Oleh: Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang
Semoga saja Anda tidak seperti saya, sebab gambaran singkat berikut ini sangat mengena. Ternyata umur yang sudah menua bukan sebuah jaminan lahirnya kematangan dan kearifan. Nyatanya, hari ini, hati ini masih terus terombang-ambing gelombang deras kehidupan. Gambarannya seperti seorang anak kecil dengan tangannya yang juga kecil, menggali pasir di tepi pantai. Tatkala ditanya apa yang akan ia lakukan, dengan polos anak kecil ini menjawab; “Saya mau memasukkan semua air samudera ke dalam sumur kecil bikinan saya sendiri.” Menakjubkan sekaligus menggelikan. Itulah pikiran.
Itulah ironi kehidupan yang sesungguhnya. Riuh-rendah kehidupan yang dinamis, komplek, saling terkait dan penuh tantangan kebergantungan sangatlah luas bak samudera. Tapi pikiran manusia mirip dengan sumur kecil. Sedihnya, dari dulu sampai sekarang, pikiran-pikiran kecil itu ingin menguasai segala-galanya. Tengoklah sepasang insan yang lagi kasmaran, menyebut dunia milik berdua. Gak peduli yang lain. Itu produk pikiran manusia saking (teramat) bahagianya.
Dalam menerima nikmat yang lain, kadang pikiran kecil meraja; untuk saya saja semua, yang lain biarkan merana. Dalam mencari ilmu dan kebaikan pun sama, masih saja pikiran kecil menjelma; saya minta waktu dulu, yang lain nanti saja. Tapi dalam derita dan bencana, dengan sigap dan tangkas kalau bisa janganlah ke saya, berikan yang lain saja. Semua-semua, kalau bisa, tunduk pada kemauannya. Persis ungkapan yang sering kita dengar, mau enaknya sendiri.
Rasulullah ﷺ bersabda,
ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﺪِّﻳْﻨَﺎﺭِ ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﺪِّﺭْﻫَﻢِ، ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﺨَﻤِﻴْﺼَﺔِ ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﺨَﻤِﻴْﻠَﺔِ ﺇِﻥْ ﺃُﻋْﻄِﻲَ ﺭَﺿِﻲَ ﻭَﺇِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳُﻌْﻂَ ﺳَﺨِﻂَ
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamisah dan celakalah hamba khamilah, jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah”. [HR. Bukhari]
Majunya pendidikan, berkembangnya teknologi, tingginya peradaban, tidak serta-merta membuat manusia sadar dan paham. Justru malah sebaliknya, membuat sebagian manusia semakin pongah dan sedemikian percaya diri, tamak, seolah-olah bisa mengerti semuanya lewat pikiran semata. Dunia dalam genggaman, katanya. Tak jarang pikiran menjadi terlalu kuat, ia diisi oleh harapan yang sedemikian mencengkram, terutama agar orang lain, bahkan dunia beserta isinya, berperilaku sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Ujung-ujungnya, lupa Yang Kuasa.
عَنْ عَبَّاسِ بْنِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ الزُّبَيْرِ، عَلَى الْمِنْبَرِ بِمَكَّةَ فِي خُطْبَتِهِ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقُولُ “ لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِيَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا، وَلَوْ أُعْطِيَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ ”
Dari Abbas ibnu Sahl ibnu Sa’d, dia berkata aku emndengar Ibnuz Zubair di atas mimbar di Mekah berkata; wahai manusia sesungguhnya Nabi ﷺ bersabda; “Seandainya anak Adam diberi satu jurang penuh dari emas menyenangkan kepadanya (menginginginkan) yang kedua, dan kalau diberi jurang yang kedua menyenangkan kepadanya (menginginkan) yang ketiga. Dan tidak pernah menutup penuh perut anak Adam kecuali tanah (mati) dan Allah menerima tuabat bagi orang yang mau taubat.” (Rowahul Bukhary)
Sebelum kehidupan pikiran kuat ini terjun ke jurang berbahaya, mari belajar melatih pikiran agar lebih lentur dan lebih luwes. Sebab di kehidupan ini selalu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, hal yang menyenangkan sekaligus menyedihkan, perbedaan pandangan, perbedaan latar belakang serta perbedaan-perbedaan lainnya. Jika pikiran yang terlalu kuat meletakkan perbedaan sebagai musuh yang berbahaya; mengambil yang benar dan membuang yang salah, pikiran yang luwes dan lentur seperti air, melihat perbedaan sebagai benih-benih yang bisa membuat jiwa jadi bercahaya. Mirip dengan cahaya listrik sebagai hasil sintesis negatif-positif. Tidak saja lebih sedikit benturan yang terjadi dengan orang lain, tapi juga lebih sedikit energi yang terbuang percuma. Tidak saja badan jadi lebih sehat, tapi jiwa juga menjadi lebih bercahaya menerangi sekitarnya. Sebab lebih banyak energi yang digunakan untuk mendapatkan cinta dari Yang Maha Kuasa. Dan jika sumur-sumur kecil dengan pikiran kuat itu bisa di atasi, inilah yang terjadi kemudian.
عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ يَزِيدَ، قَالَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ سَمِعْتُ نَبِيَّكُمْ، ـ صلى الله عليه وسلم ـ يَقُولُ “ مَنْ جَعَلَ الْهُمُومَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ الْمَعَادِ كَفَاهُ اللَّهُ هَمَّ دُنْيَاهُ وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُومُ فِي أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ اللَّهُ فِي أَىِّ أَوْدِيَتِهِ هَلَكَ رواه ابن ماجه
Dari Al-Aswad bin Yazid, dia berkata, Abdullah berkata; “Aku mendengar Nabi kalian ﷺ bersabda; “Barang siapa yang menjadikan cita-cita (pikiran dan niatnya) menjadi satu pikiran yaitu pikiran kembali ke akhirat, Allah cukupkan masalah dunianya. Dan barang siapa yang pikirannya bercabang-cabang di urusan dunia, Allah tidak perduli di lembah dunia mana dia akan binasa.” (Rowahu Ibnu Majah)
Menakjubkan bukan? Dalam bahasa lain Sang Guru Jagad sering mengingatkan: beli sapi dapat talinya!
Melihat sisi jelek diri kita memang ironis,tertipu oleh pandangan mata yg silau akan indahnya dunia