Hampir kebaikan adalah kata yang universal. Diajarkan oleh setiap orang dan dikerjakan pula oleh setiap individu. Kadang saya miris, melihat kebaikan orang lain melebihi apa yang bisa saya perbuat. Fastabiqul khoirot, itu maunya. Kadang ada pergolakan yang besar di dalam diri, menyangkut eksistensi ini. Dan pertanyaan itu muncul beberapa waktu yang lalu untuk minta segera di jawab. Alhamdulillah kini sudah ada obatnya. Terus terang, hadits ini cukup membuat saya bahagia. Syukur pol. Puas luar – dalam. Beberapa persoalan yang pernah menggelayut di benak, serasa terjawab tuntas. Memupus dahaga keingintahuan yang terpendam bebatuan kehidupan sekian lama. Mengenalnya membuat hidup jadi begitu lugas, lega tapi menjadi begitu sederhana. Indah dan penuh dinamika. Hanya satu yang mungkin menjadi sebuah penyesalan, kenapa nggak menemukan dan tahu lebih awal. Mungkin itulah qodar. Sebuah perjalanan. Akan tetapi itu semua sudah tidak penting lagi, mengetahuinya sudah merupakan segala – galanya.
Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah tidak menganiaya sedikitpun perbuatan baik seorang mukmin. Dia akan memberikan sebab kebaikan itu – dan didalam riwayat lain – dibalas atas kebaikan itu berupa rejeki di dunia dan dibalas nanti di akhirot. Dan adapun orang kafir, maka ia diberi makan sebab kebaikan yang dikerjakannya karena Allah di dunia, sehingga kelak di akhirot ia tidak memiliki kebaikan sedikitpun yang pantas untuk dibalas.” (Rowahu Muslim (8/135), Imam Ahmad (3/125)).
Alih – alih sebagai penglulu, ketika melihat orang kafir kok kaya banget, sekarang bisa lebih menjelaskan kenapa sebabnya, dengan memahami kontekstual hadits di atas. Kok orang yang nggak ngaji pada kaya sih? Dengan hadits ini mudah – mudahan bisa memupusnya dan memahami betapa sangat bernilainya sebuah hidayah.
Alih – alih hanya orang iman saja yang berbuat baik, dengan hadits di atas, terbuka wawasan bahwa di luar orang iman pun ada yang berbuat baik. Bunda Theresia dapat hadiah nobel karena terkenal kebaikannya menyelamatkan kehidupan kaum papa di India. Nelson Mandela, Gorbachev, dan tokoh lain yang terkenal karena kebaikannya. Mahatma Gandhi, dan seabreg tokoh yang muncul dan dikenang karena perbuatannya. Tapi sayang, Allah hanya berkenan mereka berbuat kebaikan di dunia ini saja, tidak dengan memberikan hidayahnya untuk nanti di akhirat sana.
Dalam pengertian saya selanjutnya, hadits ini juga memantapkan hukum kekekalan energi, kekekalan masa. Kebaikan akan berbalas kebaikan yang banyak. Siapa memberi akan menerima. Siapa pun pelakunya. Dan dengan jelas pula dituturkan bahwa beda orang iman dan kafir, dimana amalan orang iman bisa menembus langit ke tujuh dan akan dibalas nanti di akhirat, sedangkan amal baik orang kafir cukup dibalas di dunia saja.
Nah, jadi cukup beralasan kan, kalau saya mengatakan hadits ini cukup membuat saya bahagia. Untuk berpacu dalam menebar kebaikan – selalu amar ma’ruf dan nahi mungkar. Ada yang tidak setuju?
Oleh :Faizunal Abdillah