Cerbung (Cerita Bersambung)
Sekitar tahun 11 Hijriyah, Khalid dan pasukannya memasuki kota Arakah wilayah bagian Romawi Timur. Kota besar tersebut sangat ramai oleh kafilah-kafilah dari berbagai kota yang berdatangan. Penguasa kota tersebut seorang bathriq di bawah kendali Raja Hiraqla. Di sana ada seorang pejabat kehakiman yang telah membaca sejumlah kitab kuno yang di antaranya adalah Al-Malahim (bentuk jamak dari Malhamah), yang artinya ‘sejumlah perang akbar mengerikan yang berdampak memerosotkan agama’. Ketika dia tahu bahwa pasukan Muslimiin di bawah pimpinan Khalid datang ke kotanya, wajahnya memucat, dan berkata, “Demi kebenaran agamaku! Ini telah tiba waktunya!.”
Kaumnya heran dan bertanya, “Apa maksud tuan?.”
Dia menjawab, “Dalam kitab Malhamah yang saya baca; dijelaskan akan datangnya mereka ini. Awal panji bernama Manshurah, mereka bawa dengan berkuda. Ini berarti kekuasaan Romawi akan segera jatuh. Lihatlah! Jika panji mereka berwarna hitam, pimpinan mereka berjenggot lebat, berperawakan tinggi besar, berdada lebar, berwajah bopeng, berarti dialah pimpinan handal yang akan merebut negri-negri Syam.”
Mereka terkejut karena panji yang dibawa oleh pimpinan kaum Arab bernama Khalid, ditulisi ‘Manshurah’; seperti yang dikatakan oleh hakim agung mereka.
Penduduk Arakah gusar dan ketakutan. Mereka berkumpul di hadapan pimpinan mereka untuk berkata, “Tuan telah tahu bahwa Tuan Hakim Saman jika berbicara pasti benar. Beliau telah berkata mengenai:
“Akan datangnya mereka ini. Awal panji bernama Manshurah, mereka bawa dengan berkuda. Ini berarti kekuasaan Romawi akan segera jatuh. Lihatlah! Jika panji mereka berwarna hitam, pimpinan mereka berjenggot lebat, berperawakan tinggi besar, berdada lebar, berwajah bopeng, berarti dialah pimpinan handal yang akan merebut negri-negri Syam.”
Penguasa kota Arakah kelihatan tegang. Beberapa orang meneruskan berbicara, “Semua yang beliau katakan telah kami lihat dengan mata kami. Kami berpandangan sebaiknya kita melakukan perjanjian damai dengan kaum Arab itu. Agar keluarga dan para harem kita tidak mereka ambil.”
Dengan nafas berat, pimpinan itu berkata, “Tunggulah keputusan ini hingga besok pagi. Saya akan berpikir dulu.”
Mereka pergi meninggalkan pimpinan yang panik berpikir dengan serius. Petinggi berpangkat Bathriq itu sangat pandai dan bijaksana, dan pengalamannya sangat banyak. Dia berpikir, “Kalau saya menyelisihi keinginan rakyat; saya khawatir rakyat akan menangkap untuk menyerahkan saya pada kaum Arab. Padahal orang sehebat yang saya kagumi, Tuan Rubis dengan pasukannya berjumlah banyak sekali saja, telah diporak-porandakan oleh kaum Arab ini.”
Hingga pagi menyapa; petinggi Arakah kesulitan tidur. Di pagi itu dia mengundang rakyatnya untuk bertanya, “Apa yang harusnya kita lakukan?.”
Mereka menjawab, “Sebaiknya kita berdamai dengan mereka.”
Dia berkata, “Saya harus mengikuti keinginan kalian. Kita berdamai dengan mereka.”
Sejumlah tokoh diutus oleh penguasa tersebut agar datang dan menyampaikan pernyataan damai pada Khalid. Khalid menyetujui perdamaian tersebut. Dan dengan sengaja membuat Perdamaian tersebut, dihadiri oleh kaum berjumlah sangat banyak, agar penduduk kota-tetangga, bernama kota Sakhnah, tahu mengenai Perdamaian tersebut.
Oleh Khalid, upacara tersebut sengaja dibuat meriah. Ucapan, “Selamat datang untuk penguasa kota Arakah yang akan melakukan perdamaian,” dikeraskan agar orang-orang jauh, mendengar.
(bersambung)
source: mulungan.org