Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Sebut saja kisah Nasrudin, tokoh sufi di jamannya, ketika bertemu dengan Timur Lenk ini sebagai pembuka. Dari sini berharap ada hikmah yang bisa kita bawa sebagai bekal berharga. Sebelum nanti menutup dengan kesimpulan; benarkah kita semua seperti ceritanya itu? Atau ada sisi pandang lain yang belum kita temukan? Kita simak bersama. Yang penting tidak pundung dan tidak tersinggung duluan. Bukan apa-apa, takut malah jadi ketahuan.
Timur Lenk, kesatria Mongol yang meluluh-lantakkan dinasti islam itu, suatu ketika memanngil Nasrudin ke istana. Tak lain karena ketenarannya. Setelah beberapa tokoh terkenal lainnya gagal memenuhi kehendaknya. Alkisah, Timur Lenk menghadiahi Nasrudin seekor keledai. Tanpa bermaksud menggurui, apalagi tersinggung, dengan kecerdikannya, Nasrudin menerimanya dengan senang hati hadiah keledai tersebut. Sekalipun dengan tugas yang berat, karena Timur Lenk berkata, “Ajari keledai itu membaca. Dalam dua minggu, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat bagaimana hasilnya. Apakah binatang dungu ini bisa membaca?”
Semua orang tahu, keledai tidak bisa membaca, tapi bagi Nasrudin itu hal yang berbeda. Nasrudin berlalu dengan keledai di tangan, dan dua minggu kemudian ia kembali ke istana menjawab tantangan. Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Nasrudin menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya. Si keledai menatap buku itu, dan tak lama kemudian mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus-menerus dibaliknya setiap lembar halaman buku itu sampai ke halaman terakhir. Setelah itu si keledai menatap Nasrudin. “Demikianlah,” kata Nasrudin, “keledaiku sudah bisa membaca.”
Timur Lenk mulai menginterogasi, “Bagaimana caramu mengajari dia membaca?”
Nasrudin berkisah, “Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar.”
“Tapi,” tukas Timur Lenk dengan ketidak-puasannya, “bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?”
Nasrudin menjawab, “Memang demikianlah cara keledai membaca: hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya.”
Bagi pecinta lelucon, cerita di atas cukup untuk membuat wajah berkerut cerah. Tanda kemenangan, ditandai dengan kedua bibir melengkung tak mau kalah. Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang. Namun, ada juga wajah yang tampak tak puas. Langsung mengena ke dalam diri yang penuh amarah. Bagaimanapun respon kita, sebenarnya terdapat pesan mendalam dari anekdot di atas. Bukankah masih banyak manusia yang serupa tingkah keledai di atas? Allah bahkan sudah mengingatkan jauh-jauh hari dalam KitabNya.
مَثَلُ الَّذِيْنَ حُمِّلُوا التَّوْرٰىةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوْهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ اَسْفَارًاۗ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang dhalim.” (QS Al-Jumuah: 5). Bagaimana dengan umat islam sendiri?
Data terbaru menunjukkan bahwa tingkat buta aksara Al-Qur’an di Indonesia masih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta pada tahun akademik 2021/2022 menemukan bahwa 72,25% dari 3.111 responden Muslim belum mampu membaca Al-Qur’an dengan baik. Itu pun hanya bisa membaca, belum bisa mengetahui isinya: arti dan maknanya. Itupun baru Quran, belum Haditsnya. Jadi bukan hanya pemilik Taurat yang seperti keledai sebagaimana Allah sebut di atas, keadaan kita umat islam juga serupa bin sama.
Tak usah menunjuk hidung orang lain, saya pribadi mempunyai kebiasaan yang boleh disebut seperti keledai juga. Kenapa? Saya suka membawa Al-quran, al-hadits atau buku sebagai bacaan setiap kali pergi ke kantor. Maksudnya ingin membaca atau menderesnya, jika ada waktu luang. Ternyata sampai saat pulang kembali, buku itu masih tersimpan rapi dalam tas. Tak ada waktu membukanya. Ia hanya nunut bertamasya setiap pagi ke kantor dan balik lagi ke rumah dibalik punggung saya. Saya memanggulnya setiap hari. Kadang saya kaget sendiri ketika membuka tas dan mendapati kitab itu ada di dalamnya. Dengan cool-nya dia seperti menampar kesungguhan dan niat baik saya untuk mendalaminya. Astaghfirullah…!
