Lines (02/08) – Mari kita bersepakat terlebih dahulu bahwa yang disebut MLM di sini adalah sebuah istilah saja.
Yaitu sebuah sistem pemasaran barang dan jasa dimana ada upline (promotor) yaitu anggota yang sudah mendapatkan keanggotaan lebih dahulu dan downline (bawahan), yaitu anggota yang baru mendaftar atau direkrut oleh promotor.
Dalam praktiknya MLM menerapkan sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung (direct selling), dengan menggunakan beberapa level pemasaran dalam dagangannya, dimana harga barang ditingkat konsumen adalah harga produksi ditambah harga komisi yang menjadi hak konsumen. Jika ada kriteria lain, maaf, sementara kita batasi sampai di sini, sesuai kefahaman penulis.
Di arena bisnis sebenarnya bisa bermacam nama dan bentuk yang dikembangkan dan dimodifikasi. Juga berbagai bonus, gimmick serta atraksi menarik lainnya. Ada yang bilang dari awal bahwa sistem mereka bukan MLM, tapi ada yang memang sejak awal menyatakan diri sebagai MLM.
Untuk yang sudah declare dari awal MLM sudah jelas, tetapi untuk kasus pertama, yang menyatakan tidak MLM, bisa dilihat dalam prakteknya seperti kriteria dan definisi di atas. Mau dikatakan direct selling, sistem matriks, binary plan atau break away, jika masih menggunakan skema upline dan downline serta memenuhi ciri-ciri di atas berarti itu setali tiga uang dengan MLM.
Beranjak dari sini, secara syariah model MLM memenuhi 4 kriteria transaksi yang tidak halal, yaitu adanya unsur maisir (perjudian), unsur ghoror (sesuatu yang tidak jelas/menipu), unsur dhoror (merugikan) dan timbulnya riba fadhl. Secara singkat, dikatakan ada unsur judi karena yang dikejar adalah komisi, sesuai hitungan jaringan.
Dikatakan ghoror, karena anggota yang bergabung belakangan sulit berkembang dan orientasi bisnis bukan lagi pengembangan produk melainkan pengembangan jaringan.
Dikatakan ada unsur dhoror karena bertentangan dengan kaidah umum jual-beli: al-ghunmu bilghormi, yaitu mereka yang bekerja keras (level bawah) untuk merekrut anggota baru, tetapi yang menikmati bonusnya adalah level atas. Sedangkan riba fadhl timbul karena keinginan untuk mendapatkan uang yang lebih besar dari sistem keanggotaan. Barang hanya sebagai sarana saja, bukan tujuan utama.
Menyikapi kondisi ini, maka saya menerapkan prinsip sederhana untuk menyaring hal-hal yang belum jelas menurut pikiran cupet saya, yaitu prinsip untung – menguntungkan. Ini jurus sederhana yang sering saya mainkan. Sepanjang pemahaman dan pengetahuan saya, semua hukum dan aturan yang diciptakan Allah dan Rasul itu ada dalam koridor win–win solution – saling untung, saling ridha, memenuhi prinsip susu: sana untung, sini untung.
حَدَّثَنَا عَبْدُ رَبِّهِ بْنُ خَالِدٍ النُّمَيْرِيُّ أَبُو الْمُغَلِّسِ، حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يَحْيَى بْنِ الْوَلِيدِ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَضَى أَنْ
“ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ ”
“Dari Ubadah bin Ash-Shamit, sesungguhnya Rasulullah SAW menghukumi bahwa tidak boleh merugikan orang lain dan tidak boleh membalas merugikan dengan merugikan.“(Rowahu Ibnu Majah)
Bagi sebagian sahabat memang berat sekali menghadapi situasi ini, apalagi yang sudah mapan dengan benefit yang wah. Namun kita semua punya tujuan yang sama; hidup enak di dunia, juga enak di akhirat sana. Sebab itu, izinkanlah “plenthis” (sahabat kecil ini) berkhidmat sejenak dalam hal ini.
Kala ada ketimpangan dan kejanggalan, percayalah bukan hukumnya yang salah, tetapi kadang tingkat dan derajat pemikiran kita yang belum sampai dan belum bisa memahami sepenuhnya.
Jika sekarang belum bisa menerima, mungkin di lain hari. Bersabarlah. Untuk itu cobalah ambil jarak, lihatlah lubuk hati terdalam. Jangan lantas berontak berteriak, tahanlah keinginan berkomentar dan siramilah kemarahan dengar air jernih kehidupan; dekaplah luka hati, sirami dengan cahaya Ilahi, tersenyumlah di depan Ilahi, insya Allah terbuka pintu pengganti.
Kita memang jiwa yang terombang-ambing di samudra kehidupan yang penuh goda dan coba. Tapi janganlah gelombang nafsu mempermainkan jiwa kita dengan sifatnya yang serba cepat dan instan, sehingga lupa tujuan akhir yang mulia. Kita tetaplah manusia yang harus tunduk dan patuh mengabdi kepada hukum-hukum Yang Kuasa. Pasti!
Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang.