Nama Itsnan Widiantoro popular di kalangan pecinta roket air nasional, saat menjuarai Kompetisi Roket Air Nasional (KRAN) 2013. Meskipun berprestasi dan memiliki nilai akademik yang tinggi, Istnan tetap menomorsatukan mengaji.
Itsnan Widiantoro (13), peraih juara I KRAN memang tak mampu bersaing di level Asia Pasifik dalam lomba roket air internasional di Vietnam. Dia hanya mampu meraih 14 besar, namun Istnan mengaku pengalaman internasionalnya itu, menambah pengalaman dalam bidang roket air.
Istnan penggemar berat roket ini adalah warga LDII Cimahi. Menurut Iwan, guru mengajinya, Istnan adalah anak yang memiliki percaya diri yang tinggi, fokus, dan gemar mencoba hal-hal baru. Anak kedua dari empat bersaudara, buah hati pasangan Daryanta dan Susi Suparwanti ini menjadi wakil Indonesia, setelah menjadi juara pertama pada Kompetisi Roket Air Nasional (KRAN) di Lapangan Puspiptek, Serpong, Tangerang pada 5-6 Oktober lalu.
Padahal, ajang yang digelar Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PP-IPTEK), Kementerian Riset dan Teknologi RI itu diikuti 100 peserta terbaik hasil kompetisi di tingkat regional. Dalam kompetisi tersebut, Itsnan yang menyisihkan sekitar 100 peserta perwakilan dari seluruh daerah karena telah merakit dua roket air dalam kurun waktu dua setengah jam serta meluncurkannya sejauh 70 meter sehingga menjadikannya pemenang diajang tahunan itu.
Dia mengaku bangga, karena telah dipercaya untuk mewakili Indonesia dan sekolah pada kompetisi serupa di tingkat internasional. Salah satu siswa yang bermimpi ingin melanjutkan sekolah ke Institut Teknologi Bandung (ITB) sehingga dapat menjadi seorang arsitek itu juga berharap dapat meraih hasil yang maksimal sehingga dapat membanggakan negara, sekolah, dan orang tua.
Bagaimana Daryanto, bapak Itsnan mendidik anaknya? “Saya mengutamakan pendidikan agamanya, dengan memiliki kepahaman agama, anak-anak memiliki tanggung jawab besar dalam pembentukan dirinya, amanah, dan bertanggung jawab terhadap masa depannya,” ujar Daryanto.
Daryanto misalnya sangat marah bila anaknya tidak mengaji, “Saya tak akan marah bila nilainya jelek, tapi tetap rajin mengaji. Sebaliknya kalau dia tak mengaji saya marah meskipun nilainya bagus-bagus,” ujar Daryanto. Meskipun begitu, Daryanto menyadari pendidikan penting bagi masa depan Istnan dan saudara-saudaranya.
Untunglah Istnan memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Selalu juara I sejak SD dan nilai mata pelajaran eksaknya selalu yang tertinggi. Dengan begitu, Istnan selalu memperoleh beasiswa. Bagi Istnan, keluarga adalah yang terpenting dalam hidupnya, “Saya ingin membangun rumah untuk bapak dan ibu,” kata Istnan.