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ.” Artinya: Niscaya sungguh panji ini akan saya berikan pada lelaki yang akan diberi kemenangan karena usahanya. Dia cinta Allah dan Rasul-Nya; Allah dan Rasul-Nya cinta dia.
[4] Doanya: اللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنْهُ الْحَرَّ وَالْقَرَّ – Ya Allah hilangkanlah penyakit panas dan dingin darinya.
[5] Ini termasuk dalil yang menjadi rujukan para sahabat di dalam berdakwah dengan kelembutan maupun dengan kekerasan. Namun akhirnya kaum orintalis mencemooh dengan sinis “Islam berkembang karena pedang.” Padahal mulai sejak zaman Nabi Musa Allah telah perintah agar penyembah selain Allah diberantas karena Allah paling benci disekutukan. Bahkan Yesus atau ‘Isa pun juga diperintah demikian. Allah berfirman “إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآَنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ – Sungguh Allah telah menukar diri-diri dan harta-harta orang-orang iman dengan kepastian mereka mendapatkan surga: mereka berperang di Jalan Allah untuk membunuh atau dibunuh. Janji tersebut kuwajiban Allah yang haq di dalam Taurat dan Injil dan Al-Qur’an. Siapakah yang lebih menetapi pada janjinya dari pada Allah?. Maka bersenang-senanglah dengan tukar-menukar yang kalian telah melakukannya. Dan itulah keuntungan yang luar biasa.”
[6] Al-Waqidi menulis: أَفْضَى كُلّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا إلَى صَاحِبِهِ وَبَدَرَ مَرْحَبٌ مُحَمّدًا ، فَيَرْفَعُ السّيْفَ لِيَضْرِبَهُ فَاتّقَاهُ مُحَمّدٌ بِالدّرَقَةِ فَلَحِجَ سَيْفَهُ وَعَلَى مَرْحَبٍ دِرْعٌ مُشَمّرَةٌ فَيَضْرِبُ مُحَمّدٌ سَاقَيْ مَرْحَبٍ فَقَطَعَهُمَا . وَيُقَالُ لَمّا اتّقَى مُحَمّدٌ بِالدّرَقَةِ وَشَمّرَتْ الدّرْعُ عَنْ سَاقَيْ مَرْحَبٍ حِينَ رَفَعَ يَدَيْهِ بِالسّيْفِ فَطَأْطَأَ مُحَمّدٌ بِالسّيْفِ فَقَطَعَ رِجْلَيْهِ وَوَقَعَ مَرْحَب16