Selasa (20/9). DPP LDII menghelat Focus Group Discussion (FGD) tentang Literasi dan Manipulasi di Era Digital. FGD ini merupakan salah satu rangkaian FGD yang dilaksanakan Jelang Munas LDII yang akan dihelat November 2016 mendatang.
Dalam perhelatan ini, hadir 50 peserta dari unsur mahasiswa, guru, dan beberapa penggiat media sosial. Hadir sebagai pembicara Hidayat Nahwi Rosul Ketua DPP LDII, Septriana Tangkary Direktur Pemberdayaan Informatika Kemenkominfo, Maria Advianti Wakil Ketua KPAI, dan Wicaksono alias Ndoro Kakung penggiat akun media sosial twitter.
Dimulai dari persoalan akses informasi. Bagi umat Islam, transformasi terbesar kemerdekaan informasi adalah ketika Nabi Muhammad memperoleh wahyu dan melakukan syiar sampai ke nusantara. Penemuan media cetak di abad 15 juga menyebabkan kemudahan masyarakat terhadap akses informasi. Kala itu infromasi hanya dimiliki kalangan bangsawan dan rohaniawan, berpengaruh pada meletusnya revolusi seperti revolusi perancis dan revolusi industri.
Menapaki jejak baru, penemuan internet menimbulkan revolusi besar terhadap akses informasi. Internet berdampak luas dengan dampak positif dan negatif. “Kita tahu dampak internet namun harus tahu cara menanggulanginya,” ujar Hidayat Nahwi Rosul.
Bagi LDII Informasi adalah salah satu dakwah dan seharusnya informasi diarahkan untuk kebaikan dan kebenaran. Hidayat menyatakan bahwa saat ini kehadiran teknologi digital sebagai perantara informasi justru mereduksi etika dan moral. “Banyaknya indikator pornografi dan pornoaksi dalam dunia digital adalah tantangan bagi LDII dalam berdakwah,” ujarnya.
Di era ini, masyarakat Indonesia sudah kebanjiran informasi berkat internet. Bahkan dari 259 juta orang masyarakat Indonesia, 137 juta jiwa sudah terpapar internet dan 79 juta orang menggunakan internet untuk bermedia sosial.
Menurut Septriana Tangkary, saat ini masyarakat menganggap pengunaan internet merupakan keharusan. Sayangnya banyak masyarakat yang tidak paham bagaimana menjadikan internet sebagai kebutuhan. “Internet berdampak mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Pesan-pesan masyarakat bisa tersampaikan namun saat ini lebih banyak informasi negatif yang tersampaikan,” ujarnya.
Dijelaskan oleh Septirana, masyarakat harus waspada terhadap dampak negatif internet. Melalui internet, banyak sekali informasi yang bisa didapatkan. Melalui internet pula, banyak hal yang patut diwaspadai seperti cyber bullying, cyber fraud, pornografi, cyber gambling, dan cyber stalking.
Berkaitan dengan penggunaan internet, Maria Advianti sangat menyayangkan saat ini penggunaan internet justru memporak-porandakan institusi keluarga yang seharusnya menjadi benteng terakhir pembentukan karakter.
40 persen jumlah penduduk Indonesia adalah anak-anak yang sebagian besar menggunakan internet untuk medsos. Bayangkan jika panutan mereka di media sosial berperilaku negatif bisa menginspirasi folowernya yang mencapai ribuan bahkan jutaan.
Maka Ndoro Kakung berpesan agar mengambil manfaat dari internet dan menjauhkan diri dari dampak negatifnya. Ada banyak fasilitas yang disediakan internet ketimbang hanya membuka pornografi. Ia mengajak peserta agar memahami bahwa antara kehidupan nyata dan kehidupan virtual alias internet sama-sama memiliki potensi dan persoalan.
“Tidak semua yang kita lihat di media sosial itu benar. Semua yang ada di internet belum tentu benar sampai terbukti sebaliknya. Baik media tradisional maupun modern, kita harus skeptik dan raguagar kita berhati-hati. Dua wilayah ini harus kita pahami karena memiliki potensi bahaya dan kebaikan,” ujarnya