Nganjuk (22/5). Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Nganjuk, Sinasan membekali para santri Pondok Pesantren Al Ubaidah, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur. Ia membawakan materi etika berdakwah kepada 888 peserta Diklat dan tes calon muballigh-muballighot LDII.
Pada kesempatan itu, Sinasan menitik beratkan poin etika dalam berdakwah, agar setiap juru dakwah terampil dalam dakwah yang santun, “Kita sebagai pendakwah harus menggunakan bahasa yang halus, sopan santun dan tata krama. Meskipun demikian, belum tentu hal itu dapat diterima dengan mudah, untuk itu perlu adanya cara-cara menyampaikan yang tepat,” ujarnya.
Indonesian merupakan negara yang memiliki keberagaman dari sisi suku, budaya, dan agama. Dalam beragama, menurut Sinasan, tidak jarang bermunculan paham agama barui. “Mulai dari ada yang mengaku dirinya dijadikan seorang nabi, hingga menerima wahyu melalui Malaikat Jibril. Meskipun menurut kita hal itu hal yang aneh, namun tetap saja ada golongan yang mempercayainya,” ungkap Sinasan.
Pada hakikatnya sejak manusia dilahirkan dari rahim seorang ibu, semua memiliki watak yang berbeda-beda. “Kita tidak bisa memaksakan apa yang menjadi kehendak kita pada orang lain,” tuturnya.
Ia pun memberikan kiat agar tak ada penolakan dari masyarakat, salah satunya jangan mudah menyalahkan pihak lain, ketika seorang juru dakwah tidak sependapat dengan kelompok lain. “Hindari melontarkan ujaran kebencian, sebab itu akan menjadi pemicu mereka untuk melakukan hal yang sama terhadap kita. Di sinilah pentingnya memiliki sikap toleransi terhadap sesama umat beragama,” terang Sinasan.
Ia pun memaparkan, bila terdapat pihak yang tidak senang dengan dakwah kita, sebaiknya merespon dengan memberikan karya-karya yang kita miliki, “Bisa berupa tulisan-tulisan atau video-video yang positif,” tuturnya. Dengan adanya karya itu, mereka mendapat gambaran tentang diri juru dakwah yang tidak mereka sukai, dan tentunya prasangka mereka tidak tepat.
Namun ia juga menekankan, jangan membalas pihak yang tidak senang dengan kita secara negatif. “Bukan malah kita berbalik mengolok-olok pihak itu, yang berati kita tidak jauh berbeda dengannya,” urai Sinasan.
Pada kesempatan itu, Wildan salah satu santri asal Cilacap mengungkapkan, para santri memerlukan pengayaan wawasan, terutama pengetahuan mengenai hubungan sosial. Dengan demikian, bekal dari Kemenag Nganjuk sangat penting sebagai bekal saat turun di tengah masyarakat, “Sangat penting bagi para pendakwah menggunakan kalimat yang baik dan menyejukkan. Perlunya menjunjung tinggi nilai keberagaman yang ada di kehidupan bermasyarakat”, ucapnya.
Dengan adanya pembekalan dari Kemenag, ia pun berharap para calon pendakwah menjadi lebih yakin dan mantap dalam menyampaikan ilmu agama di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. Agar dakwah menjadi penyejuk di tengah kerumitan persoalan moral yang terus dihadapi masyarakat.