Tidak banyak yang tahu Pemilu 2014 mendatang akan menggunakan UU No 8 tahun 2012 yang mewajibkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengelola data pemilih dan calon legislatif. Dalam UU Pemilu tersebut KPD diwajibkan menyediakan profil caleg, curriculum vitae, rekening keuangan partai, hingga progaram partai.. Hal tersebut penting untuk diperhatikan oleh masyarakat dan diharapkan dapat menjadi referensi pada hari pemilihan kelak.
Menyikapi hal tersebut Indonesia Parliamentary Center (IPC) mengelar acara diskusi bertajuk “Implementasi UU KIP di KPU untuk Pemilihan yang Transparan dan Akuntabel” Selasa (24/12) berlokasi di Hotel Blue Sky, Slipi, Jakarta.
IPC mengundang berbagai LSM dan ormas termasuk LDII. IPC berkeinginan semua elemen masyarakat untuk aktif menciptakan Indonesia yang transparan pascapenerbitan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Undang-undang yang mengatur kewajiban keterbukaan badan publik ini diharapkan dapat menjadi angin segar pelaksanaan negara yang lebih transparan.
Direktur IPC Sulastio menyatakan UU KIP diharapkan dapat menjadi kartu akses untuk membongkar ketertutupan birokrasi selama ini. Selain itu, UU KIP diharapkan dapat menjadi solusi sengketa informasi. Badan pelayanan publik seperti lembaga pemerintah, lembaga BUMN, sekolah dan rumah sakit yang selama ini tertutup dalam pelaporan laporan keuanganya dan rentan terjadi korupsi, kini tidak bisa seperti itu lagi.
Masyarakat dapat mengajukan permintaan transparansi pelaksanaan pelayanan seperti rincian pengeluaran, rincian pemasukan, serta fotokopi kwitansi. Tidak hanya itu wali murid di suatu sekolah dapat meminta rincian penilaian guru apabila penilaian guru dianggap tidak adil dalam menilai seperti yang dilakukan oleh Widi Wiratmoko, orangtua murid yang memperjuangkan transparansi sekolah sejak 2007 ini mengaku UU KIP yang diberlakukan 2010 ini sangat membantu geraknya.
Widi yang aktif mengkritisi laporan BOS, BSM, dan bantuan lainnya memberanikan diri mengajak rekan-rekannya sesama orangtua murid membentuk POPS (Paguyuban Orang tua Peduli Sekolah). Dirinya berharap semua orangtua murid dapat memperoleh haknya dan diperlakukan adil. Selain itu, keberanian Widi juga dapat membongkar kebobrokan dan kecurangan di berbagai sekolah setelah perjuangkan panjang untuk memenangkan sengketa informasi sekolah.
Dia berharap semua masyarakat dapat melakukan hal yang sama guna terciptanya Indonesia yang bersih dan transparan. “Kami kan bayar pajak kepada negara. Nah sudah sepatutnya kami memperoleh keadilan” tegasnya dalam acara diskusi tersebut.
Dalam acara tersebut IPC juga me-relaunching website http://kebebasaninformasi.org/ yang dikelola bersama Koalisi Freedom od Information Network Indonesia (FOINI). Tidak hanya memperkenalkan webnya, IPC bersama FOINI juga membagikan buku evaluasi kinerja Komisi Informasi Pusat selama periode 2009 hingga 2013. Buku yang berjudul “Catatan Masyarakat Sipil Terhadap Kinerja Komisi Informasi Pusat” menginformasikan berbagai sengketa informasi yang berhasil ditangani oleh KIP. Selama 2010 hingga 2012 tercatat 818 permohonan penyelesaian sengketa informasi yang diajukan kepada KIP.
Walaupun sudah berjalan sejak 2010 UU KIP menurut Anggota KIP, Yanu Setiawan masih memiliki banyak problem di lapangan. Beberapa masalah yang sering dijumpai menurut Yanu diantaranya informasi tidak tersedia di web, informasi terlambat diberikan, informasi diklaim rahasia sepihak tanpa alasan yang jelas, mekanisme pengambilan informasi yang lama dan berbelit dan beberapa masalah lainnya.
Ketua Departemen Komunikasi, Informasi dan Media DPP LDII Muhammad Ied menyatakan sosialisasi UU KIP di Indonesia masih sangat minim sehingga masih banyak masyarakat yang belum tahu hal tersebut. Ied juga membahkan perlu dilakukan sosialisasi peranan Komisi Informasi Pusat terutama dalam tata cara mengakses informasi yang selama ini dianggap rahasia. Menurut Ied selama ini banyak lembaga (badan publik) yang belum bisa menjalankan UU KIP karena kurangnya pengawasan dari pemerintah dan masyarakat.
Muhammad Ied menegaskan, LDII telah melakukan sosialisasi UU KIP, agar pengurus LDII mampu memberikan penjelasan bila warga sekitar meminta informasi terkait LDII, “Selain itu, kami juga telah melakukan pendidikan politik sesuai UU Pemilu, mengingat banyak warga LDII yang maju menjadi caleg,” papar Muhammad Ied.
(Bahrun/LINES)