Banyak di antara kita yang berpegang teguh dengan kebenaran. Sekecil apapun nilai kebenaran itu. Saya benar kok, kenapa mesti takut? Bahkan rela sampai berkelahi segala, untuk membelanya. Kalau sampai mati pun, lega rasanya.
Itu memang baik. Akan tetapi, sebenarnya itu adalah pemahaman dasar. Pemahaman yang lebih baik dari itu adalah jika kita mampu mengelolanya. Tidak semuanya harus disikapi dengan cara yang sama. Ada cara lain, seperti kata – kata bijak, menangkap ikan tetapi tidak keruh airnya. Sekali mendayung, dua, tiga pulau terlampaui. Sehingga manfaat dan hasil yang lebih baik menjadi buahnya.
Yan Hui adalah murid kesayangan Confusius yang suka belajar, sifatnya baik. Karenanya dia mendapat predikat murid yang pandai. Pada suatu hari, ketika Yan Hui sedang bertugas, dia melihat satu toko kain sedang dikerumuni banyak orang. Dia mendekat dan mendapati pembeli dan penjual kain sedang berdebat.
Pembeli berteriak; “3 × 8 = 23, kenapa kamu bilang 24?”
Yan Hui mendekati pembeli kain dan berkata; “Sobat, 3×8 = 24, tidak usah diperdebatkan lagi”.
Pembeli kain tidak senang lalu menunjuk hidung Yan Hui dan berkata; “Siapa minta pendapatmu? Kalaupun mau minta pendapat mesti minta ke Confusius. Benar atau salah Confusius yang berhak mengatakan”.
Yan Hui; “Baik, jika Confusius bilang kamu salah, bagaimana?”
Pembeli kain; “Kalau Confusius bilang saya salah, kepalaku aku potong untukmu. Kalau kamu yang salah, bagaimana?”
Yan Hui; “Kalau saya yang salah, jabatanku untukmu”.
Keduanya sepakat untuk bertaruh, lalu pergi mencari Confusius.
Setelah Confusius tahu duduk persoalannya, Confusius berkata kepada Yan Hui sambil tertawa; “3 × 8 ya 23. Yan Hui, kamu kalah. Kasihkan jabatanmu kepada dia.”
Ketika mendengar Confusius bilang dia salah, diturunkannya topinya lalu dia berikan kepada pembeli kain. Orang itu mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan puas.
Walaupun Yan Hui menerima penilaian Confusius, tapi hatinya tidak sependapat. Dia merasa Confusius sudah tua dan pikun, sehingga dia tidak mau lagi belajar darinya. Selamanya Yan Hui tidak akan berdebat dengan gurunya. Kemudian Yan Hui minta cuti dengan alasan urusan keluarga.
Confusius tahu gelagat hati Yan Hui dan memberi cuti padanya. Sebelum berangkat, Yan Hui pamitan dan Confusius memintanya cepat kembali setelah urusannya selesai. Namun tak lupa dia memberi Yan Hui dua nasehat : “Bila hujan lebat, janganlah berteduh di bawah pohon. Dan jangan membunuh.” Yan Hui bilang baiklah, lalu berangkat pulang.
Di dalam perjalanan tiba-tiba angin kencang disertai petir. Kelihatannya mau turun hujan lebat. Yan Hui ingin berlindung di bawah pohon, tapi sontak ingat nasehat Confusius dan dalam hatinya terpikir untuk menuruti kata gurunya sekali lagi. Akhirnya dia meninggalkan pohon itu. Belum lama dia pergi, petir menyambar dan pohon itu hancur. Yan Hui terkejut, nasehat gurunya yang pertama sudah terbukti. Terus bagaimana dengan nasehat yang kedua? Apakah juga akan terjadi?
Yan Hui tiba di rumahnya sudah larut malam dan tidak ingin mengganggu tidur istrinya. Dia menggunakan pedangnya untuk membuka pintu kamarnya. Sesampai di depan ranjang, dia meraba dan mendapati ada seorang di sisi kiri ranjang dan seorang lagi di sisi kanan. Dia sangat marah, dan mau menghunus pedangnya. Pada saat mau menghujamkan pedangnya, dia ingat lagi nasehat Confusius, jangan membunuh. Dia lalu menyalakan lilin dan ternyata yang tidur di samping istrinya adalah adik istrinya.
Pada keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Confusius, berlutut dan berkata: “Guru, bagaimana guru tahu apa yang akan terjadi?”
Confusius berkata: “Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan turun hujan petir, makanya guru mengingatkanmu untuk tidak berlindung di bawah pohon. Kamu kemarin pergi dengan amarah dan membawa pedang, maka guru mengingatkanmu agar jangan membunuh dengan pedang itu”.
Yan Hui berkata: “Guru, perkiraanmu hebat sekali, murid sangatlah kagum.”
Confusius bilang: “Aku tahu kamu minta cuti bukanlah karena urusan keluarga. Kamu tidak ingin belajar lagi dariku. Cobalah kamu pikir. Kemarin guru bilang 3 × 8 = 23 adalah benar, kamu kalah dan kehilangan jabatanmu. Tapi jikalau guru bilang 3 × 8 = 24 adalah benar, si pembeli kainlah yang kalah dan itu berarti akan hilang 1 nyawa. Menurutmu, jabatanmu lebih penting atau kehilangan 1 nyawa yang lebih penting? 8 x 3 = 24 hanyalah kebenaran kecil, kebenaran matematis. Namun 8 x 3 = 23 dalam hal ini, adalah Kebenaran Besar, karena menyangkut nyawa manusia.”
Yan Hui sadar akan kesalahannya dan berkata : “Guru mementingkan yang lebih utama, murid malah berpikir guru sudah tua dan pikun. Murid benar – benar malu.”
Sejak itu, kemana pun Confusius pergi Yan Hui selalu mengikutinya.
Cerita asli Negeri Tiongkok di atas, sudah disadur dalam beberapa versi. Ada yang nambah di sana, ada yang kurang di sini. Namun tak jauh dari moral ceritanya. Judul yang paling sering dipakai adalah 8 x 3 = 23. Bagi yang suka ke Gramedia bisa dicari dengan cloe BBSH (Bertambah Bijak Setiap Hari) oleh Budi S. Tanuwijaya. Ada beberapa seri buku yang bisa dijadikan bahan cerita dan cantolan, karya penulis tersebut. Yang berminat silahkan mensearch sendiri di TKP. Nah, cerita ini dipadu – serasikan dengan cerita budi luhur yang sudah ada. Bisa saja sih, merujuk hasil akhir yang memang saling untung – menguntungkan. Yang perlu diingat dalam hal ini adalah pesan Rasulullah SAW kepada Abu Musa dan Muadz bin Jabal ketika ditugaskan ke Yaman. Rasulullah SAW bersabda; “Mudahkan dan jangan persulit! Gembirakan dan jangan takut – takuti!” (Muttafaqun Alaih)
Dari Ummu Kultsum, ia berkata:”Saya tidak pernah mendengar Rasulullah SAW memberi kelonggaran berdusta kecuali dalam tiga hal: [1] Orang yang berbicara dengan maksud hendak mendamaikan, [2] orang yang berbicara bohong dalam peperangan dan [3] suami yang berbicara dengan istrinya serta istri yang berbicara dengan suaminya (mengharapkan kebaikan dan keselamatan atau keharmonisan rumah tangga)”. (HR. Muslim)
Oleh : Faizunal Abdillah