Jakarta (25/11). Peningkatan kesejahteraan dan kualitas adalah dua hal yang berbeda tapi saling terkait. Ketua DPP LDII Bidang Pendidikan Umum dan Pelatihan, Basseng Muin mengatakan, kualitas guru juga terkait dengan tingkat kesejahteraannya. Jika kesejahteraan meningkat, profesi guru menjadi populer dan masyarakat tak harus khawatir dengan ketersediaan SDM.
Memperingati Hari Guru Nasional yang jatuh pada 25 November, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berkomitmen untuk perlindungan dan peningkatan kualitas guru. Sejalan dengan hal itu, menurut Basseng, kualitas guru bisa meningkat jika profesi itu menjadi pekerjaan bergengsi.
“Maksudnya, jika kesejahteraan terhadap guru meningkat, maka mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap profesi itu juga. Tentunya akan banyak yang menjadi guru,” ujarnya.
Mengenai peningkatan kesejahteraan, Basseng berpendapat bahwa negara perlu melakukan peningkatan ekonomi. Seperti meningkatkan sumber perekonomian sehingga hal itu juga mendongkrak kesejahteraan untuk para guru.
Karena itu, pemerintah juga perlu menjalin kerjasama yang amanah dengan pihak lainnya. Sektor pendidikan, kata Basseng, melibatkan semua pihak tak hanya guru.
Profesi guru memang harus dilihat secara profesional. Seperti memahami teori pendidikan, bagaimana pengajaran, teori pembelajaran, konsep dan teori pendidikan, hingga cara evaluasi pembelajarannya. Namun, kualitas sarana-prasarana pendidikan, juga tak kalah penting.
“Pendidikan adalah hal yang kompleks tapi intinya dalam pengambilan keputusan untuk kebijakan publik, akuntabilitas diperlukan sebagai tanggung jawab terhadap implementasi kebijakan,” kata Basseng.
Dari segi infrastruktur misalnya, sudah harus diwadahi oleh dinas terkait. Jika banyak ditemukan infrastruktur sekolah yang ditemukan tidak sepadan dengan kegiatan belajar mengajar, tentu implementasinya banyak dipengaruhi kompetensi pemangku kebijakan. Misalnya praktek pelanggaran, baik di perusahaan pembangunan atau minimnya evaluasi dari lembaga yang memayungi sekolah.
Karena itu para stakeholder yang saling terkait, bekerjasama dan itulah yang menentukan kualitas sarana-prasarana sekolah. Basseng menilai, jika para penggerak itu tidak akuntabel, maka sudah seharusnya perlu pengganti setelah proses evaluasi.
Mengenai ketimpangan rasio guru dan murid, Basseng mengatakan, harus ada pengecekan berkala terhadap manajemen perekrut atau pengelola formasi guru di masing-masing wilayah. Faktor yang perlu diperhatikan antara lain, jumlah formasi penerimaan guru, data guru yang tersedia, dan peminatan calon guru tersebut.
Karena itulah, membenahi pendidikan Indonesia, menurut Basseng, perlu melihat pengelolaan kebijakan publik yang tak hanya perspektif pendidikan semata. Ia menambahkan, perlu lintas sektor, yakni kolaborasi atau kerjasama antara berbagai pihak yang bekerja untuk meningkatkan pendidikan. “Tidak bisa dibebankan pada satu pihak saja karena ini masalah komprehensif,” ujarnya.
Hulunya yakni sektor ekonomi, perlu dipastikan untuk membuat profesi guru menjadi profesi bergengsi. “Tak hanya guru tapi juga tenaga profesional pendidikan lainnya menjadi profesi yang menikmati tingkat kesejahteraan sama dengan profesi lain. Sehingga tak ada lagi kendala dalam hal keminatan guru,” ujarnya.
Kedua, etika dan integritas semua pihak. Bisa mendapat infrastruktur pendidikan yang baik, jika seluruh stakeholder adalah orang-orang yang amanah. “Contoh pengadaan alat sarana-prasarana dan anggaran transparan akuntabel. Pemerintah dalam hal ini juga perlu berkolaborasi dengan pihak lain. Misalnya pihak swasta dan masyarakat karena banyak komunitas atau perusahaan yang juga concern dengan pendidikan,” kata dia.
Di lingkungan LDII sendiri sudah memiliki sekolah sebanyak 269 sekolah. Hal semacam itu, perlu dukungan dari pemerintah dan kerja sama seluruh aspek yang menopang pendidikan.
Bagi para guru sendiri, Basseng mengingatkan, perlu sering introspeksi. Yakni alasan menjadi guru atau bagaimana ia ingin menjadi guru. “Jika hanya karena keterpaksaan tidak ada pekerjaan lain, maka lebih baik dihindari,” ujar Basseng.
Koreksi diri tersebut, menurutnya untuk menghindari sikap tidak mindful atau tidak all out dalam mengajar. Selain itu, guru harus terus berinovasi karena perlu banyak materi dan teori pengajaran harus dikuasai agar murid mudah menerima.