Lines (10/08) – Peneliti Pandemi dari Griffith University, Queensland, Australia dr. Dicky Budiman, M.Sc., PH., Ph.D (Can) menjelaskan di seminar online bahwa sumber utama wabah penyakit berasal dari perilaku manusia itu sendiri, sehingga kunci utama pengendalian pandemi Covid-19 adalah juga dari perilaku.
“Kita memiliki peran besar, perilaku berkontribusi 80 persen untuk mengendalikan kurva pandemi, maka program pemerintah seperti 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan menggunakan sabun menjadi kunci pengendalian pandemi. Sekali lagi, setiap kita berperan dan bisa menjadi agen perubahan,” papar Dicky.
Pandemi dapat muncul disebabkan beberapa hal, diantaranya adalah zoonosis, faktor iklim dan faktor lingkungan. “Zoonosis banyak menjadi penyebab wabah mematikan. Mengendalikan vektor hewan seperti nyamuk yang menyebabkan demam berdarah, termasuk tikus dan kelelawar dapat menjadi upaya pencegahan efektif terjadinya wabah,” jelas Dicky dalam webinar DPP LDII dengan tema “Menjadi Pondok Pesantren Sehat pada Era Pandemi Covid-19” pada Senin, 10 Agustus 2020.
Hal lain yang perlu dipahami adalah perubahan iklim, yang berkontribusi terhadap penyebaran pola penyakit. Manusia harus bersikap ramah terhadap lingkungan, hemat, air, tidak membuang sampah sembarangan, dan tidak menebang hutan secara serampangan.
Covid-19 mewabah global?
Covid-19 merupakan jenis virus baru bagi manusia. “Awal-awal ada yang mengatakan ini akan selesai dalam waktu singkat. Sekali lagi berbahaya, tidak boleh orang yang tidak memiliki dasar keilmuan, tapi berani membuat pernyataan, itu sangat berbahaya. Dalam ilmu kesehatan sangat berbahaya,” imbau Dicky.
Virus baru ini membuat manusia belum memiliki kekebalan, sehingga potensi terinfeksi sangat besar. Penyakit ini bisa menyebabkan kesakitan dan kematian. Virus ini bisa menyebar, jika dibandingkan dengan SARS, Covid-19 baru tujuh bulan, telah menimbulkan 19,8 juta kasus dengan total kematian 729.608, sedangkan SARS dalam 14 bulan menimbulkan 8.000 kasus dengan total kematian 800 kasus. Hal ini membuat Covid-19 jelas sebagai virus yang mewabah secara global.
Sejarah Covid-19 dan pengendaliannya
Rentang waktu setiap 100 tahun terjadi dalam sejarah manusia wabah yang melibatkan banyak korban, saat ini yang kita alami Covid-19. 100 tahun yang lalu dunia menghadapi flu spanyol, termasuk bangsa Indonesia. “Indonesia mengalami dua gelombang pada flu spanyol ini. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada daerah yang kebal terhadap pandemi,” ujar Dicky.
Sejarah singkat wabah dunia, kita tahu bahwa dari berbagai penyakit yang terjadi pada manusia, pertama kali yang serius menjadi ancaman adalah penyakit disebabkan bakteri, sebelum ditemukannya antibiotik. Saat Rasulullah masih hidup, ada wabah Justinian, pada saat itu yang menjadi korban total di dunia 50 juta orang. Biasanya periode wabah pada zaman dahulu dengan belum ditemukannya obat bisa mencapai 3-10 tahun. HIV misalnya, juga wabah pandemi yang sulit dikendalikan, dalam rentang waktu 30 tahun terakhir telah menelan korban sebesar 35 juta orang.
Saat ini kita menghadapi pandemi Covid-19, dimana dunia belum siap. Dampak Covid-19 sangat kompleks, sangat luas. Ternyata satu aspek saja dari kesehatan yang sifatnya mengglobal bisa meluluhlantakkan semua sektor. Untuk itu, investasi kesehatan digelontorkan sedemikian besar di negara maju. “Jadi pembelajaran kita, kesehatan sangat penting,” tegas Dicky.
Dampak pandemi dalam keseharian membuat manusia lebih banyak berkegiatan di rumah, dan terganggunya ibadah umrah, haji dan lain-lain. Sisi kesehatan berdampak pada kesakitan dan kematian, beban layanan kesehatan dan beban kelompok rawan. Sisi keamanan bedampak pada kepanikan dan ketidakpastian, kebutuhan tata kelola kehidupan dan keamanan. Sisi sosial kemasyarakatan berdampak terganggunya pelayanan publik dan kebijakan karantina serta dari sisi ekonomi berdampak menurunnya pendapatan, terganggunya proses perdagangan, meningkatnya pengangguran dan gangguan proses distribusi.
Umumnya, pengendalian pandemi dilakukan dengan adanya program pelacakan kasus, isolasi, perawatan dan perubahan perilaku. “Indonesia saat ini belum mencapai puncak pandemi, sehingga kita harus melakukan pencegahan agar tidak terjadi lonjakan kasus, utamanya pada daerah yang belum terdampak Covid-19 dalam jumlah besar,” jelas Dicky.
Semua orang berisiko terdampak pandemi Covid-19, tidak ada risiko nol persen. Utamanya orang dengan usia lanjut dan memiliki riwayat penyakit komorbid (penyakit penyerta) memiliki risiko tinggi, sehingga sangat diwajibkan melakukan ikhtiar pencegahan infeksi Covid-19. Riset terkini, dampak Covid-19 terhadap organ tubuh semakin luas, tidak hanya pada saluran nafas tapi juga berdampak dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Riset dan vaksin
Laporan terkini WHO, sedang dibangun 139 vaksin Covid-19, dan sedang diuji coba pada manusia 26 jenis vaksin. “Perlu dipahami bahwa vaksin tidak selalu cepat dan mudah ditemukan, maka jangan hanya berpandangan bahwa obat adalah vaksin, tetapi upaya pencegahan juga dapat disebut sebagai obat,” jelas Dicky.
Peran kita adalah dengan melakukan adaptasi pola kebiasaan baru. “Kita harus hidup lebih sehat, menjaga keseimbangan lingkungan dan mahluk hidup agar kita tidak merusak alam dan akhirnya dapat meminimalisir terjadinya pandemi,” ujar Dicky. Kebiasaan baru dapat dimulai dari diri sendiri dan keluarga di rumah, fasilitas pendidikan, fasilitas perkantoran, fasilitas umum, dan fasilitas kesehatan.
Faktor penghambat keberhasilan penanganan wabah
Lemahnya peran aktif masyarakat, pengabaian terhadap upaya pencegahan, infodemic, dimana masyarakat lebih mempercayai informasi yang salah dan tidak shahih (teori konspirasi) dapat menjadi penghambat utama keberhasilan penanganan wabah. “Segala sesuatu ada ilmunya, kita tidak sembarangan menyampaikan dan menerima informasi. Pandemi berpotensi memakan waktu yang lama, artinya kita harus membiasakan pola kebiasaan baru,” kata Dicky. Lantas, bagaimana cara menghadapi teori konspirasi yang berkembang di masyarakat?
Manusia ketika keluar dari zona nyaman cenderung bersikap menolak, menyangkal fakta suatu wabah. Akibatnya manusia cenderung mencari jawaban sendiri tanpa dasar ilmu, sehingga timbulah banyak isu, termasuk teori konspirasi. “Masyarakat Indonesia harus kritis, menerima informasi harus dari rujukan yang jelas. Rujuklah pada institusi yang jelas dan sudah kredibel,” tutup Dicky. (ff/lines)