Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan pernyataan sikap terkait penutupan Masjid Al-Aqsha yang dilakukan oleh pemerintah Israel. Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan mengatakan, berdasarkan perkembangan situasi di Palestina, MUI mengutuk kebijakaan pemerintah Israel.
“Mencermati perkembangan terkini tentang penutupan Masjid Al-Aqsa, maka dengan ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengutuk keras kebijakan zionis Israel yang menutup Masjid Al-Aqsa setelah kasus penyerangan tiga warga Palestina kepada dua polisi Israel minggu lalu,” ujar Sekjen MUI Anwar Abbas dalam keterangannya kepada wartawan.
Kebijakan itu, memicu demonstrasi besar. Unjuk rasa rakyat Palestina berujung kericuhan yang menyebabkan 50 demonstran terluka.
“Kebijakan Israel adalah bentuk pelanggaran terhadap Piagam PBB tentang kebebasan beribadah, sesuai dengan keyakinan masing-masing dan banyak warga Palestina yang terluka atas kebijakan Israel ini,” ucapnya. Empat di antara korban luka merupakan petugas medis. Lima belas korban lain diketahui terluka karena terkena tembakan peluru karet.
Salah satu korban luka teridentifikasi sebagai mantan Mufti Yerusalem, Sheikh Ikirima Sabri.
MUI juga mendesak OKI (Organisasi Kerjasama Islam) mengadakan pertemuan khusus untuk membahas isu yang sangat sensitif. Sebab kebijakan Israel merupakan bentuk pelanggaran terhadap piagam PBB (Persatuan Bangsa-bangsa) tentang kebebasan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
“Kami meminta pemerintah Indonesia berinisiatif menekan Dewan Keamanan PBB supaya mengadakan sidang khusus,” imbuh dia.
Senada dengan keputusan MUI, Ketua DPP LDII, Prasetyo Sunaryo mengatakan semua tindakan-tindakan yang sifatnya mempersulit orang untuk ibadah harus dihindari karena itu adalah nilai-nilai universal seluruh umat manusia.
“Atau alternatif yang lain, kita bisa menggunakan norma-norma HAM Internasional. Karena dengan norma itu, jika ada orang merintangi tata cara beribadah orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung berarti itu melanggar kaidah-kaidah Internasional,”tambah Prasetyo ketika diwawancarai di Gedung DPP LDII, Patal Senayan, Jakarta.
Tindakan itu adalah adalah yang pertama kalinya umat Islam dihalangi menunaikan shalat Jumat di masjid itu, sejak 1969.
Hal itulah yang memicu kemarahan dari umat Islam di sana. Kemarahan dan protes memuncak dengan ditangkapnya Mufti Agung Masjid setempat, Muhammad Ahmad Hussein. Setelah adanya demonstrasi massa dan protes oleh otoritas agama Islam, akhirnya tempat tersebut dibuka kembali secara bertahap.
Sementara itu, pada sesi konferensi pers, Muhyiddin Junaidi menjelaskan bahwa MUI telah berkomunikasi dengan pemerintah Indonesia terkait rangkaian peristiwa di Masjid Al-Aqsa.
“MUI sudah berbicara dengan Wakil Menteri Luar Negeri RI. Meminta agar pemerintah Indonesia tetap konsisten untuk tidak membuka hubungan diplomasi dengan Israel selama konflik Palestina masih terjadi,” kata Muhyiddin.
“Beliau (Wamenlu) mengatakan bahwa pemerintah Indonesia telah berkomunikasi dengan berbagai pihak di Asia. Indonesia bahkan sudah menyatakan sikapnya,” tambahnya.