Dua hari ini saya berturut – turut didaulat memberikan presentasi masalah kepedulian terkait HSE (Health Safety and Environment), kalau bahasa kita dikenal dengan K3L yaitu Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan. Pada hari pertama tak kurang dari 30 orang terdiri dari manajemen dan setingkat supervisor ke atas, yang mengikuti acara workshop tersebut. Di hari kedua lebih dari 50 orang dari tingkat supervisor ke bawah. Sebenarnya ada 5 topik yang dibahas dalam workshop tersebut. Pertama masalah Awareness (kepedulian), kedua masalah PPE (Personal Protective Equipment) atau Alat Pelindung Diri (APD), ketiga masalah Permit To Work (PTW) atau Ijin Kerja, keempat masalah Working at Height atau Bekerja di Ketinggian dan terakhir masalah Management of Change (MOC) atau Manajemen Perubahan. Nah, dari kelima topic ini saya membidik masuknya lewat jalur kepemimpinan atau leadership. Sebab lewat kepemimpinanlah 5 hal itu akan bisa dilakukan dengan baik dan benar. Sayangnya masih banyak orang yang belum tahu atau bahkan bermasalah dalam memahami arti kepemimpinan atau leadership ini. Banyak yang memahami leadership sebagai jabatan. Karena dia manajer, maka dia tentu pemimpin. Tapi kalau jadi anak buah, maka tak perlu leadership. Ini adalah pemahaman yang keliru, bahkan menyesatkan.
Cerita inspiratif berikut ini, mungkin akan membuka pemahaman kita semua akan kepemimpinan yang sebenarnya. Setidaknya bisa meninggalkan pemahaman sebelumnya, kalau memang keliru, ke jalur yang benar. Suatu hari Raja Prusia, Frederick Yang Agung, berjalan – jalan di pinggiran kota Berlin yang indah. Di tengah perjalanannya dia bertemu dengan seorang kakek tua – renta yang berpakaian lusuh dan bersahaja, berjalan menghampirinya. Melihat situasi seperti itu Frederick Yang Agung merasa kaget seraya bertanya, “Siapa kamu?”
Sang kakek dengan tegas menjawab, “Saya adalah seorang raja.”
“Raja…?” sahut Frederick sambil menahan tawa, “Di kerajaan mana kamu memerintah?”
Dengan yakin dan mantap sang kakek menimpali, “Saya memerintah diri saya sendiri.”
Jawaban si kakek benar, setiap diri adalah pemimpin. Kepemimpinan tak ada hubungannya dengan jabatan. Kepemimpinan adalah milik setiap orang. Kepemimpinan adalah tindakan, bukan jabatan. Leadership is an action, not a position. Kepemimpinan adalah perilaku kita sehari – hari, bahkan yang sederhana sekalipun. Berlaku jujur, tidak berbohong, sopan adalah kepemimpinan. Mengunjungi kawan yang sakit, silaturahim, mendengarkan curhat seorang sahabat, mengantar istri belanja dan membacakan cerita untuk anak adalah kepemimpinan. Tepat waktu, disiplin, menghormat tamu, berbakti kepada kedua orang tua adalah kepemimpinan. Maka, kalau kita jeli 14 abad yang lalu Rasulullah SAW telah mengingatkan kita semua, “Kullukum ro’in, wakullukum mas’ulun ‘an ro’iyyatihi – Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya (mempertanggungjawabkan) dari yang dipimpinnya.” Dan banyak diantara kita terlalu tinggi mengapresiasi dalil ini sehingga lupa bahwa sebenarnya makna dalil ini begitu sederhana. Begitu dekat dengan kehidupan keseharian kita. Begitu lekat dengan jiwa kita, sebab kepemimpinan adalah fitrah. Kepemimpinan adalah amanah dari Yang Maha Kuasa.
Banyak orang yang menjadi pemimpin tetapi tidak punya jiwa kepemimpinan. Banyak orang yang gagal memimpin karena tidak memahami esensi dari kepemimpinan. Kepemimpinan adalah sesuatu yang tumbuh dari dalam diri. Tumbuh, tumbuh dan tumbuh sehingga menjadi karakter. Karakter adalah perpaduan sikap, tindakan, perilaku dan kebiasaan yang dibina dari waktu ke waktu. Kepemimpinan bukan yang berasal dari luar seperti jabatan, kedudukan, pangkat dan sebagainya. Kepemimpinan adalah apa yang berasal dari dalam.
Sampai di sini banyak yang terbuka kembali mata pemahamannya, bahwa keberadaan setiap diri adalah penting menyangkut kepemimpinan ini. Terlebih lagi, bagi yang telah mempunyai posisi dan kedudukan yang penting di perusahaan. Dan semuanya akan menjadi efektif, ketika mereka semua menyentuhkan level kepemimpinan mereka dengan sikap kepedulian. Keberhasilan dan kesusksesan hanyalah masalah waktu, sedangkan menikmati prosesnya menjadi hal yang begitu indah. Karena setiap diri telah memahami, menghayati dan memandang pada posisi dan cara pandang yang sama.
Oleh:Ustadz.Faizunal Abdillah