Perilaku saya dalam hal ini, jika tidak saya kontrol dengan baik lambat – laun akan serupa dengan spirit ayat di atas. Wah, lupa deres. Wah, sibuk! Itu sudah menjadi jamak dan menjadi permakluman. Jika tidak dideteksi sejak dini, menyadari sedari awal, semakin banyak kita yang terlena. Hanya bangga punya al-quran dan al-hadits, tetapi cuma sekedar punya. Sekedar memajang atau membawanya. Tanpa mau bersusah – payah membuka, membuka lagi dan mempelajarinya. Tanpa mau dan peduli mengkaji dan menderesnya.
Oleh karena itu, saya melecut diri saya dengan mengumpamakan seperti keledai agar bangkit dan bersemangat lagi uthlubul ilma. Mencari ilmu. Biar semangat lagi deres atau mengulangnya. Semangat ngaji, kalau tidak mau jadi keledai beneran. Jangan sampai Al-quran dan hadits hanya menjadi pajangan saja. Jadi beban bawaan saja tanpa mau mendalami dan mendalaminya yang akhirnya kayak Yahudi, dari lupa kemudian mendustakan. Naudzubillah,,!!! Semoga kita semua benar – benar menyadari ini semua dan segera merubahnya. Mentaubatinya. Agar semakin lama, semakin khusyu dan istiqomah dalam tuntunan quran hadits yang membahagiakan ini. Apalagi kalau mengingat pesan Allah yang satu ini.
اَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللّٰهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّۙ وَلَا يَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْاَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْۗ وَكَثِيْرٌ مِّنْهُمْ فٰسِقُوْنَ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS al-Hadiid:16)
Masa yang panjang, kehidupan yang tenang, kondisi yang nyaman tanpa halangan, kadang sangat melenakan. Apalagi jika banyak diisi dengan kelupaan dan kemalasan. Sudahkah tiba saatnya bagi hati-hati yang beriman untuk merunduk dalam ketundukan, meresapi keagungan nama-Nya, dan menggenggam erat kebenaran yang telah diturunkan kepada mereka? Janganlah mereka seperti kaum terdahulu yang telah dianugerahi kitab suci, namun seiring berlalunya waktu, hati mereka menjadi beku, kehilangan cahaya kelembutan, hingga akhirnya terhanyut dalam kefasikan. Wahai jiwa yang merindu petunjuk, jangan biarkan masa mengikis nurani, jangan biarkan hati mengeras oleh kelalaian. Sungguh, sudah saatnya kembali, bersimpuh dalam keinsafan, dan menghidupkan cahaya iman yang sejati.
Dan saya pikir, lebih beruntung keledai yang tak harus berpikir itu semua. Sebab perannya sebagai hewan, yang tak harus dihisap seperti manusia layaknya. Jadi, di kelindan jaman yang disebut modern ini, di kehidupan yang dilabeli globalisasi ini, masih sangat relevan kita meneriakkan peringatan keras; awas keledai! Sebab masih banyak tingkah – laku muslim, yang sadar maupun tidak sadar seperti keledai membaca di dalam kesehariannya. Tak lebih.
اِنَّآ اَنْذَرْنٰكُمْ عَذَابًا قَرِيْبًا ەۙ يَّوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُوْلُ الْكٰفِرُ يٰلَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرٰبًا
“Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kamu akan azab yang dekat pada hari (ketika) manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya dan orang kafir berkata, “Oh, seandainya saja aku menjadi tanah.” (QS An-Naba:40)
Masyaallah…koreksi bagi diri saya. AJKH Mas Kus…
Ajk. Allah maha pencipta, maha pengasih penyayang tapi ditanya pemberian istimewanya itu di hari akhir sehingga jawabannya dilanjutkan oleh ayat2 selanjutnya dari Al Fatihah tsb. Aamiin. Mudah2an saya membaca dng benar, minimal 17x sehari dan memotivasi saya. Aamiin
Kok ya gue banget… jadi kerasa sama-sama suka jadi keledai.
Alhamdulillah jaza kumullohu khoiroo yg terlibat dalam tulisan ini. Pesannya menampar dengan baik
Alhamdulillah jaza kumullohu khoiroo utk semua yg terlibat dalam tulisan ini. Pesannya menampar dengan baik.
astaghfirullah astaghfirullah astaghfirullah ini jadi koreksi diri yang benar